Pelaku industri mode Muslim Tanah Air tak menyerah pada pandemi Covid-19.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·5 menit baca
Pelaku industri mode Muslim Tanah Air tak menyerah pada pandemi Covid-19. Optimisme kebangkitan ini kental terasa pada perhelatan Muslim Fashion Festival atau Muffest 2021 yang digelar di lima kota, yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bekasi, dan Bandung. Kegigihan untuk bangkit ini dibalut militansi kesetiaan pada produk mode ramah lingkungan.
Kali ini, Muffest 2021 yang digelar Indonesian Fashion Chamber (IFC) bersama Dyandra Promosindo ini mengusung konsep hybrid sehingga pergelarannya berlangsung secara luring ataupun daring pada 18 Maret-23 Mei 2021. Mengusung tema ”Recovery for Fashion Industry”, kecintaan pada alam kental terasa dari beragam koleksi yang disuguhkan mulai dari busana Muslim konvensional, kontemporer, dan syar’i.
Aneka tampilan busana yang anggun alami ini mampu menghadirkan angin segar di tengah masa sulit. Nuansa alam antara lain hadir dari permainan cetak aneka dedaunan atau ecoprint yang diusung oleh beberapa desainer di berbagai kota. Tak hanya cetakannya, pewarnaannya pun menggunakan bahan serba natural.
Pada pergelaran Muffest 2021 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta pada 18-28 Maret 2021, teknik pewarnaan alami ecoprint dengan cara menempel bentuk asli tumbuhan ke permukaan kain ditonjolkan oleh Desainer Inen Kurnia. Mengusung label Inen Signature, Inen membentuk motif dengan cetakan dari beragam bagian tanaman mulai dari batang, ranting kayu, akar, daun, buah, bunga, hingga getah.
Untuk setiap busana serba feminim ini hanya digunakan satu jenis tumbuhan. Tanaman yang digunakan untuk 10 tampilan busana muslimah cetakan ecoprint tersebut adalah daun lanang, kiara payung, jarak wulung, jarak hijau, cemara, truja, ipomea, sirsak, dan jarak kepyar.
Kedekatan pada alam juga kental terasa dengan penggunaan material kain viscose-rayon dari serat alami kayu eucaplytus dan acacia yang diproduksi Asia Pacific Rayon (APR). Dalam pergelaran yang menampilkan tren mode berkelanjutan kali ini, Inen memang berkolaborasi dengan APR. Serat viscose-rayon APR merupakan bahan baku tekstil terbarukan karena mudah terurai dan dapat terlacak dari hutan taman industri terbarukan.
Pada helaian kain serat alami itu, lantas tercipta warna hingga bentukan alami dari setiap bagian tanaman. Kesederhanaan semakin ditonjolkan lewat pemakaian kayu secang sebagai satu-satunya pewarna pada koleksi bertajuk ”Secang Enchantment”. Warna secang yang disuguhkan cenderung menonjolkan warna merah hingga kecoklatan.
”Di masa pandemi ini, desain cenderung lebih simple. Setiap langkah kecil kita dalam menjaga bumi, adalah hal besar yang bisa menyelamatkan bumi,” ujar Inen.
Pencelupan berulang
Tak hanya di Jakarta, teknik ecoprint juga bisa dijumpai di pagelaran Muffest di Kota Yogyakarta pada 31 Maret-11 April 2021. Bertempat di Hartono Mall, Yogyakarta, Ketua IFC Chapter Semarang, Jawa Tengah, Ina Priyono, menyuguhkan koleksi dengan teknik ecoprint bertajuk Alas 2.0. Agar tidak merusak tanaman, daun yang digunakan sebagai cetakan warna diambil dari dedaunan yang jatuh alami, tetapi belum kering.
Ina memakai beragam jenis daun seperti daun jati, daun mangga, daun ketapang, daun jambu biji, daun kelor, daun mahoni, daun sambang darah, daun jarak kepyor, daun waru, daun janitri, serta daun kandri. ”Kain ini membutuhkan proses yang lama yaitu sampai tiga kali lapisan,” tambah Ina.
