Mobil Listrik, Beda Gaya antara Toyota dan General Motors
Toyota dikenal sebagai pelopor mobil hibrida paling sukses di dunia. Namun, jika berbicara soal kendaraan listrik murni, mereka masih harus belajar banyak dari pesaingnya, terutama produsen kendaraan listrik di China.
Oleh
Mahdi Muhammad
·7 menit baca
KOMPAS/EDDY HASBY
Toyota Prius PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicles) Lokasi Kota Lama, Semarang.
Para eksekutif Toyota Motor Corp telah lama menyerukan peluncuran mobil listrik kecil. Namun, fakta bahwa mobil full EV (electric vehicle) pertama yang akan diluncurkan Toyota adalah mobil listrik SUV (sport utility vehicle) berukuran sedang adalah indikator bahwa memproduksi mobil EV kecil, murah, kompetitif, nyaman, dan aman belum bisa terwujud saat ini.
Desakan yang terus muncul pada industri otomotif dunia untuk membantu memangkas emisi globa—baik dalam produksi maupun operasional di jalan raya—Toyota berusaha keras untuk memproduksi mobil listrik yang bisa bersaing secara global melawan Hong Guang Mini EV, sedan listrik papan atas Tesla, ataupun sedan papan tengah yang diproduksi produsen otomotif Jerman Volkswagen dan Renault dari Perancis. Toyota pun mulai tertinggal dari perusahaan otomotif China, Xpeng yang baru saja memperkenalkan sedan EV, Xpeng P5, kepada media.
Selama beberapa tahun terakhir, Toyota tampaknya lebih memilih mengembangkan model hybrid, seperti Prius, yang penjualannya meledak di seluruh dunia, atau Toyota Mirai, yang menggunakan teknologi bahan bakar hidrogen. Padahal, di awal, mereka pernah mengembangkan mobil EV mini, eQ. Tapi, kurang mendapat sambutan.
Sempat membukukan penjualan sekitar 100 eQ di tahun 2012, Toyota akhirnya menutup buku untuk mobil ini. Toyota mengakhirinya karena kekhawatiran tentang batasan yang menghadang pengembangan dan penjualan EV saat itu, mulai dari harga yang tinggi karena biaya riset dan produksi yang tinggi, jarak tempuh yang pendek, hingga waktu pengisian baterai yang lama.
ARSIP PT TOYOTA ASTRA MOTOR
Infrastruktur stasiun pengisian baterai menjadi syarat mutlak keberhasilan penyediaan mobil listrik di masa depan, seperti terlihat pada EV Smart Mobility Project di Bali, Rabu (31/3/2021).
Saat Toyota mengakhiri ”hidup” eQ, harga kendaraan itu di pasaran mencapai 3,6 juta yen atau setara dengan 33.000 dollar AS (sekitar Rp 479,3 juta dengan kurs saat ini). Ini setara dengan harga Toyota Camry, salah satu sedan papan menengah Toyota.
Berbeda dengan Hong Guang Mini EV, mobil mungil yang nyaris tidak ada aksesori apa pun yang dibuat oleh SGMW, sebuah pabrikan mobil patungan antara SAIC-General Motors-Wuling. Calon konsumen ”hanya” perlu mengeluarkan duit 5.000 dollar atau sekitar Rp 70 juta untuk bisa memilikinya. Dan, ini adalah sukses besar di pasar China, pasar otomotif besar dunia.
Pemangkasan biaya
Menurut beberapa orang yang mengetahui persoalan Toyota dalam pengembangan kendaraan listrik, salah satu masalah utama yang dihadapi para insinyur perusahaan yang didirikan Kiichiro Toyoda adalah mesin. Sejauh ini mesin yang dikembangkan dinilai belum mencapai keseimbangan dengan mesin mobil konvensional, yang menggunakan mesin pembakaran dalam (ICE).
Selain itu, masalah desain. Penempatan baterai dalam sebuah mobil mungil adalah tantangan lain yang tidak mudah dipecahkan. Banyak battery electrified vehicle (BEV) yang tebal, cukup memakan ruang di bagian bawah lantai. Kondisi itu memaksa para perancang dan insinyur harus memilih memberi ruang kabin yang nyaman bagi penumpang atau menjaganya tetap rendah, tapi mengorbankan kenyamanan. Persoalan itu nantinya terkait dengan keamanan mobil ketika dikendarai dalam kecepatan tinggi atau ketika berbelok di tikungan tajam.
