Metode ”urban farming” alias bercocok tanam di tengah kota, dengan memanfaatkan ruang-ruang yang ada saat ini, semakin dilirik sebagai solusi.
Oleh
Wisnu Dewabrata
·5 menit baca
Komoditas sayur-mayur sudah sejak lama dikenal rentan mengalami fluktuasi, terutama harga. Banyak faktor menjadi pemicu, mulai dari cuaca, hama, bencana alam, gagal panen, dan permintaan yang terus meningkat tanpa diikuti kemampuan pasokan yang seimbang.
Panjangnya rantai distribusi, dari petani hingga ke meja konsumen, juga kerap menjadi masalah. Belakangan pandemi ikut memicu disrupsi baru pada rantai pasok. Semua kondisi tadi diyakini semakin sulit diantisipasi, sementara permintaan terus meningkat. Tingginya permintaan ujung-ujungnya berdampak memicu ketergantungan terhadap impor. Hal itu terlihat dari semakin tingginya angka impor, terutama untuk jenis sayuran.
Metode urban farming alias bercocok tanam di tengah kota, dengan memanfaatkan ruang-ruang yang ada saat ini, semakin dilirik sebagai solusi. Walau masih sama-sama di tahap awal, dua perusahaan rintisan agritek, Sabacotta dan Sayur Kendal, makin intens terjun ke dalam bisnis ini terutama sejak awal pandemi.
Sejak 2018, Sabacotta memanfaatkan lantai tiga rumah toko (ruko), yang mereka sewa di Cinere, Depok, Jawa Barat, menjadi tempat berkebun sayuran. Beragam jenis sayuran hijau ditanam secara vertikal dengan teknik menanam dalam ruang, dengan menggunakan teknologi agrikultur lingkungan terkontrol (CEA).
”Semua itu diatur secara daring sehingga semua keperluan bisa terukur dan otomatis, mulai dari masa pembibitan, pasokan air, pupuk cair, sampai pencahayaan masa penanaman. Sistem daringnya kebetulan dirancang sendiri oleh salah satu rekan kami, yang memang menguasai bidang internet untuk segala (IOT),” ujar CEO Sabacotta Zendi Bramantya, Selasa (2/3/2021).
Dengan begitu, biaya produksi bisa sangat ditekan. Menurut COO Sabacotta Hari Praditya, biaya dengan sistem dan teknologi rancangan mereka sendiri Rp 3,5 juta per meter persegi. Angka itu jauh lebih hemat ketimbang jika mereka membeli peralatan dan teknologi sejenis dari perusahaan asing. Untuk setiap meter persegi dipastikan mereka bisa merogoh kocek sampai 1.500 dollar AS atau setara hampir Rp 22 juta.
Dengan penghematan besar tadi, biaya bisa dialihkan untuk keperluan lain, seperti kebutuhan listrik yang mencapai 600 watt per hari, untuk lampu tanam (grow lamp) yang menyala 24 jam, dan pengaturan sirkulasi udara.
Setiap panel rak, berisi 28 modul berbahan pipa PVC kotak sepanjang 60 sentimeter, Sabacotta bisa menghasilkan panen sayuran hijau segar sampai 30 kilogram. Lewat metode tanam yang diterapkannya itu, Sabacotta juga dapat mengatur waktu panen sesuai kebutuhan konsumen, bahkan jika diinginkan ada panen sayuran setiap hari.
Pengaturan seperti itu tentu saja menguntungkan bagi pihak penyewa jasa mereka, seperti salah satunya sebuah restoran cepat saji terkenal. Lewat kerja sama yang telah berlangsung beberapa lama itu, Sabacotta, menurut Zendi, membangun instalasi tanam sayuran hidroponik di lahan tempat dapur utama mereka.
”Restoran itu menyediakan lahan. Ibaratnya mereka menyewa alat kami, yang bisa menghasilkan sayuran segar. Harganya tentu jauh lebih kompetitif. Dengan cara itu, mereka bisa memotong jalur distribusi sehingga kesegaran sayuran pun terjamin karena dari kebun bisa langsung masuk dapur mereka,” ujarnya.
Jenis-jenis sayuran yang bisa ditanam pun cukup beragam, mulai dari aneka ragam selada, kale, pakcoy, kangkung, bayam merah, parsley, dan banyak lagi. Untuk konsumen perorangan lain, Sabacotta juga berani menjamin kesegaran produk sayuran mereka, yang bisa diantarkan kurang dari tiga jam setelah dipanen.
Sayur Kendal
Teknik menanam hidroponik di gedung tengah kota juga diterapkan Sayur Kendal, yang berlokasi di Jalan Kendal, Menteng, Jakarta Pusat. Lokasi kebun sayuran hidroponik ini berada di lantai lima Gedung GMT, yang sekaligus menjadi gedung perkantoran mereka.
Saat ditemui di kantornya, Marketing Promotion Sayur Kendal Ericko Siswanto, Kamis (4/3/2021), memaparkan, intinya Sayur Kendal bergerak di bidang pemasaran sayur secara daring. Pasokan utama sayuran, buah-buahan, dan hasil peternakan mereka berasal dari tiga tempat berbeda.
Salah satu area perkebunan organik berada di Depok, Jawa Barat, milik Nara Kupu Village, juga bekerja sama dengan para petani pemilik lahan sekitar. Hasil kebun dipasarkan melalui Sayur Kendal secara daring, baik lewat pemesanan via marketplace maupun akun media sosial Sayur Kendal.
Sementara di lahan rooftop Gedung GMT berukuran 10 meter x 15 meter itu, Ericko bercerita, pihaknya membangun dua unit rak hidroponik yang ditanami beragam jenis sayuran. Tiap rak memiliki luas 12 meter persegi yang terdiri dari masing-masing 12 rangkaian pipa paralon dipasang berjajar. Ada pula yang ditata dengan kemiringan 45 derajat di dua sisi.
Di setiap pipa paralon tadi terdapat 26 lubang berisi bibit sayuran, yang sebelumnya disemai di atas medium rockwool pengganti tanah. Bibit tanaman sayur tersebut juga diairi dengan menggunakan pompa kecil, yang terpasang di setiap bak di bawah setiap rak instalasi. Dengan pompa tersebut, air dan pupuk cair terus bersirkulasi.
”Per empat pot bisa menghasilkan 250 gram sayuran. Jadi, kalau sedang panen total, semuanya bisa 60 kilogram per unit rak hidroponik. Sayur biasanya sudah bisa dipanen 25 hari setelah persemaian yang berlangsung sepekan,” ujar Yosep Permana, Field Leader Nara Kupu Village.
Dalam satu musim tanam, biaya yang dikeluarkan untuk bibit dan pemeliharaan sekitar Rp 200.000. Kalaupun ada hama, penanganannya juga tak makan biaya besar lantaran hanya menggunakan obat tanaman yang dibuat dari campuran organik, seperti daun pepaya, brotowali, dan air.
Menurut Ericko, instalasi kebun sayuran hidroponik itu sengaja dipasang salah satunya untuk menjadi sarana pembelajaran bagi pelanggan Sayur Kendal. Jika ada yang tertarik, pihaknya bisa memfasilitasi dan mengajarkan cara bercocok tanam, yang tentunya bisa diterapkan di rumah masing-masing. Dengan begitu, kesadaran akan pentingnya urban farming serta pasokan sayur dan buah segar bisa ditularkan ke warga perkotaan.