Tidurlah yang Nyenyak, Sayang...
Dalam menerapkan ”sleep hygiene”, seseorang tetap harus beraktivitas di siang harinya dan terpapar matahari. Kemudian buat jadwal tidur yang sama di tiap hari dan ini harus ditepati.
Siapa yang tidak suka tidur? Keseharian yang rasanya paling ringan dan kerap diyakini mampu memperbaiki banyak hal dalam diri. Nyatanya, tidur merupakan hal yang mewah bagi sebagian orang. Rasa kantuk dan lelah bahkan tak cukup membawa mereka menikmati indahnya seni tidur.
Hari beranjak malam pada Rabu (7/4/2021) ketika guru yoga, Siska Marsudhy, mulai memandu latihan yoga nidra. Suara Siska lembut mengalun datar seolah menghipnosis sehingga sebagian di antara murid yang hadir di kelas daring malam itu segera terlelap. Sembari berbaring tanpa bergerak, peserta diminta rileks melepas ketegangan dan melihat wajah kehidupan masing-masing.
”Pastikan berbaring sudah yang paling nyaman sehingga tidak perlu bergerak lagi sama sekali hingga latihan ini selesai. Bawa perhatiannya ke suara-suara yang masih terdengar yang asalnya jauh, bawa perhatiannya tanpa larut di dalamnya tidak memikirkan atau menganalisis suara tersebut. Dengarkan saja...,” ujar Siska memulai yoga nidra.
Selanjutnya, selama 30 menit, Siska memberi petunjuk untuk menjaga kesadaran peserta tepat di antara tidur dan bangun. Batin rileks seperti ketika tidur tetapi tetap terjaga. Menurut Siska, kunci yoga nidra memang bukan di gerakannya, tapi latihan relaksasi batin. Tubuh, antara lain, diarahkan merasakan bagian tubuh yang berbeda.
”Disebut tidurnya orang yoga karena nidra itu berarti tidur jadi tidur dalam yoga. Tidur yang berkesadaran tadi. Ini hal yang baik dilatih karena kehidupan modern sangat membuat kita stres dan tegang. Supaya bisa berelasi dengan orang lain, tidak melihat dunia dengan filter ketegangan,” tambah Siska, yang menyarankan latihan yoga nidra setiap hari.
Gerakannya memang hanya berbaring tidur dan mendengarkan panduan suara dari guru. Namun, riset menyebutkan setengah jam beryoga nidra setara dengan dua jam deep sleep atau tidur lelap.
Salah satu peserta yang beberapa kali ikut kelas yoga nidra yang dipandu Siska, Uci Duck Himura (39), menyebut yoga nidra bermanfaat menghilangkan insomnia. Ketika masih bekerja selama 14 tahun di sebuah perusahaan Jepang, Uci terkena insomnia dan baru bisa tidur setelah dini hari. ”Ngaruh banget. Awalnya tertidur di kelas yoga nidra. Setelahnya, tidur lagi di rumah. Tapi pas bangun tidur, enak karena deep sleep,” tambah Uci.
Sebelum menjajal yoga, Uci yang juga pengajar yoga anak berkebutuhan khusus ini berusaha menghilangkan insomnia dengan akupunktur serta berobat alternatif ke sensei. Setelah belajar yoga sejak 2013, ia sepenuhnya hanya menjalankan yoga. ”Tertuntun rutin yoga, jadi lebih aware sama makanan, badan, dan lingkungan. Tidur jadi lebih enak karena badan diolah, istirahat enak, dan bangun tidur segar,” katanya.
Pendiri Komunitas Yoga Gembira, Yudhi Widdyantoro, menambahkan beberapa pose yoga seperti posisi panggul yang lebih tinggi dari area dada dan kepala dipercaya bisa membantu memperlancar peredaran darah ke otak yang akhirnya bisa meredakan ketegangan syaraf di otak dan mengurangi gangguan tidur. Apalagi, kalau disertai pranayama atau latihan pernapasan.
”Dengan latihan satu sesi penuh, 1-1,5 jam, seperti olahraga pada umumnya, tubuh fisik bisa letih karena energi terpakai, otot-syaraf terlatih, ditambah dengan latihan meregulasi napas, kondisi ini akan lebih memudahkan tidur,” tambah Yudhi.