Toyota tidak ingin berkompromi pada kualitas produk, keamanan, kenyaman dan kinerja mobil listrik mungilnya. Namun, pada saat yang sama, Toyota sadar mereka perlu mengembangkan keahlian untuk memangkas biaya teknik agar bisa menghasilkan kendaraan semacam Mini EV dengan harga di bawah 20.000 dollar AS atau sekitar Rp 280 juta.
Keahlian itulah yang dimanfaatkan General Motors untuk membuat Mini EV seharga 28.800 yuan atau sekitar 4.410 dollar AS (sekitar Rp 64 juta). GM yang menyokong SGMW bahkan melepas van EV kecil ke pasaran dengan harga sekitar Rp 67 juta.
AFP/HECTOR RETAMAL
Pengunjung pameran memperhatikan mobil produksi Toyota di Shanghai Auto Show ke-19 di Shanghai, China, Rabu (21/4/2021). Para produsen kendaraan tetap melihat China sebagai pasar terbesar. Kemampuan China pulih dari pandemi memikat para produsen untuk kembali meraih keuntungan (Foto atas). Foto bawah memperlihatkan mobil keluaran DJI Automotive dalam Shanghai International Automobile Industry Exhibition ke-19 di Shanghai. Foto diambil pada Selasa (20/4/2021).
Menurut Yale Zhang, Kepala Konsultan pada lembaga Automotive Foresight, untuk mengubah sebuah mobil konvensional ke mobil listrik, Wuling hanya perlu mengganti mesin bensin dengan powertrain listrik sederhana.
Zhou Xing, wakil presiden SGMW yang bertanggung jawab atas penjualan dan pemasaran Wuling dan Baojun, mengatakan, pihaknya akan meluncurkan empat EV kecil pada awal 2022 di bawah mereknya, menjadikan rentang model produk mereka menjadi 10 atau setara dengan jumlah pesaing yang baru saja memasuki pasar mobil listrik China. Tahun ini, SGMW sendiri menargetkan bisa menjual Min EV dan versi satu tingkat di atasnya, Macaron, sebanyak 500.000 unit.
Kebanggaan nasional
Salah satu cara SGMW memotong biaya produksi adalah meminimalkan perangkat keamanan bagi penumpang. Mini EV hanya memiliki satu kantong udara (air bag) dan dikhususkan untuk pengemudi. Tidak ada perlindungan ekstra bagi penumpang di samping dan dua penumpang di kabin belakang, terutama jika mobil terguling atau menabrak sesuatu.
Mobil ini memiliki sistem pengereman antilock braking system (ABS), hanya itu. Mobil ini tidak memiliki teknologi untuk mengontrol stabilitas (ESC). Profilnya pun relatif tinggi dan sedikit gemuk yang membuatnya rentan terguling jika menikung tajam dalam kecepatan tinggi. Hal itu disampaikan dua orang yang mengetahui spesifikasi mobil tersebut kepada Reuters. Kemungkinan mobil ini tidak akan bisa masuk ke pasar Amerika Serikat atau Eropa karena kurangnya perangkat keamanan.
Namun, menurut Zhou, produk Mini EV telah memenuhi semua persyaratan keamanan kendaraan di China. ”Hong Guang Mini EV pada dasarnya adalah alat bantu perjalanan, membantu orang pergi dari titik A ke B. Sangat tidak mungkin mereka mengemudikan kendaraan ini dengan kecepatan tinggi,” kata Zhou. Sebagai catatan, kecepatan maksimal mobil ini adalah 100 kilometer per jam.
AFP/HECTOR RETAMAL
DJI Automotive turut hadir dalam Shanghai International Automobile Industry Exhibition ke-1 yang digelar di Shanghai, China. Foto diambil pada Senin (19/4/2021).
Akan tetapi, minimnya peranti keamanan tidak mengurangi daya tariknya. Diluncurkan pada Juli 2020, konsumen yang ingin lebih irit dalam pengeluaran bulanan dan kaum muda perkotaan meminatinya. Per kuartal, SGMW membanjiri pasar otomotif China dengan 100.000 Mini EV dan membuatnya menjadi salah satu mobil listrik terlaris di China.
