Pengembangan produk pot juga menghadirkan pot dari kayu hingga pot gurita yang dirancang khusus untuk jenis air plant, tanaman yang bermedia tanam udara.
Oleh
Mawar Kusuma
·5 menit baca
Kecintaan pada tanaman hias di masa pandemi mendongkrak penjualan pot. Demi alasan kelestarian bumi, para pecinta tanaman lantas memilih pot cantik dari terakota yang ramah lingkungan. Selain dekat dengan alam, sentuhan seni membuat pot dari tanah liat ini layak dikoleksi.
Produsen pot terakota bisa dibilang menjamur di masa pandemi. Di antaranya, ada Serayu Pot & Terracotta Ubud di Bali serta Potkoe di Bandung. Keduanya sama-sama memberi sentuhan artistik pada pot tanah liat dengan membubuhkan lukisan menarik. Serayu Pot bahkan berinovasi dalam desain bentuk pot hingga membuka kelas melukis di media pot.
Serayu Pot yang juga menghadirkan studio lukis Cameng di Jalan Gunung Sari, Peliatan, Ubud, telah tumbuh menjadi destinasi wisata baru. Studio Cameng menjadi pilihan untuk menyajikan aktivitas asyik melukis pot terakota bagi anak-anak seperti yang dilakukan keluarga Penyanyi Widi Mulia Sunarya di sela kunjungan ke Bali beberapa waktu lalu.
Pot yang disusun dan digantung serupa instalasi seni memang selalu menarik perhatian. Serayu Pot lahir pada 2005 dari tangan seniman lukis Wayan Cameng setelah bisnis lukisannya terpuruk selama setahun tanpa pembeli akibat serangan bom di Bali.
”Disusun bapak di depan rumah, menurut bapak itu karya instalasi seni. Pengin siapa pun orang yang lewat di depan rumah tersenyum,” kata putri Wayan Cameng, Made Indah Jayanthi, Jumat (12/3/2021).
Awalnya, Wayan memproduksi beragam produk tanah liat untuk piranti upacara keagamaan, seperti wadah tirta. Seiring waktu, produk terakota itu berkembang ke pot. Untuk memenuhi kerinduan sebagai seniman, Wayan lantas melukis pada setiap pot terakota dengan aneka gambar mulai dari bunga, corak batik, hingga motif tradisional nusantara.
Pada awal masa pandemi ketika tanaman hias naik daun, Indah yang kini mengelola Serayu Pot & Terracotta, mulai tergerak serius menekuni bisnis pot. Pada akhir 2019, ia kembali pulang dari perantauan untuk meneruskan bisnis ayahnya itu. ”Bapak belum paham promosi lewat sosial media. Sejak pandemi aku pegang. Penjualan meningkat hingga 10 kali lipat,” kata Indah.
Buatan tangan
Peningkatan drastis penjualan pot tanah liat sejalan dengan tingginya minat pecinta tanaman hias untuk menghadirkan pot ramah lingkungan. Tanah liat menjadi pilihan utama untuk menggantikan pot plastik. Material tanah liat juga terasa akrab bagi pecinta lingkungan karena dekat dengan elemen tanah yang menjadi media hidup bagi tanaman kesayangan.
Konsumen yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa tertarik pada pot dari Serayu Pot karena dibuat satu per satu dengan tangan. Tak hanya unik karena sapuan lukisan warna-warni di permukaan potnya, pot ini semakin istimewa karena desain bentuknya tak melulu hanya tabung, kotak, lurus, atau bulat.
Ketika pertama kali bereksplorasi dengan desain bentuk, Indah membuat pot tanah liat dengan desain emoji aneka wajah manusia. Desain pot nyeleneh yang dibuat seperti pot berbentuk payudara ternyata justru jadi primadona.
”Nyoba cuma bikin 50 pieces. Iseng aja aku lempar pasar ternyata sehari sold out lalu produksi banyak. Pot enggak bisa 100 persen sama karena nggak pakai cetakan. Manual banget,” tambah Indah.
Pengembangan produk pot juga menghadirkan pot dari kayu hingga pot gurita yang dirancang khusus untuk jenis air plant, tanaman yang bermedia tanam udara. Ukuran potnya pun semakin beragam hingga diameter lebih 30 sentimeter. Rentang harganya dari Rp 10.000 hingga jutaan rupiah. Aneka pot di Serayu Pot dibuat oleh sekitar sepuluh perajin dengan bahan baku tanah dari Desa Pejaten di Tabanan, Bali, serta DI Yogyakarta.
Proses melukis yang membutuhkan keahlian seni masih dipegang oleh Wayan. Wayan juga terlibat mengajari para murid baik anak-anak maupun orang dewasa yang tertarik belajar melukis di media pot. ”Experience beda dengan media kanvas. Ketika pandemi aku membaca peluang. Banyak wisatawan lokal, tapi aktivitas anak-anak kecil enggak ada. Kebanyakan dari Jawa bingung anak mau ngapain di Ubud,” kata Indah.
Melukis dengan memakai cat tembok atau akrilik ternyata sangat digemari. Anak-anak bisa sejenak melupakan gawai sedangkan peserta dewasa bisa menemukan kesembuhan diri ketika menumpahkan emosi lewat sapuan kuas. Studio Cameng mempersilakan setiap peserta menggambar bebas di dua pot besar dan kecil selama 90 menit. ”Aku bebaskan. Seni itu kan bebas,” tambahnya.
Pasar Jakarta
Berawal dari bisnis hampers tanaman, Herlina Puji Astuti yang berdomisili di Kota Baru Parahyangan, Bandung, juga mengembangkan produk ke pot terakota dengan label Potkoe. Sebanyak 80 persen permintaan produk pot dari Potkoe ini justru berasal dari Jakarta.
Untuk menyiasati kesulitan dalam pengepakan dan pengiriman pot dari tembikar beragam ukuran yang mudah pecah, Herlina memanfaatkan jaringan pertemanan untuk pengiriman produk ke Jakarta. Biasanya ketika akhir pekan, banyak rekannya yang adalah karyawan yang bekerja di Jakarta pulang ke Bandung. Ia lantas menitipkan aneka jenis pot ini ke beberapa orang sekaligus.
Beberapa pembeli juga membeli dalam jumlah banyak karena banyak pecinta tanaman dari kota lain yang memakai layanan jasa titip. Pot dari Potkoe ini memang layak diburu karena keunikan lukisannya. Bekerja sama dengan perajin tembikar dan pelukis di Bandung, Herlina menghias aneka pot tembikar. ”Kami tidak menerima custom lukisan satuan. Lukisan kebanyakan floral,” ujar Herlina.
Lukisan dengan tema tertentu dihadirkan di hari-hari besar tertentu seperti seri lampion imlek dan seri hiasan natal. Saat ini pun, Herlina sudah mempersiapkan desain lukisan untuk permintaan jelang Lebaran.
Sentuhan seni pada media terakota ini menjadikan pot-pot apik ini terasa semakin istimewa. Cantik dan membumi.