Meditasi
Latihan nafas yang juga dikenalkan dalam sesi meditasi menjadi pilihan mengatasi gangguan tidur bagi Monica Hapsari (37). Penyanyi dan pegiat seni rupa ini sempat mengalami gangguan tidur dan kini aktif meditasi. Ia sempat harus bergantung pada obat penenang dari psikiater untuk membantunya tidur.
Selama dua tahun terakhir, perempuan yang aktif membuat lagu dari musik eksperimental ini sudah tak lagi mengonsumsi obat penenang. Menjinakkan otak menjadi istilahnya dalam mengakrabi insomnia yang terjadi pada dirinya. Obat penenang yang didapat memang bisa menjinakkan otak. Namun, harus diimbangi kegiatan yang akhirnya bisa menurunkan intensitas penggunaan obat itu.
Menuntaskan berbagai bacaan, seperti yang belakangan dibacanya, yaitu Uncovering the Meaning of The Hidden Base of Candi Borobudur dan The Kyoto Manifesto for Global Economics, menjadi pilihannya ketika mata susah terpejam di malam hari. ”Ketika merasakan gangguan tidur di malam hari selama masa pandemi, ini menjadi kesempatan saya menuntaskan bacaan-bacaan,” kata Monica.
Pikiran yang tak bisa berhenti bekerja menjadi penyebab sulitnya Monica bersua dengan tidur. Ketika mental kita melawan, insomnia akan makin parah. Semakin menyerah, semakin baik untuk menjinakkannya.
Masa pandemi kembali membangkitkan gangguan tidur Monica yang sejenak mereda. ”Seperti di masa pandemi Covid 19 sekarang ini, saya seperti sudah terlatih menghadapi masa-masa insomnia. Saya merasa sudah tahu untuk menjinakkan otak,” ujar Monica.
Suatu kali Monica pernah tidak bisa tidur sampai empat hari. Kini, ia bisa tidur sampai minimal empat sampai lima jam sehari meski waktunya belum teratur.
Kegiatannya di siang hari juga tetap diupayakannya berjalan. Aktivitas bercocok tanam di halaman rumah kini menjadi hobinya. Malamnya, ia menempuh olah meditasi untuk memfokuskan pada apa saja yang ingin ia ciptakan sebagai karya seni rupa.
Bentuk olah batin memang banyak bermanfaat bagi sebagian orang yang mengalami gangguan susah tidur. Praktisi meditasi dan sehat mental dari Santosha, Adi Prayuda, menggarisbawahi meditasi ini bukan sekadar bentuk relaksasi. Sebab dalam meditasi, seseorang akan diajak juga untuk lebih mendalami dan menyelami diri sendiri.
Langkah itu kemudian membawa kesadaran tentang apa yang sedang terjadi pada diri sehingga memunculkan gangguan tidur. Berdasarkan pengalamannya memandu berbagai sesi meditasi dan konsultasi, gangguan tidur ini kerap dipicu kecemasan yang berlebihan karena pikiran yang tak berhenti.
”Orang nyebutnya banyak pikiran. Orang hidup itu memang banyak pikiran. Yang terjadi bukan karena banyak pikirannya, tapi banyaknya perhatian terhadap pikirannya itu. Jadi, apa-apa yang muncul dalam pikirannya langsung diberi perhatian lebih. Pikiran ini juga sumbernya dari masa depan atau masa lalu. Jadi, setelah muncul pikiran terus diperhatikan sehingga muncul ’gimana ya nanti?’ atau ’seharusnya dulu aku begini’,” tutur Adi.
Bahkan, mimpi yang hadir saat tidur, lanjut dia, juga merupakan cerminan pikiran yang tertahan. Sebab, salah satu fase tidur, yaitu deep sleep yang memang merupakan inti ini, justru saat seseorang tidur tanpa mimpi. Ini umumnya juga hanya berdurasi 2-4 jam saja. ”Jadi, kalau mau lebih romantis, bukan selamat tidur mimpi indah, ya, tapi semoga tidak bermimpi, ya,” ucapnya sambil tertawa.
