Melepaskan Kenangan
Kerelaan melepas kenangan lantas menjadi kunci agar tumpukan koleksi busana yang tersimpan di gudang bisa memperoleh manfaat baru.
Limbah tekstil telah menjadi isu besar dalam dunia mode. Desainer Ali Charisma membuktikan bahwa limbah dari karyanya pribadi saja bisa menumpuk hingga ribuan tampilan. Kerelaan melepas kenangan lantas menjadi kunci agar tumpukan koleksi busana yang tersimpan di gudang bisa memperoleh manfaat baru.
Lebih banyak beraktivitas di Jakarta, Ali jarang menyambangi butiknya di Bali. Namun, pandemi Covid-19 membawanya kembali ke tempat yang menjadi titik tolak awal kariernya di industri mode sejak 1998 itu. ”Ternyata koleksi saya di Bali kok banyak. Sampai ribuan. Agak sedih. Kenapa enggak diurusin? Apa manfaatnya ya?” ujar Ali, Rabu (3/3/2021).
Melihat tumpukan ribuan karya itu, Ali berniat membagikannya secara gratis agar tak menjadi limbah. Ide lain kemudian muncul seiring perbincangan dengan Artis Happy Salma yang menghubungkannya dengan yayasan yang bergerak di bidang sosial, BenihBaik.com. Ia kemudian memutuskan mendonasikan lebih dari 1.000 tampilan busana itu.
Mereka yang tertarik pada koleksi busana tersebut hanya perlu membayar minimal 10 persen dari harga busana dan seluruh pembayaran itu disumbangkan untuk pembelian seragam sekolah lewat BenihBaik.com. Demi memikat donatur, Ali menampilkan sebagian dari seribu tampilan itu dalam peragaan busana virtual bertajuk ”Sustainability & Charity Event” pada 26-28 Februari 2021.
Meskipun telah tersimpan lama, bukan berarti karya busana yang didonasikan ini tidak berharga. Sebagian di antara tampilan tersebut mayoritas dibuat atas permintaan klien dari luar negeri, seperti dari Eropa hingga Arab Saudi. Karena dibuat berdasarkan permintaan ekspor, kebanyakan material kainnya adalah kain mahal seperti sutra. Tampilan yang mayoritas didominasi gaun malam ini diproduksi pada rentang tahun 2010 hingga sekarang.
Ketika busana yang awalnya terlupakan di butik mulai dipakai model di lintasan peraga, kenangan demi kenangan pun berkelebatan di benak Ali. Setiap helai tampilannya memang menyuguhkan sejarah tentang perjalanan 22 tahun berkarier di dunia mode. ”Banyak personal sentuhan saya yang saya jadi kangen melihatnya. Dulu kenapa membuat baju ini?” kenang Ali.
Selama ini, Label Ali Charisma sudah merambah pasar ekspor ke Italia, Amerika Serikat, Australia, Malaysia, Perancis, Yunani, Inggris, Spanyol, Jerman, Rusia, Arab Saudi, Kuwait, China, Korea, dan Jepang. ”Ada ikatan memori. Attachment kuat. Di pandemi ini saya mulai melepaskan. Menyadari ini salah satu yang menimbulkan waste,” tambah Ali.
Babak baru
Untuk mengurangi limbah mode ini pula, siasat tahapan menghabiskan stok koleksi sering kali dibagikan kepada desainer lain. Sebagai Ketua Indonesian Fashion Chamber (IFC), Ali selalu menganjurkan anggota IFC untuk menghindari memproduksi busana baru di masa pandemi. Koleksi busana lama bisa diubah tampilannya agar lebih segar dan terasa baru.
Daur ulang bisa dilakukan asal biaya prosesnya tidak lebih mahal dari harga bajunya. ”Melepaskan itu betul berat. Tapi saya sudah ikhlas. Saya harus bisa membuat lebih baik dari itu. Jangan mengagumi karya lama, jadi tidak bersemangat membuat karya baru. Itu tinggal kenangan dahulu,” tambah Ali.
