Pandemi Covid-19 kian merontokkan penjualan bunga menjelang Hari Kasih Sayang. Pendapatan pedagang bunga anjlok hingga 50 persen.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pedagang merasakan lesunya penjualan bunga menjelang Hari Kasih Sayang atau Valentine yang diperingati besok, Minggu (14/2/2021). Ini merupakan dampak lanjutan dari pandemi Covid-19.
Yudi (38), pegawai di salah satu kios bunga di Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta Barat, menunggu pembeli di depan kiosnya, Sabtu (13/2/2021). Menurut dia, jumlah pembeli rangkaian bunga jelang Valentine tahun ini turun dibandingkan dengan tahun lalu. Ia mengaku baru menjual 4-5 rangkaian bunga tangan (hand bouqet) selama dua hari terakhir.
”Biasanya pembeli langsung datang ke kios kami untuk membeli bunga. Ada juga yang memesan daring melalui Instagram. Namun, jumlahnya tidak banyak,” ujar Yudi.
Pada Sabtu siang, suasana Pasar Bunga Rawa Belong tidak terlalu padat jika dibandingkan dengan suasana jelang Valentine tahun lalu. Saat ini, pasar tergolong lengang sehingga puluhan pembeli leluasa lalu-lalang membawa bunga-bunga yang dibeli. Pembeli juga bisa berhenti tiba-tiba untuk menanyakan harga bunga kepada pedagang yang ia lalui.
Sementara itu, menurut para pedagang, suasana pasar sebelum Valentine tahun lalu umumnya sangat padat. Para pembeli sampai kesulitan berjalan di dalam pasar.
Jumlah pembeli yang lebih sedikit tahun ini berdampak pula pada pendapatan para pedagang. Salah satu penjual bunga, Saifuddin (30), baru menyelesaikan satu rangkaian mawar putih. Rangkaian bunga itu menjadi rangkaian bunga ketiga yang berhasil ia jual hari ini. Padahal, tahun lalu ia bisa menjual sekitar 15 rangkaian bunga dalam sehari, khususnya menjelang Valentine.
”Pendapatan hari ini baru sekitar Rp 3 juta. Tadi ada yang memesan rangkaian bunga tangan seharga Rp 500.000 dan Rp 1 jutaan. Tahun lalu, jelang Valentine begini, pendapatan bisa sampai Rp 15 juta sehari,” kata Saifuddin.
Lesunya transaksi jelang Hari Kasih Sayang juga dialami pemilik kios Wahid Florist, Wahid (46). Selama 20 tahun lebih berjualan, ini kali kedua penjualan bunga tidak menghasilkan keuntungan signifikan. ”Beberapa tahun yang lalu pernah terjadi, yaitu saat Imlek dan Valentine dirayakan berbarengan,” ujarnya.
Harga satu hand bouqet dipatok minimal Rp 100.000. Harga dan besarnya rangkaian bunga bervariasi sesuai dengan anggaran pembeli. Adapun rangkaian bunga paling mahal yang dikerjakan Wahid pada Valentine tahun ini seharga Rp 5 juta. Rangkaian itu terdiri dari 500 tangkai mawar merah dan putih.
Wahid mengaku, omzet yang diperoleh hari ini Rp 2 juta. Padahal, omzetnya tahun lalu bisa lebih dari Rp 5 juta sehari.
Sejumlah jalan ditempuh demi mengerek pendapatan. Salah satunya, mempromosikan rangkaian bunganya melalui Whatsapp. Upaya itu cukup membuahkan hasil. Per hari, ada 3-5 orang yang memesan bunga kepada Wahid melalui Whatsapp.
”Rencananya saya mau buat toko daring di Instagram. Biar anak saya yang jadi adminnya. Namun, rencana itu belum terlaksana,” kata Wahid.
Bukan kebutuhan pokok
Menurut Wahid, agak sulit menggenjot penjualan bunga di masa pandemi. Ini karena bunga bukan kebutuhan primer, sedangkan daya beli masyarakat masih terbatas.
Menurut Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) oleh Bank Indonesia pada Januari 2021, IKK konsumen Indonesia sebesar 84,9. Angka ini turun dibandingkan dengan periode Desember 2020 sebesar 96,5. Angka di bawah 100 menunjukkan zona pesimistis. Ini memengaruhi keputusan konsumen untuk mengeluarkan atau menyimpan uang.
Sementara itu, tren pembelian hadiah tradisional untuk Valentine (seperti kartu, cokelat, dan bunga) cenderung turun. Hal ini tampak dari Mastercard Love Index yang menganalisis tren belanja konsumen pada Valentine. Data dikumpulkan dari transaksi konsumen melalui kartu kredit, debet, dan kartu prabayar di seluruh dunia.
Mastercard Love Index 2020 menunjukkan, pengeluaran untuk hadiah tradisional melambat. Pertumbuhannya hanya 2 persen selama 3 tahun terakhir. Adapun pengeluaran untuk pemesanan hotel naik 22 persen dan perjalanan romantis naik 13 persen. Sementara itu, pengeluaran untuk makan di restoran tercatat naik 16 persen pada 2019.
”Tren ini mengutamakan pengalaman daripada hadiah tradisional. Tren ini berkembang dan jelas bahwa generasi masa kini menekankan hari Valentine sebagai kesempatan untuk berbagi pengalaman,” tutur Senior Vice President (SVP) Business Enablement and Communications Mastercard Rose Beaumont.