Lebih dari setahun sejak meluncurkan kamera digital medium format GFX 100, Fujifilm meluncurkan GFX 100S. Kamera ini berukuran lebih kompak sekaligus lebih ringan. Namun kemampuannya tak kalah dengan pendahulunya.
Oleh
Eddy Hasby
·4 menit baca
Di pengujung bulan Mei 2019, Kompas berkesempatan berkunjung ke pabrik kamera Fujifilm di kawasan Sendai, Jepang. Pabrik ini merakit kamera digital medium format GFX 100. Saat itu untuk pertama kalinya Fujifilm meluncurkan kamera digital bersensor besar berkemampuan 102 megapixel. Kamera ini memiliki berat 1.400 gram dengan ukuran 156 x 144 x 75 mm, terasa cukup berat saat digenggam.
Setelah melintas waktu lebih dari satu tahun, kamera yang cukup populer di kelas medium format ini kembali dikembangkan dengan seri terbarunya, GFX 100S. Generasi kedua ini memiliki postur tubuh yang lebih kecil dan lebih ringan dari GFX 100.
Kamera GFX 100S yang diluncurkan akhir Januari 2021 lalu, itu, memiliki berat hanya 900 gram dengan ukuran 150 x 104 x 44 mm. Dibandingkan pendahulunya, berat dan ukuran kamera terbaru ini terpotong hampir separuhnya.
Pengecilan pada tubuh GFX 100S ini diharapkan dapat menyesuaikan mobilitas fotografer pengguna kamera digital medium format. Kamera menjadilebih kompak untuk dibawa ke manapun, terutama untuk pemotretan di luar ruangan.
Meski bobotnya berkurang jauh, bukan berarti kemampuan GFX 100S turun dari generasi sebelumnya. Dalam beberapa hal, kemampuan kamera justru meningkat. Salah satunya dari sisi ketahanan baterai yang sebelumnya menggunakan baterai seri NP-T125 hanya mampu merekam 400 bingkai foto, kini menggunakan baterai seri NP-W235 mampu merekam 460 bingkai gambar.
Pihak Fujifilm juga mendesain ulang sistem IBIS (in body image stabilization) agar 20 persen lebih kecil dan 10 persen lebih ringan dari generasi sebelumnya GFX 100.
Dengan lensa Fujinon GF 80 mm F 1.7 R WR yang baru, desain sistem IBIS baru ini mampu memberikan kemampuan stabilisasi lima sumbu hingga enam stop. Ini artinya, kamera secara dramatis memperluas kemungkinan bagi fotografer untuk memotret tanpa bantuan tripod saat memotret kondisi cahaya rendah dalam kecepatan rana rendah.
Sementara sensor pencitraan gambar BSI CMOS yang berukuran 43,8 X 32,9 mm dan prosesor X-Processor 4 yang ditanam di GFX 100S ini merupakan warisan dari GFX 100. Namun pada sensor dan prosesor GFX 100S ada sedikit peningkatan pada kecepatan mendeteksi fokus dalam kondisi cahaya redup. Dengan menggunakan lensa Fujinon GF 80 mm F1.7 R WR, kecepatan deteksi fokus secara otomatis dalam level cahaya rendah mencapai -5,5EV.
Unit rana GFX 100S juga didesain ulang menjadi lebih ringan 15 persen. Meski demikian, penurunan ukuran ini tidak mengganggu kinerja rana kamera ini.
Di dalam GFX100S juga sudah ditanam fitur Pixel Shift Capture untuk pemotretan detail hingga 400 megapiksel. Setelah kamera melakukan pemotretan multi shoot sebanyak 16 bingkai gambar dalam format data RAW, foto-foto yang dihasilkan tersebut kemudian dikombinasikan dengan perangkat lunak Pixel Shift Combiner pada komputer, untuk menjadi satu data RAW dan menghasilkan gambar berukuran 400 megapiksel.
Fitur Pixel Shift Capture digunakan untuk pemotretan khusus, seperti reproduksi ulang lukisan, barang-barang seni serta benda yang sifatnya tidak banyak bergerak. Pasalnya, pada proses blending data foto membutuhkan data foto yang super statis.
Aplikasi Pixel Shift Combiner dapat diunduh secara gratis di situs resmi Fujifilm. Sedangkan untuk pengguna kamera seri GFX 100 generasi pertama, untuk dapat menggunakan fitur Pixel Shift Capture wajib meningkatkan firmware ke versi 3.00 yang tersedia.
Dalam GFX 100S juga ditanam simulasi film baru yang dinamakan Nostalgic Neg. Simulasi ini memunculkan sensasi warna kembali ke tahun 1970-an berkonsep "American New Color". Simulasi film baru ini melengkapi fitur simulasi film yang sebelum sudah tersedia pada beberapa kamera Fujifilm.
Nostalgic Neg dirancang untuk menciptakan kembali tampilan gambar di album foto lama, dengan karakter warna yang kaya bayangan dan corak yang lembut melalui nada tengah dan pencahayaan tinggi.
Pada fitur rekam video, kamera ini masih mempertahankan resolusi 4K (3840 X 2160) tanpa pemotongan gambar dalam kecepatan 30 fps, bit rate 400 Mbps, 10-bit, F-Log atau 12-bit Apple ProRes RAW. Format file menggunakan MOV - HEVC/ H.265, MPEG-4 AVC/ H.264 dan MP4 - MPEG-4 AVC/ H.264, dan menggunakan kompresi video All Intra / Long GOP.
Didukung sensor pencitraan gambar berukuran 43,8 X 32,9 mm membuat gambar video dari GFX 100S ini memang lebih terasa bokeh dari ruang tajam hingga gradasi warna.
Meski demikian, kamera ini lebih diperuntukkan bagi dunia fotografi dan fotografer professional, sehingga pengembangan untuk rekam video terlihat tidak terlalu signifikan.
Perubahan pada GFX 100S juga ada pada mode selektor untuk pemilihan rekam video dan foto yang berada di bagian atas bodi kamera. Kamera juga dilengkapi layar monitor LCD berukuran 3,2 inci dengan fitur layar sentuh bertipe tilt swivel.
Selebihnya, fitur-fitur lain pada GFX 100S ini masih meneruskan yang ada di GFX 100.
Dengan meringkaskan tubuh GFX100S ini, tentunya memangkas juga harga jual. Kalau GFX 100 dipasarkan dengan harga Rp 155 juta, harga GFX 100S turun sekitar 40 persen. “Harga resmi kamera GFX 100S ini di Indonesia Rp 93 juta untuk bodinya saja,” ungkap Anggiawan Pratama, Marketing Manager Electronic Imaging PT Fujifilm Indonesia.