Mengenal Seluk-beluk Gunung Melalui Pendakian Virtual
Pendakian virtual menjadi tren baru di kalangan pencinta gunung pada masa pandemi Covid-19. Pendakian virtual ini bahkan masih digandrungi meski pendakian konvensional sudah kembali marak.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendakian virtual menjadi tren baru di kalangan pencinta gunung pada masa pandemi Covid-19. Pendakian virtual ini bahkan masih digandrungi meski pendakian konvensional sudah kembali marak.
Pada Oktober 2020 lalu, Koperasi Sentra Wisata Alam Nusantara (Kopi Setara) bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengadakan pendakian virtual di enam gunung di Indonesia. Keenam gunung tersebut adalah Gunung Semeru, Prau, Merapi, Kerinci, Batur dan Rinjani.
”Antusiasme peserta sangat luar biasa. Tapi peserta dibatasi hanya untuk 100 orang per sesinya,” kata Sekretaris Umum Setara Agustinus Dwi Cahyo saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (21/4/2021).
Pendakian virtual ini menjadi ajang transfer pengetahuan bagi para pendaki pemula. Dalam pendakian virtual ini, para peserta diajak untuk mengikuti seluruh proses pendakian senyata mungkin.
”Sebelum mulai pendakian, misalnya, kami ajak peserta untuk pemanasan dan ice breaking. Kami juga sampaikan aturan-aturan pendakian,” tambahnya.
Pendakian akan dimulai di titik penjemputan. Dari tempat itu, peserta akan diajak menuju kawasan kaki gunung sembari melewati perkampungan warga. Dalam proses ini, panitia akan menampilkan foto-foto perkampungan tersebut kepada peserta.
Setelah itu, peserta akan diajak mengenali pos-pos pendakian lengkap dengan sejarah dan kekhasan pos tersebut. Informasi tersebut disampaikan para pemandu gunung bersertifikasi yang menguasai medan tersebut bertahun-tahun.
”Pantangan-pantangan yang ada di gunung-gunung juga akan disampaikan. Misalnya, kenapa kita harus turun dari Semeru pada jam tertentu, apa alasannya,” katanya.
Adapun semua foto dan video yang ditampilkan dalam pendakian virtual tersebut merupakan dokumentasi pribadi dari para anggota Kopi Setara. Dokumentasi tersebut diperkuat dengan database Google.
Setelah pendakian selesai, panitia mengadakan sesi berbagi tentang materi-materi pendakian. Misalnya, kiat mendaki gunung pada ketinggian 4.000 meter di atas permukaan laut, manajemen perjalanan, dan penanganan medis pada pendakian. Materi diisi oleh ekspertis di bidangnya.
Menurut Agustinus, pendakian virtual ini menjadi salah satu cara pemandu gunung merespons situasi pandemi Covid-19. Saat itu banyak gunung ditutup untuk umum sehingga membuat aktivitas pendakian mandek.
Pendakian virtual ini juga rutin digelar oleh salah satu kelompok pemandu gunung, Main Outdoor. Menurut Founder Main Outdoor Nur Wahyu Widayatmo, kegiatan yang mulai digelar sejak Juni 2020 itu dibandrol dengan harga Rp 50.000.
”Cukup sering dulu. Dalam satu bulan bisa dua kali kami ngadain pendakian virtual,” ujarnya.
Semua peserta juga diwajibkan memakai jaket dan perlengkapan gunung meskipun hanya terhubung melalui Zoom. Saat berada di puncak mereka juga diminta menyanyikan lagu ”Indonesia Raya” dari rumah masing-masing. Hal ini untuk memberikan sensasi naik gunung secara nyata.
Pendakian virtual yang diselenggarakan oleh Main Outdoor juga akan menampilkan foto 360 dari gunung yang dituju. Tantangannya, belum semua gunung memiliki foto 360 tersebut.
”Setahu kami yang sudah ada foto 360 itu seperti Gunung Ciremai, Semeru, Prau, dan Rinjani. Gunung lain kontributornya masih cukup jarang,” kata Wahyu.
Pada 24 April 2021, Main Outdoor juga akan bekerja sama dengan Consina untuk mengadakan pendakian virtual ke Gunung Rinjani. Menurut Wahyu, pendaftar saat ini sudah mencapai 1.000 orang. Padahal, peserta dibatasi hanya untuk 500 orang.
Hal ini cukup mengagetkan mengingat aktivitas pendakian konvensional mulai marak. Sejumlah gunung sudah mulai dibuka untuk umum sejak awal tahun 2021 ini.
Kini, pendakian virtual ini bahkan menjadi standar operasional prosedur (SOP) baru bagi para pendaki yang ingin menggunakan jasa Main Outdoor. Sebelum memulai pendakian, semua peserta diminta mengikuti pendakian virtual untuk memperkaya pengetahuan tentang gunung yang dituju.
”Misalnya, ada kelompok yang ingin naik gunung dengan kita. Briefing dan technical meeting pakai pendakian virtual itu. Jadi, saat bertemu, semua sudah clear. Sebelum pandemi belum ada SOP ini,” katanya.
Menurut Ketua DPP Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) Rahman Mukhlis, pendakian virtual ini bisa menjadi angin segar bagi para pemandu gunung setelah bergelut dengan pandemi. Meski tidak signifikan, kegiatan ini bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan pendapatan mereka.
”Bisa, cuma belum maksimal. Mungkin hanya sementara saja selama pandemi karena saat ini juga belum masif,” katanya.