Tanaman Saja Tak Cukup
Tentang harga selangit ini, kita sering kali dibuat ternganga. Beberapa waktu lalu sempat ramai dibicarakan tentang “pertukaran” tanaman hias dengan mobil atau rumah yang harganya ratusan juta rupiah.
Tanaman hias memang tak sekadar dedaunan. Bersama daun, tangkai, dan akar, tanaman hias membawa serta ragam komponen lain yang membuat penampilannya semakin memikat. Nilainya pun melejit, material ataupun nonmaterial.
Cobalah tanam begitu saja tanaman hias di tanah. Bagi sebagian orang, rasanya bisa jadi berbeda saat menanamnya di dalam pot yang manis. Lalu ditata bersama tanaman lain di atas rak tanaman, dan dipajang di ruang tamu atau teras.
Akan terasa berbeda lagi bila daun-daunnya makin subur dan mengilap berkat pupuk cair yang akhir-akhir ini tampil trendy dengan julukan serum. Di pasaran, harga tanamannya bakal mencapai puluhan juta rupiah pula.
Peluang-peluang ini ditangkap para pelaku usaha di tengah tren hobi tanaman hias semasa pandemi Covid-19. Salah satu yang aktif memasarkan serum adalah penggebuk drum grup band Gugun Blues Shelter, Adityo Wibowo atau akrab disapa Bowie.
”Namanya diubah anak kekinian jadi serum tanaman. Saya tertarik karena ini bisnis keluarga sejak dulu,” ujar Bowie, Senin (22/2/2021).
Serum yang dinamai Srimagani ini menarik perhatian karena warnanya biru, berbeda dengan pupuk cair kebanyakan yang warnanya coklat. Kemasannya pun dalam botol kaca layaknya produk perawatan kulit alias skincare.
Keluarga Bowie berpengalaman memproduksi pupuk cair selama 13 tahun. Pabriknya berlokasi di Kudus, Jawa Tengah. ”Tergantung jenis tanamannya juga. Ada yang satu jam setelah disemprot sudah kayak upacara bendera hari Senin, dari layu jadi berdiri. Tapi ada yang baru terasa efeknya setelah dua minggu,” ujarnya.
Serum ini cukup disemprotkan pada aneka tanaman serupa ketika kita menyemprotkan parfum ke tubuh. Diperkenalkan sejak Januari 2021, tanggapan pasar rupanya cukup bagus. Selain dipasarkan di beberapa kota di Jawa, serum yang akrab disapa Mbak Sri ini juga sudah menjangkau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Pot dan rak
Penunjang tampilan tanaman hias berupa pot tulis diperkenalkan Herlina Puji Astuti lewat label Potkoe. Pot ini diminati karena keunikan lukisannya yang bertema tertentu, misalnya seri lampion Imlek atau hiasan Natal. Saat ini Herlina sudah mempersiapkan desain bertema Lebaran.
Dia bekerja sama dengan perajin tembikar dan pelukis di Bandung. ”Kami tidak menerima pesanan lukisan satuan. Lukisan kebanyakan floral,” ujar Herlina.
Permintaan pot lukis ikut terdongkrak seiring tingginya minat pada tanaman hias. Meski diproduksi di Kota Baru Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, 80 persen permintaan justru berasal dari Jakarta. Pot dikirimkan lewat jaringan pertemanan untuk menyiasati pengepakan, karena mudah pecah.
Rak tanaman untuk memajang tanaman hias juga diminati para penggemar tanaman hias. Seperti yang dibuat oleh Rahayu Lestari di Ngaliyan, Temanggung, dan Fedy Purnawan di Gisikdrono, Semarang Barat. ”Kalau diletakkan di tempat yang sesuai, tanaman hias makin cakep penampilannya,” ujar Tari, yang memulai bisnisnya dari penjualan tanaman hias di Tayota Living Garden.
Kebetulan kakaknya punya keahlian sebagai tukang kayu, jadilah Tari minta dibuatkan rak tanaman. Awalnya untuk tanaman milik sendiri. Setelah diunggah ke media sosial, banyak yang tertarik dan memesan.
”Aku lebih suka dari bahan kayu karena saat diletakkan di dalam ruangan jadi lebih manis bersanding dengan furnitur lainnya. Bahannya dari limbah jati dan mahoni, jadi bisa dijual miring, mulai Rp 50.000 sampai Rp 400.000,” imbuhnya.
Tari memilih kayu bekas pembuatan lemari atau tempat tidur karena rak tanaman tidak butuh kayu lebar. Desainnya berupa kotak dengan kaki penopang, bentuk Z, dan rak susun. ”Agar semakin manis tampilannya, rak susun bisa diisi selang-seling tanaman hias dengan buku atau boneka. Cocok bagi mereka yang sekarang gemar menata ruangan saat pandemi,” kata Tari.
