Buku Fiksi dan Pengembangan Diri Laris Selama Pandemi
Minat masyarakat membaca buku tetap tinggi selama masa pandemi. Adapun buku bacaan yang banyak dicari adalah buku fiksi, seperti novel, dan buku pengembangan diri.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Minat masyarakat membaca buku tetap tinggi selama masa pandemi. Adapun buku bacaan yang banyak dicari adalah buku fiksi, seperti novel, dan buku pengembangan diri.
Hal ini terlihat dari tren penjualan buku di perusahaan toko buku ritel PT Gramedia Asri Media. Walaupun penjualan buku di toko ritel Gramedia turun drastis akibat pandemi Covid-19, penjualan buku cetak secara daring mengalami kenaikan sampai 200 persen selama 2020.
Penjualan paket berlangganan buku digital (e-book) juga dilaporkan meningkat sampai 55 persen, lebih dari rata-rata peningkatan 20-30 persen sebelum pandemi.
”Kategori buku yang paling diminati dan berkontribusi pada penjualan terbesar itu novel dan psikologi pulopuler. Jadi, buku pengembangan diri, terkait bagaimana orang tidak stres selama pandemi. Disusul buku masakan, padahal biasanya sebelum pandemi enggak terlalu besar peminatnya,” kata
Corporate Secretary PT Gramedia Asri Media Yosef Adityo kepada Kompas, Sabtu (6/2/2021).
Platform e-dagang Tokopedia juga menemukan peningkatan hobi membaca selama 2020. Membaca buku jadi salah satu dari lima hobi yang terkait dengan kenaikan transaksi belanja di platform tersebut.
External Communications Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya menyebut, tren kenaikan buku bersanding dengan kategori olahraga, berkebun, melukis, dan memasak. Kenaikan transaksi pada kategori buku sendiri mengalami peningkatan hampir 200 persen dari periode sama tahun sebelumnya.
”Kegiatan membaca semakin diminati selama pandemi. Buku tentang religi, pengembangan diri, novel dan sastra serta buku remaja dan anak masih menjadi beberapa kategori buku yang paling populer di Tokopedia,” ungkapnya.
Selain didukung kenaikan minat membaca, Tokopedia mencatat, tren tersebut juga didukung kenaikan jumlah penjual buku sejak pandemi terjadi pada awal 2020. Perusahaan tersebut melaporkan, jumlah penjual buku mengalami kenaikan hampir dua kali lipat.
Hiburan
Sebagian masyarakat mengakui, waktu yang banyak dihabiskan di rumah selama pandemi mendorong mereka untuk mengonsumsi lebih banyak buku. Buku bacaan ringan atau yang menginspirasi untuk melakukan hal baru membantu mereka mengisi waktu.
Perempuan karier di Jakarta, seperti Kartika Sari (30), mengatakan, selama pandemi, ia kembali membeli buku untuk menghibur dirinya dan keluarga ketika di rumah saja. Pandemi membuatnya menjadi hobi menjahit pakaian dan mendongeng untuk anak-anaknya.
”Karena hobi baru itu, saya jadi impulsif sekali membeli buku, terutama waktu awal pandemi. Sebelumnya, karena sibuk kerja dan mengurus anak, susah banget meluangkan waktu untuk hobi ini,” ujarnya.
Buku untuk mendukung hobinya kebanyakan ia dapat dari saluran penjualan daring, termasuk jasa titip buku yang ia ikuti melalui aplikasi pesan. Belakangan, ia juga mencoba membeli buku digital untuk menambah referensi bacaan hobinya.
Narendra (25), pekerja swasta di Bandung yang sudah hampir sebulan bekerja di rumah saja selama pandemi, juga mengatakan lebih banyak memiliki waktu luang untuk membaca buku. Kurang dari setahun pandemi berlalu, pekerja swasta ini menyebutkan sudah melahap hampir 20 buku novel. Buku-buku itu mayoritas ia dapatkan secara digital.
”Mungkin ada sebagian pekerja yang kerja di rumah merasa kesibukan mereka bertambah. Tapi, kebetulan saya enggak. Akhirnya saya melimpahkannya dengan banyak baca novel yang belum sempat saya baca sejak lama,” katanya.
Ia pun tidak menutup kemungkinan untuk membaca buku lebih banyak. Lewat akses perpustakaan digital, Narendra tidak perlu ke mana-mana untuk mendapatkan buku dan mengeluarkan uang banyak. Melalui salah satu perpustakaan buku digital, uang kurang dari Rp 100.000 per bulan cukup untuk mengakses ribuan buku.
Narendra juga mulai keranjingan mengakses audiobook atau buku yang dialihwahanakan menjadi suara. Pengalaman baru dalam menikmati bacaan tersebut menjadi terapi baginya yang semakin bergantung pada gawai.
Buku digital
Digitalisasi buku mau tidak mau menjadi inovasi yang harus dikembangkan para penjual buku. Perusahaan seperti Gramedia, misalnya, sejak beberapa tahun lalu mengembangkan buku digital. Saat ini, mereka telah memiliki 20.000 koleksi buku digital dan akan terus bertambah. Koleksi buku digital pun banyak dipasarkan secara business to business (b to b) ke pemerintahan hingga lembaga pendidikan.
Selain itu, Gramedia juga sudah mengembangkan audiobook, seperti yang sudah berkembang di negara Eropa dan Amerika. ”Untuk pengembangan ini, kami memang tidak melakukan riset pasar karena berinovasi sebelum adanya tren menurut kami penting. Contoh, pengembangan buku digital yang sudah kami buat sejak sebelum pandemi ternyata berguna saat ini,” kata Yosef.
Adapun mengalihwahanakan buku cetak ke bentuk digital dan audio harus mendapat izin dari penulis. Untuk itu, proses alih wahana membutuhkan waktu.
Pada Juli 2020, perusahaan teknologi analisis data asal Perancis, Report Linker, melaporkan, pasar buku digital global diperkirakan akan terus tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) 2 persen pada 2020-2027. Pada 2020, nilai pasar buku digital global sebesar 24,1 miliar dollar AS dan pada 2027 nanti bisa mencapai 27,7 miliar dollar AS.
Forbes, pada September 2020, menyebutkan, pasar buku digital global bernilai 18,13 miliar dollar AS pada 2019. Amazon menguasai 83 persen dari pangsa pasar AS, sedangkan sisanya diisi oleh Apple Books, Barnes & Noble, Kobo, dan Google.