Teknik ecoprint itu kemudian diaplikasikan pada material kain silk satin maxmara dengan dominan warna coklat, pink, nude, dan beige. Dengan potongan yang serba feminim, tampilan busana yang diusung kali ini cukup beragam seperti gaun panjang, pakaian longgar tunik, hingga aneka pakaian luaran.
Didasari pemikiran untuk menjaga bumi yang semakin menua, Ina benar-benar menghindari sampah dalam proses pembuatan busana. Ia memanfaatkan aneka kain perca untuk memperkaya detail busana hingga pembuatan aksesori, seperti pouch.
Di ajang pergelaran Muffest Yogyakarta pula, kreativitas unik permainan pewarnaan dari aneka tanaman alami dengan mudah bisa dijumpai. Berkolaborasi dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo, Desainer Tuty Adib mengangkat keindahan batik tulis dari Sukoharjo dengan pewarnaan alam dari daun kersen atau biasa disebut pohon talok.
Dengan proses pencelupan yang berulang-ulang, pewarnaan alam kersen ini menghasilkan warna kuning ”corn” yang unik. Perpaduan warna kuning mirip jagung, putih, dan coklat kekuningan menghasilkan tampilan yang terasa anggun dan elegan. Rancangan semakin anggun dengan penambahan detail sematan mote ”sand” warna putih yang menjadikan motif batik tampak lebih hidup.
Tak hanya dari daun kersen, Tuty memakai pewarna alam tak biasa dari tanaman mangrove. Daun, batang, dan bunga pohon mangrove ternyata bisa menghasilkan sejumlah warna pastel yang kemudian dipakai untuk mewarnai coletan pada batik tulis. Dengan memakai bahan alami tak biasa sebagai pewarna mangrove dan kersen, lahir perpaduan warna unik seperti hijau mint, lilac pastel, putih, abu, dan salem peach yang menyejukkan mata.
Selain dikombinasikan dengan batik tulis, warna-warni alamiah terasa pas dipadupadankan dengan kain brokat putih, linen katun, hingga border katun. Keanggunan seorang muslimah muda yang aktif disematkan pada tampilan rok, blus, hingga gaun panjang. Pilihan gaya berbusana semakin beragam dengan aneka luaran yang disuguhkan.
Kekuatan lokal
Warna alamiah yang diusung oleh para desainer tak jarang lantas disandingkan dengan wastra khas nusantara seperti batik tulis maupun tenun. Sama seperti Tuty, desainer Mia Ridwan memakai pewarnaan alami untuk batik tulis dari bahan katun premium.
”Ini merupakan bentuk kepedulian untuk menjaga ekosistem. Karena zat-zat yang terkandung dalam limbah pewarna alam ini bisa menambah kesuburan tanah, tidak meracuni sumber air sehingga aman bagi manusia dan binatang,” kata Mia yang mengusung label House of Mia Butik Batik SekarArumSari.
Memakai pewarna indigo dari daun strobilantes, Desainer Yuliana Fitri yang berlokaborasi dengan Bank Indonesia Yogyakarta memilih memadukannya dengan kain ikat celup, tenunan tangan polos, dan tenun lurik Yogyakarta bermotif liris dan wiru.
Tenunan dan batik dengan pewarnaan alam yang teduh menenangkan pun bisa dijumpai pada koleksi Batik Namburan yang diusung Desainer Evi Rosalina. Unsur lokalitas dipertajam lewat kombinasi kain tenun dan kain lurik.
Pada gelaran Muffest di Pakuwon Mall, Surabaya, pada 1-11 April 2021, desainer Riri Rengganis makin menegaskan kekuatan lokalitas dalam pemakaian bordir dan wastra nusantara. Kain lokal yang dipakai adalah tenun pahikung sumba pewarna alam, tenun baduy pewarna alam, tenun bulu troso, serta tenun endek bali dalam kombinasi dengan bahan polos knit (kaos) rayon dan katun. Di sini, keindahan dedaunan dihadirkan bukan dengan ecoprint, melainkan melalui aksen bordir tanaman hias mirip monstera.
Selain indah, beragam koleksi yang disajikan oleh para desainer pada Muffest 2021 ini juga makin menggaungkan komitmen kepedulian terhadap keberlanjutan bumi.