Keikhlasan melepas karya lama ini semakin didorong keinginan menghadirkan karya yang lebih berkelanjutan. Mulai tahun ini, identitas label Ali Charisma pun akan berubah mengusung koleksi yang lebih menonjolkan wastra Nusantara. Sebagai desainer senior, keinginannya merombak total identitas label itu jadi bukti bahwa ia masih punya ambisi untuk memulai babak baru.
Pada koleksi yang ditampilkan dalam pergelaran busana kali ini sebenarnya sentuhan wastra Nusantara, seperti tenun, sudah tampak. Tenun itu antara lain hadir sebagai aksen tali ikat pinggang atau menjadi atasan busana perempuan.
”Saya melihat wastra Nusantara belum didesain untuk pasar internasional. Belum ada yang sukses tembus internasional benar-benar bawa nama wastra Indonesia,” kata Ali.
Pada babak baru label Ali Charisma nantinya, busana dari wastra Indonesia yang disuguhkan akan lebih mengusung busana kasual. Karakter karyanya pun akan berubah lebih menyasar konsumen yang telah mapan dalam pola pikir. Sensualitas perempuan yang selama ini kental terasa dalam tampilan busana karyanya akan berkurang dan tergantikan busana yang lebih tertutup.
Demi menginspirasi generasi muda pada konsep berkelanjutan di dunia mode pula, pergelaran busana ”Sustainability & Charity Event” ini juga melibatkan lima sekolah mode, yaitu ESMOD Jakarta, Ciputra University Surabaya, Istituto di Moda Burgo Indonesia, Institut Seni Indonesia Denpasar, dan Institut Kesenian Jakarta.
Kreativitas mahasiswa
Saat dihubungi terpisah pada Rabu (3/3/2021), Ketua Program Studi Desain Produk Mode Fakultas Seni Rupa IKJ Mangesti Rahayu menyebut 30 karya dari lima mahasiswanya tampil di pergelaran itu. Dalam karya berjudul ”The Beauty of Legacy” sang perancang, Nur Alfianita, terinspirasi sebuah ritual karnaval tua suku Buton di Sulawesi Tenggara.
Salah satu ciri khas yang diambil dari motif kain tenunnya adalah kebiasaan menggunakan motif dengan corak bertabrakan. Material yang digunakan berbahan lembut sejenis katun premium, bermotif kotak-kotak dan menggunakan bahan-bahan lurik bermotif garis-garis sebagai bahan utama.
”Sifat eksentrik diwakili melalui aksen paneling tabrak corak motif dan warna. Juga detail nyeleneh dan progresif,” kata Mangesti.
Karya menarik lain ditampilkan dari koleksi rancangan Alfian Andang Wisudawan, ”Breaking The Challenge”. Lewat karyanya Alfian sekaligus mencoba berbagi pengalamannya sebagai seorang penderita buta warna. Rancangannya lantas didominasi warna hitam dan putih.
Selain warna tegas hitam dan putih, kondisi emosional sang perancang sendiri tampak dari pilihan bahan, motif, serta teknik paneling dan potongan yang digunakan. Alfian menggunakan bahan bertekstur kasar, motif garis abstrak dan tak teratur, yang disusun dalam potongan tegak, mendatar, menyamping, dan juga asimetris.
Dari sekolah mode Esmod Jakarta ditampilkan 64 tampilan busana dari 64 desainer, yang sebelumnya pernah tampil pada peragaan busana bertajuk ”Fashion Feast” di akhir 2020. ”Kami mengajak lebih banyak orang menggunakan bahan secara maksimal dan menghasilkan limbah seminimal mungkin atau zero waste pattern,” ujar Chike Herningtias, Event and PR Manager ESMOD Jakarta, saat dihubungi, Rabu (3/3/2021).
Lewat kompetisi FAV (Fashion Art Vibes) tahun 2020, Esmod Jakarta juga mengusung tema ”Deco Reco” untuk merekonstruksi pakaian lama menjadi bentuk baru. Esmod Jakarta juga secara aktif bekerja sama dengan para produsen fiber berbahan dasar ramah lingkungan.
Dengan demikian, kecintaan pada mode berkelanjutan ini bisa dipupuk sejak dini sehingga tak perlu ada tumpukan ribuan baju yang berpotensi jadi limbah mode.