Demikian halnya Fedy, pemilik usaha Tukang Kembang, yang bekerja sebagai guru dan fotografer. Dari bisnis tanaman hias, dia merambah ke rak tanaman. Dia memilih mengombinasikan material kayu dan besi agar tampilan lebih dinamis. Bentuknya pun beragam, dari rak susun hingga bentuk segitiga yang paling digemari. Harganya berkisar antara Rp 250.000-Rp 1,3 juta.
”Rak ini awalnya dari coba-coba, saat ada teman sopir travel yang kehilangan pekerjaan karena pandemi. Kebetulan dia terampil dengan kerajinan kayu. Bahan rak dari kayu jati belanda bekas palet, lalu saya tambah elemen besi agar lebih menarik,” ujarnya.
Selain menjual koleksi tanaman dan pot, tiga sahabat, Rafii Putra Wedaswara, Bondan Alfa Dhira, dan Baptista Varani Christian melebarkan bisnis ke jasa desain taman, dekorasi tanaman interior, hingga menggelar bazar tanaman terkurasi Plant Week di Bandung.
Berlatar belakang pendidikan arsitektur, mereka mengusung label Plant Your Plan sejak 2018. Untuk desain taman maupun dekorasi interior, mereka menggunakan basic house plant serta tanaman yang penyediaannya bekerja sama dengan petani. Umumnya tanaman tropis dan tanaman kering atau dry garden dengan tampilan menonjolkan elemen natural.
Pasarnya umumnya klien perseorangan, kafe, restoran, dan penyelenggara acara khusus, seperti peluncuran singel penyanyi Afgan dan Raisa. ”Tantangannya, belum tentu bagus sesuai gambar. Tanaman itu makhluk hidup, perlu adaptasi. Enggak bisa langsung bagus. Harus kompromi dengan klien,” ujar Rafii bersama Bondan saat dihubungi.
Harga selangit
Koleksi tanaman hias yang mereka tumbuhkan sendiri sebagian di antaranya adalah tanaman ”sultan” yang harganya selangit. Biasanya dijual satuan kepada para pencinta tanaman. Rafii mengatakan, tahun 2020, penjualan tanaman semacam ini meningkat pesat, begitu juga eksposurnya.
Tentang harga selangit ini, kita sering kali dibuat ternganga dengan nominalnya. Beberapa waktu lalu sempat ramai dibicarakan tentang ”pertukaran” tanaman hias dengan mobil atau rumah yang harganya ratusan juta rupiah.
Seperti dialami Ahmad Zamroni (45), yang menjual salah satu tanaman hiasnya hingga Rp 26 juta. Rumahnya di Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara, tampak hijau dan segar oleh aneka tanaman hias, seperti Philodendron majestic, Aristolochial leuconeura, Xanthosoma, Anthurium balaonaum, Caladium lindenii, dan masih banyak lagi.
Tak hanya cantik dan sedap dipandang, harganya pun tak main-main. Misalnya Anthurium forgetii dibanderol kisaran Rp 2 juta. Philodendron majestic untuk satu daun saja Rp 1,5 juta-Rp 2 juta, tergantung ukuran daun.
Empat tahun lalu dia bergelut dengan tanaman, termasuk tanaman hias yang mulai ramai di kalangan pencinta tanaman hias. Dengan keahliannya memotret, foto tanaman itu kerap dia unggah ke media sosial. Seiring pandemi, tanaman-tanaman hias tumbuh besar dan mulai banyak yang menaruh minat.
”Dijual enggak? Aku jawab belum. Mikirnya eman-eman (sayang). Namanya hobi, kan, pakai perasaan. Sudah tiga tahun merawat, jadi belum mau jual,” kata Roni.
Sampai kemudian Roni melihat situasi pasar yang makin menarik. Monstera, misalnya, harga pasarnya bisa lebih Rp 20 juta. Dia pun memutuskan mulai menjual tanamannya pada Oktober 2020. Dia menawarkan Monstera thai constellation variegata berdaun delapan yang ditawarkan Rp 27 juta.
Responsnya luar biasa. ”Yang tanya banyak, ada artis segala,” imbuhnya.
Saat ada yang menawar Rp 26 juta, dia pun goyah dan melepaskan si monstera kepada pemilik baru. Selanjutnya dia menjual kuping gajah dan Pastazanum Rp 13 juta dalam hitungan jam. Cacahan Monstera dengan dua daun Rp 3 juta.
Hasil penjualan dijadikan modal untuk membeli tanaman lain yang belum dimiliki demi mewujudkan cita-cita sebagai petani dan mimpi memiliki nursery. Dia pun optimistis prospek tanaman hias di masa depan masih bagus.
”Dahsyatnya tanaman ini, satu jenis saja enggak cukup. Satu jenis punya satu juga enggak cukup,” ujar Roni.