Untuk itu, meditasi diambil sebagian orang untuk menjembatani dan menyadari bahwa pikiran berseliweran yang terus-menerus diperhatikan itu bukan kenyataan, bukan yang terjadi saat ini. Lewat meditasi dan olah napas, seseorang dibawa ke dalam proses penerimaan dan mengurai jalan untuk kembali ke masa sekarang, meresapi saat ini.
”Efektif atau enggak? Tergantung masing-masing orang. Buat saya pribadi, ini berhasil. Membuat saya bisa berjarak dengan pikiran saya. Untuk yang memilih mencoba, berapa lama akan efektif, juga tergantung masing-masing,” ujar Adi.
Hal ini memang terbukti tidak semua orang cocok. Ivania (37), seorang jurnalis, justru kurang berhasil mengandalkan meditasi sebagai jalur mengatasi gangguan tidurnya. ”Aku nyoba meditasi, tapi malah pikiranku ke mana-mana, melayang-layang. Beberapa kali nyoba,” ungkap Ivania.
Ia pun memilih cara lain dengan meregulasi diri, mencoba berolahraga, dan mengatur jadwal kerjanya. Ia menyadari saat masih berada di lapangan untuk melakukan liputan menjadi awal dirinya mengalami gangguan tidur. Narasumber yang belum berhasi ditembus, rencana liputan keesokan hari, bahkan kekhawatiran akan peristiwa yang mungkin terjadi pada keesokan hari membuatnya tak bisa tidur.
”Pernah tiga hari enggak tidur sama sekali. Tetap bisa liputan, tapi cranky, ototnya sakit-sakit, badannya enggak enak. Kalau tidur, biasanya di atas pukul 03.00. Paginya, udah bangun lagi biasa. Aku coba olahraga, lumayan jadi lebih mundur. Jam 1 atau jam 2 udah bisa tidur,” tutur Ivania.
Namun, dampak besar dalam persoalan gangguan tidurnya mulai teratasi ketika dirinya pindah ke divisi lain yang memiliki jam kerja teratur. Perlahan, ia mulai tidur rutin sekitar jam 12 malam. Akan tetapi, pandemi sempat membuat keteraturan ini berubah dan kembali susah tidur. ”Tapi, kan, udah tau. Jadi, tinggal diatur lagi aja. Simpan obat herbal buat bantu tidur juga, tapi sejauh ini baru kepake sekali sih,” ujarnya.
Kesehatan tidur
Kepala Divisi Geriatri Departemen Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM-FKUI) Martina Wiwie S Nasrun menyampaikan, sleep hygiene ini perlu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari meski diakuinya bukan hal mudah.
Olahraga, yoga, relaksasi, meditasi, hipnosis, dan berbagai cara memang bermanfaat dan dapat menjadi pilihan mengatasi gangguan tidur yang kerap kali merupakan efek samping dari gangguan kecemasan dan depresi. Namun, membangun kebiasaan sleep hygiene ini akan memelihara tidur berkualitas yang berhasil dicapai.
Gangguan tidur ini dapat memengaruhi fisik dan imunitas seseorang. ”Tapi, bukan berarti tidak bisa tidur di malam hari, terus siang hari dibayar dengan tidur. Tidur malam itu tidak bisa dibayar. Jadi, siangnya tetap beraktivitas. Ini salah satu bentuk sleep hygiene juga lho,” ujar Martina.
Dalam menerapkan sleep hygiene, seseorang tetap harus beraktivitas di siang harinya dan terpapar matahari. Kemudian buat jadwal tidur yang sama di tiap hari dan ini harus ditepati. Selanjutnya, menghindari makan berat dan minum kafein sebelum jam tidur malam yang telah diatur.
”Kalau sudah di atas tempat tidur dan rebah, enggak usah lagi buka handphone untuk lihat Whatsapp, sosial media. Jauhin dulu. Screen time ini berpengaruh lho. Sebisa mungkin juga ruang tidur cukup gelap,” tuturnya.
Namun, tetap yang terpenting adalah mengosongkan pikiran. Apa yang terjadi esok, kita pun tak akan pernah tahu. Pejamkan mata. Semua akan baik-baik saja. Selamat tidur!