Selain mobil listrik, produk van Wuling lainnya juga menarik perhatian kaum muda. Bagi banyak orang, melihat van produksi dalam negeri bisa diajak bermanuver di jalanan dan bahkan di pegunungan, menggelitik kebanggaan nasional mereka.
”Saya bangga dengan apa yang dapat dicapai kendaraan buatan China seperti van pekerja keras Wuling,” kata Huang Peixian (26), pemilik usaha kecil di kota Shantou di Provinsi Guangdong.
”Saat saya melihat Hong Guang Mini EV, saya pikir ini bisa menjadi mobil yang bagus untuk saya. Saya tidak hanya tertarik dengan mobil ini karena harganya yang murah, mobil ini sangat menyenangkan untuk dikendarai,” katanya.
Energi hijau
Mobil listrik Hong Guang Mini juga memainkan peran penting bagi GM dan SAIC karena menghasilkan mobil ramah lingkungan. Produsen mobil di China perlu membuat Kendaraan Energi Baru (NEV) yang cukup guna mengimbangi produksi mobil bermesin pembakaran dalam (ICE), penyumbang polusi udara yang tinggi di negara itu.
Pada saat yang sama, keberhasilan produksi dan penjualan Mini EV menjadi alasan bagi GM dan SAIC untuk tetap memproduksi kendaraan konvensional tanpa dikenai sanksi. Zhang mengatakan, sistem kredit hijau yang diterapkan Pemerintah China berarti Mini EV bisa dijual dengan harga sangat terjangkau. Bahkan, hampir-hampir tidak menghasilkan keuntungan.
Zhou SGMW menolak untuk mengatakan apakah Mini EV menghasilkan uang, atau berapa banyak yang didapat dari kredit hijau. ”Kami telah melihat cukup banyak perusahaan yang datang kepada kami dan membeli secara kredit dari kami. Namun, kami tidak ingin mengungkapkan siapa mereka,” katanya.
Sementara itu, Toyota, yang menurut sebagian orang tertinggal dalam pengembangan mobil listrik, khususnya BEV, memperlihatkan produk terbaru mereka pada pameran Shanghai Motor Show, Senin (19/4/2021). Di bawah platform global mereka, e-Toyota New Global Architecture (e-TNGA) yang dikhususkan untuk kendaraan listrik, platform baru ini nantinya akan digunakan pada berbagai model kendaraan listrik Toyota, mulai dari kendaraan kecil (city car) hingga SUV besar.
AFP/HECTOR RETAMAL
Toyota menghadirkan bZ 4X sebagai salah satu mobil listrik unggulan dalam Shanghai International Automobile Industry Exhibition ke-19 yang digelar di Shanghai, China. Foto diambil pada Selasa (20/4/2021).
SUV listrik Toyota akan menjadi mobil pertama yang diproduksi oleh divisi desain kendaraan tanpa emisi di Jepang, yang dikenal sebagai ZEV Factory. SUV ini juga merupakan kerja sama antara Toyota dan pabrikan Jepang lainnya, Subaru.
Untuk membantu Toyota mengurangi biaya produksi, manajemen perusahaan bekerja sama dengan produsen baterai dan kendaraan listrik asal China, BYD (Build Your Dream), yang memfokuskan diri pada produksi baterai kendaraan niaga, termasuk di dalamnya bus. Keduanya bekerja sama membentuk perusahaan penelitian dan pengembangan, terutama pada kompoten utama dan baterai.
Namun, masih ada kemungkinan besar Toyota akan menggunakan teknologi powertrain listrik—kombinasi motor, inverter, dan roda gigi—yang disebut e-Axle yang dibuat oleh afiliasinya, BluE Nexus.
Dua sumber yang mengetahui rencana Toyota mengatakan mereka tidak berencana kehilangan uang pada harga eceran EV kecilnya atau memanfaatkan kredit hijau untuk membuatnya lebih kompetitif. Toyota juga tidak mau mengorbankan kualitas, keamanan, dan kenyamanan produk yang dihasilkannya. (REUTERS)