Ikuti Langkah Apple, Google Potong ”Pajak” Play Store
Google memotong pajak Play Store dari 30 persen menjadi 15 persen. Kebijakan Google ini mengikuti apa yang sudah dilakukan Apple yang memotong pajak App Store. Pengembang gim lokal Indonesia menyambut baik keputusan ini.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Google mengurangi potongan terhadap setiap penjualan barang dan jasa digital melalui Play Store. Langkah ini disambut baik oleh pengembang lokal Indonesia, tetapi tetap tidak mengurangi sorotan dugaan pelanggaran aturan antitrust terhadap raksasa Silicon Valley tersebut.
Google, pengelola dan pemilik pasar konten digital Google Play Store, selama ini mengambil komisi 30 persen untuk setiap produk yang dijual. Namun, pada Selasa (16/3/2021) atau Rabu dini hari waktu Indonesia, Google mengumumkan untuk memotong komisi ini menjadi 15 persen mulai 1 Juli 2021.
Potongan ini hanya akan berlaku untuk pendapatan 1 juta dollar AS pertama yang diterima oleh perusahaan pengembang setiap tahunnya.
VP Product Management Google Sameer Samat mengatakan, dengan kebijakan ini, 99 persen pengembang di Google Play akan mendapat keringanan 50 persen. Diharapkan, kebijakan ini dapat membantu pengembang untuk menumbuhkan kapasitas perusahaannya dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.
”Membantu para pengembang menciptakan usaha yang berkesinambungan itu salah satu misi utama Google Play,” kata Samat melalui pengumuman tertulisnya.
Dengan kebijakan ini, 99 persen pengembang di Google Play akan mendapat keringanan 50 persen. Kebijakan ini membantu pengembang untuk menumbuhkan kapasitas perusahaannya dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Kebijakan ini disambut baik oleh pengembang gim lokal Agate. Vice president divisi Entertainment Games Agate Dave Fabrian meyakini, kebijakan baru Google ini mendapat reaksi positif dari semua developer gim lokal.
Hal ini karena, kecepatan produk buatan lokal untuk mencapai batas angka 1 juta dollar AS per tahunnya tidak secepat produk buatan developer raksasa dunia seperti Supercell, Mixi, Playrix, dan Tencen.
”Jadi pastinya, kami bisa banyak memanfaatkan extra revenue ini untuk mendorong pengembangan gim dan marketing activity kami dengan lebih agresif lagi,” kata Dave kepada Kompas.
Berdasarkan perhitungan firma riset pasar aplikasi Sensor Tower, dilaporkan jika kebijakan ini digelar pada 2020, Google hanya akan kehilangan 585 juta dollar AS dari total penghasilan Play Store sebesar 11,6 miliar dollar AS.
Google Play Store adalah pasar aplikasi terbesar di dunia. Menurut Statista, ada sekitar 2,7 juta aplikasi terdaftar dalam pasar digital tersebut. Di posisi kedua terdapat Apple App Store dengan 1,8 juta aplikasi. Agak jauh di posisi ketiga dan keempat adalah Windows Store (669.000 aplikasi) dan Amazon Appstore (450.000 aplikasi).
Kebijakan penurunan potongan ini mirip langkah yang diambil oleh rival Google, Apple, pada November 2020. Saat itu Apple juga memotong ”pajak” App Store dari 30 persen ke 15 persen. Bedanya, program ini lebih tertutup; hanya berlaku bagi pengembang dengan pendapatan kurang dari 1 juta dollar per tahun (Rp 14,4 miliar).
Langkah ini diambil di tengah sorotan publik dan industri terkait kekuasaan Apple dan Google yang dinilai terlalu besar dalam distribusi aplikasi dan konten digital melalui App Store dan Play Store.
Kedua raksasa tersebut dituduh beraksi monopolistik pada pertengahan 2020 saat menendang gim populer Fortnite dari App Store dan Play Store.
Hal ini karena, pengembang Fortnite, yakni Epic Games, memberi jalan bagi penggunanya untuk membayar barang dalam gim tanpa perantara App Store dan Play Store demi menghindari pajak 30 persen. Sebuah gugatan pun dilayangkan Epic Games kepada Google dan Apple pada saat itu.