Pada koleksi yang serba longgar ini, kesan ringan dihadirkan lewat tampilan yang banyak dilengkapi dengan baju luaran serupa jaket.
Oleh
Mawar Kusuma
·5 menit baca
Kesetiaan menghadirkan koleksi busana bernuansa Imlek tetap dihidupi oleh desainer Sebastian Gunawan. Karya busananya yang kali ini bertajuk ”China Doll” hadir glamor sekaligus simpel. Koleksinya membawa kembali ke era kuno kekaisaran China, tetapi tetap memikat untuk dikenakan di masa kini.
Kehalusan pengerjaan tangan segera menyeruak ketika mengamati setiap detail karya dari total 30 tampilan ”China Doll”. Ditampilkan dalam rupa presentasi video, kelembutan pengerjaan busana karya Sebastian Gunawan, yang akrab dipanggil Seba, terasa sejak awal pergelaran busana.
Mengambil lokasi pengambilan video di Restoran Tugu Kunstkring Paleis di Jakarta, detail aplikasi dari setiap tampilan disorot lebih tajam oleh mata kamera. Rasa glamor dari setiap tampilannya ditonjolkan oleh jalinan sulaman khas China serta permainan kombinasi bahan atau patchwork.
Motif sulaman yang sengaja dipilih mampu membawakan kesan ceria dan feminin. Bahan patchwork dihadirkan di awal tampilan dengan siluet yang lebih mekar atau trapeze. Patchwork menjadi salah satu wujud kreativitas sang desainer sekaligus untuk mengusung konsep keberlanjutan di kala pandemi Covid-19.
Sebagian dari karya patchwork ini diambil dari koleksi bahan stok kain lama yang kemudian dikombinasikan dengan bahan baru. Beragam perca yang dijalin dalam teknik patchwork ini, antara lain, tampak pada koleksi jaket luaran berwarna semburat merah. Di antara bahan bermotif bunga pada si jaket terlihat garis geometrik yang menjalin potongan bahan.
Warna merah yang lekat dengan kemeriahan tahun baru China juga mendominasi sebagai latar belakang video. Namun, warna-warni tampilan busananya justru berada pada rentang warna yang cukup lebar, mulai dari earth tone atau nada bumi hingga terang. Kombinasinya beragam, mulai dari coklat, krem, emas, oranye cerah, dan merah silver.
Jalinan kisah dalam video presentasi ini dibangun dari kehadiran latar taman bermain di era kekaisaran China. Penampilan setiap model memberi kesan seperti boneka-boneka keramik cantik. Kesan ini diperkuat dengan sepatu mirip boneka, kerudung kepala dari rajutan, serta pelengkap tas kecil.
Tidak monoton
Di Eropa, semua boneka lucu dari porselen mengkilap dikenal sebagai china doll. Boneka-boneka China ini umumnya didandani dengan busana tradisional dari masa kekaisaran. ”Orang berpikiran cheongsam identik baju yang ngepas badan. Padahal, kalau lihat sejarahnya, awal-awal busana empress China itu sebenarnya emang lebih loose (longgar),” ujar Seba saat dihubungi, Senin (8/2/2021).
Melongok tradisi busana pada masa mula-mula permaisuri China itulah lantas Seba menghadirkan koleksi dengan busana yang cenderung longgar dengan lengan besar. Ia pun banyak memproses siluet pada lengan. ”Bajuku kebanyakan loose. Lebih rileks. Dengan di rumah terus, orang malas harus vintage-vintage,” ujar Seba.
Pilihan busana longgar ini memang terasa nyaman dipakai di kondisi pandemi ketika orang-orang masih lebih banyak beraktivitas dari rumah. Baju longgar berupa gaun terusan pendek, gaun panjang, luaran, serta celana tiga perempat.
Meskipun tak pas melekat di badan seperti kebanyakan busana cheongsam yang biasa dipakai ketika Imlek, cita rasa Tionghoa tetap mengemuka.
Seba juga menghadirkan cetakan gambar perempuan China zaman dulu sebagai penegasan bahwa busana tersebut memang terinspirasi dari lukisan permaisuri China. Selain unsur China, Seba juga menyelipkan sedikit sentuhan pakaian tradisional Korea, hanbok.
Nuansa, Imlek juga hadir dari pemakaian aksesori. Hiasan rajutan yang dipakai di kepala, misalnya, diberi rumbai tassel di ujungnya. Tassel serupa jalinan simpul dekoratif ini menghadirkan siluet hiasan rambut China masa lalu, tetapi dengan gaya modern. ”Ada yang ketika dicopot aksesorinya jadi enggak terlalu chinese lagi,” kata Seba.
Koleksi ”China Doll” terasa semakin unik dengan hadirnya aneka jenis kerah yang tak melulu berupa kerah shanghai seperti biasa dilihat pada busana cheongsam. Keragaman kerah ini pun sudah ada dari zaman busana para permaisuri. Ada kerah mirip selempang putih, kerah lain mirip dasi, atau kerah seperti selendang.
Beberapa tampilan busana bahkan dibiarkan dengan potongan bulat tanpa kerah. ”Untuk memberikan alternatif. Tidak monoton, tidak terlalu membosankan, dan memberi pilihan. Mau pakai kerah V atau bulat, tapi dengan aksesori hiasan kepala, dengan elemen material, total look akan memberi kesan berbeda,” tutur Seba.
Kesan ringan
Pada koleksi yang serba longgar ini, kesan ringan dihadirkan lewat tampilan yang banyak dilengkapi dengan baju luaran serupa jaket. Membidik konsumen dengan rentang usia beragam, kesan muda diselipkan, antara lain, lewat kehadiran celana tiga perempat yang dipadukan dengan atasan trapeze.
Celana juga hadir berpadu dengan jaket setengah lingkaran. Nuansa remaja diperkuat dengan banyak potongan busana serupa baby doll dengan rok tanpa lengan.
Mengadopsi zaman yang menuntut pembatasan fisik, koleksi Imlek kali ini memang terasa lebih ringan dan rileks. Apalagi, pemerintah telah menganjurkan agar perayaan Imlek dilaksanakan tanpa pesta kumpul-kumpul keluarga besar.
Di bagian akhir dari video presentasi ”China Doll”, para model yang berdandan cantik bak boneka ini pun duduk di meja makan panjang. Secara serempak, mereka kemudian memutar telepon untuk kemudian merayakan Imlek lewat sambungan telepon bersama keluarga besar.
Tahun ini, Seba pun memilih merayakan Imlek hanya bersama keluarga inti. Sembari bersantap malam Imlek, ia menghubungi sanak kerabat lewat panggilan video.
”Tidak harus ngumpul, tapi bisa saling bersilaturahmi,” tambahnya.
Berkarya di masa pandemi, lanjut Seba, sejatinya serupa di masa normal. Prosesnya tetap memakan banyak waktu karena harus diawali studi untuk menyatukan nada dan cerita dari 30 tampilan ”China Doll”.
Proses kerja keras itu tidak mengingkari hasil yang mampu menghadirkan koleksi glamor khas permaisuri China yang sekaligus simpel, nyaman dipakai, di era kekinian.