Dengan sensor kamera 1 inci, DJI Air 2S menjanjikan kualitas gambar yang melampaui kelasnya sebagai drone kelas konsumer. Namun, tetap ada kekurangan dibandingkan drone kelas prosumer yang sesungguhnya.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan sensor kamera 1 inci, DJI Air 2S menjanjikan kualitas gambar yang melampaui kelasnya sebagai drone untuk konsumer. Namun, tetap ada kekurangan dibandingkan drone kelas prosumer atau professional consumer yang sesungguhnya.
Meski telah melepas nama Mavic, DJI Air 2S yang dirilis di Indonesia pada Jumat (16/4/2021) di Jakarta, bisa dibilang penerus dari Mavic Air 2 dengan banyak perbaikan fitur. Utamanya, ukuran sensor ukurannya dilipatgandakan, dari ½ inci pada Mavic Air 2 menjadi berukuran 1 inci.
Sensor 1 inci ini seukuran dengan apa yang digunakan oleh drone DJI kelas lebih tinggi, Mavic 2 Pro. Bahkan, resolusi video maksimal yang mampu direkam oleh Air 2S lebih besar ketimbang Mavic 2 Pro.
Air 2S mampu mengambil gambar 5,4K (5.472 x 3.078 piksel) dengan kecepatan maksimum 30 frame per detik. Mavic 2 Pro dan Mavic Air 2 hanya bisa pada resolusi 4K.
Sensor Air 2S pun memiliki resolusi foto 20 megapiksel (MP), seperti Mavic 2 Pro. Seakan-akan ada penurunan resolusi dari Mavic Air 2 (48 MP). Namun, sebetulnya, jumlah piksel yang lebih sedikit memungkinkan setiap piksel pada sensor Air 2S memiliki ukuran yang lebih besar (2,4 µm).
Ukuran piksel yang lebih besar akan cenderung menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik, misalnya pada aspek noise yang lebih rendah.
Contohnya, meski resolusi kamera DSLR atau mirrorless profesional lebih rendah daripada kamera ponsel terkini, tetapi hasil gambarnya sering kali lebih bersih.
”Air 2S menawarkan ukuran piksel yang lebih besar 2,4 mikron. Cahaya yang diserap makin baik sehingga hasil gambar menjadi unggul,” kata Robert Kurniawan, Head of Merchandising and Planning Erajaya.
Uniknya modul kamera yang lebih besar tidak membuat Air 2S menjadi jauh lebih berat bobotnya (595 gram) ketimbang Mavic Air 2 (570 gram). Dalam posisi terlipat, ukurannya pun masih identik.
Air 2S menawarkan ukuran piksel yang lebih besar 2,4 mikron. Cahaya yang diserap makin baik sehingga hasil gambar menjadi unggul.
Mavic 2 Pro di sisi lain memiliki bobot hingga 907 gram; sekitar 1,5 kali lebih berat ketimbang Air 2S. Dalam keadaan terbuka, salah satu sisi Mavic 2 Pro dapat mencapai 32,2 cm, sedangkan Air 2S hanya 18,3 cm.
Durasi penerbangan Air 2S pun tidak jauh berbeda dari Mavic Air 2 meski ada penurunan, dari 34 menit ke 31 menit.
Fitur profesional
Meski demikian, memang ada fitur penting dalam videografi drone dari Mavic 2 Pro yang tidak dimiliki oleh Air 2S, yakni aperture atau diafragma yang bisa diatur bukaannya. Aperture Mavic 2 Pro dapat diatur dari kondisi lebar pada f/2.8 dan dipersempit hingga f/11. Di sisi lain, Air 2S hanya pada f/2.8.
Keberadaan aperture yang dapat diatur akan mempermudah pengguna dalam mengatur terang gelap video, terlebih lagi dalam konsisi cahaya yang berubah, seperti pada saat matahari terbit maupun terbenam.
Paket penjualan ”Fly More” combo untuk Air 2S menawarkan 3 keping filter ND yang dapat mengurangi intensitas cahaya, tetapi tentu akan lebih mudah bagi pengguna untuk mengatur intensitas cahaya melalui aperture.
Kemampuan menghindari rintangan atau obstacle avoidance pada Air 2S pun telah ditingkatkan dari Mavic Air 2. Jika Mavic Air 2 hanya dapat memantau rintangan penerbangan di tiga arah—depan, belakang, dan bawah—maka Air 2S memiliki satu sensor tambahan yang mengarah ke atas. Meski demikian Air 2S masih kalah dengan Mavic 2 Pro yang memiliki sensor ke samping kiri dan kanan.
Serba otomatis
Melalui Air 2S ini DJI juga memperkenalkan fitur yang disebut Mastershots. Fitur ini memungkinkan drone untuk secara otomatis bergerak melakukan 10 manuver sambil merekam obyek yang kita pilih. Mastershots lalu akan secara otomatis menjahit shot-shot pendek menjadi satu video singkat yang siap dikirim ke media sosial.
Dengan fitur ini, Robert mengatakan, menargetkan pasar kaum traveler yang suka merekam perjalanan mereka dengan praktis. ”Travelers yang suka melakukan aktivitas outdoors dan berbagi pengalaman,” kata Robert.
Melalui Air 2S ini DJI juga memperkenalkan fitur yang disebut Mastershots. Fitur ini memungkinkan drone untuk secara otomatis bergerak melakukan 10 manuver sambil merekam obyek yang kita pilih. Mastershots lalu akan secara otomatis menjahit shot-shot pendek menjadi satu video singkat yang siap dikirim ke media sosial.
Paket dasar DJI Air 2S dijual dengan harga Rp 15,9 juta. Sementara paket kombo yang diberi nama Fly More Combo dibanderol harga Rp 20,9 juta. Dalam paket ini, pembeli mendapatkan tambahan dua baterai, 3 filter ND, hub pengisi daya, dan tas.
Senior Market Analyst dari firma riset pasar asal Jerman, Drone Industry Insights, Lukas Schroth, dalam laporannya yang dipublikasikan Maret lalu, mengatakan, bahwa Mavic Air 2—predesesor Air 2S—sebagai salah satu produk populer di pasar AS.
”Mavic Air 2 yang baru sampai di pasar pada awal 2020 menonjol sebagai drone yang bisa disebut box office hit,” kata Schroth.
Berdasarkan Drone Industry Insights, DJI masih menjadi penguasa pangsa pasar ini. Di Amerika Serikat, DJI menguasai 76,1 persen pasar pada 2020, hanya turun 0,7 persen ketimbang tahun sebelumnya.
Dominasi DJI di kancah drone fotografi memang sangat kuat. Sony baru-baru ini mengumumkan produk pertamanya dalam pasar drone fotografi. Pada 12 Januari lalu, Sony mengumumkan produk drone-nya yang diberi nama Airpeak.
Airpeak bukan drone dengan kamera terintegrasi seperti seri DJI Mavic. Namun, sebuah drone yang dapat dipasangkan dengan kamera mirrorless yang menghasilkan video dan gambar berkualitas tinggi. Airpeak disebut menjadi drone paling ringkas yang mampu mengangkut kamera Sony Alpha.
Dalam keterangan resmi dari Sony, Airpeak mampu mengangkut kamera Sony Alpha 7S III dengan lensa FE 24mm f/1.4. Hal ini menunjukkan bahwa Airpeak setidaknya dapat mengangkut beban hingga lebih dari 1 kilogram.
Airpeak disebut akan dirilis ke pasar pada musim semi 2021 antara Maret hingga Juni 2021.