Teman bagi Diri Sendiri
Di tengah pandemi yang membutuhkan stimulasi untuk meningkatkan suasana hati, pakaian dalam yang sesuai dengan karakter diharapkan dapat mendongkrak kebahagiaan dan kepercayaan diri para perempuan selama berada di rumah.
Tidak butuh waktu lama, lini bisnis baru yang mengusung kekuatan cinta pada diri sendiri ini banyak dicari perempuan. Kadang dunia tidak ramah pada perempuan. Penampilan, bentuk tubuh, hingga kategori cantik terasa dituntut mengikuti panduan yang diacu kebanyakan orang. Kebahagiaan jadi pertaruhan akibat mengejar kesempurnaan berbekal persepsi belaka.
”Kalau elu happy, sekeliling elu juga ikut happy. As simple as that,” ujar pendiri dan pemilik Booka, Khairiyyah Sari, Rabu (13/1/2021).
Ya. Tujuan perempuan yang menggeluti bidang mode sebagai kurator ini adalah membahagiakan perempuan dengan mulai menerima dan mencintai dirinya sendiri. Lewat ragam produk yang diluncurkan pada November 2020 dengan jenama Booka, Sari mencoba mematahkan rasa tak aman (insecure) yang kerap melanda perempuan, hanya karena bentuk tubuhnya.
Sebagai salah satu produk lokal, produk Booka akan selalu diminati, yaitu lingerie. ”Sampai kapan pun, barang yang akan selalu dibeli dan dipakai perempuan itu, ya, baju dalam,” ungkap Sari yang semula berencana melahirkan produk tas tangan memanfaatkan kain Makassar, tetapi lantas beralih.
Seketika mendengar kata lingerie, yang terlintas bagi sebagian besar orang pasti pakaian seksi dan terbuka. Padahal lingerie sesungguhnya adalah pakaian dalam yang jamak dipakai semua orang sebelum berpakaian lengkap.
Kata lingerie ini berasal dari Perancis. Linge sendiri berarti ’linen’ dan pertengahan abad ke-18 mulai muncul kata lingerie untuk menyebut pakaian dalam perempuan Perancis yang saat itu berbahan linen. Sejak masa itu, hingga kini, lingerie pun bertransformasi, baik desain maupun bahannya. Fungsinya tetap sebagai pakaian dalam yang terdiri dari bra, celana dalam, kamisol, boxer, jubah, hingga juga slip dress.
”Ini juga jadi sarana edukasi karena di Indonesia ada kesalahan persepsi ini. Termasuk juga kalau nyebut lingerie mikirnya untuk intimate, untuk laki-laki. Untuk penampilan kita di depan laki-laki. Enggak. Kita bikin ini bukan untuk menarik perhatian pria. Ini untuk perempuannya sendiri. Kalau elu happy, aura elu akan keluar sendiri. Kalau suami jadi ikut happy juga, itu additional, ya karena elu udah happy,” jelas Sari yang juga merupakan penggemar lingerie.
Mengawali Booka, Sari melakukan banyak riset dan juga mengobservasi lingkungan sekitarnya. Ia banyak mendengar. Ia juga kembali pada pengalamannya sebagai penata gaya yang sering menemukan perempuan merasa cemas pada bentuk tubuhnya. Dari bentuk perut yang tidak lagi kecil setelah punya anak, pinggul besar, bahkan tubuh yang terlalu kecil dengan ukuran dada besar.
Dari situ lahirlah beragam bentuk pakaian dalam yang menyesuaikan bentuk tubuh perempuan Indonesia sehingga sesaat setelah memakainya dapat menyuntikkan energi percaya diri yang positif. Presentasinya pun tidak menggunakan model. Sebagai sarjana psikologi, Sari menyadari saat orang melihat model menggunakan lingerie, justru dapat memunculkan perasaan insecure.
”Dipakai model bagus, sama gue gimana ya? Model kan badannya bagus. Yang muncul seperti itu nanti. Apalagi ini pakaian dalam. Kita pilih aja, foto produknya aja yang kece tanpa model,” jelas Sari.
Untuk bra, besutan Booka berupa bralette atau bra tanpa kawat. ”Kenapa tanpa kawat? Karena itu bisa dipakai dalam bentuk payudara apa pun, jadi cocok untuk semua perempuan. Branya yang menyesuaikan dengan tubuh, jadi tetap terlihat pas,” ujar Desainer Booka, Ananda Putri.
Mengacu pada tren lingerie di dunia, bra dengan kawat atau yang dikenal dengan push-up bra sudah kuno, bahkan dianggap kurang sejalan untuk menjaga dan merawat kesehatan payudara.
Disediakan juga berbagai pilihan penggunaan. Ada yang bisa langsung dimasukkan tanpa pengait bagi yang ingin ringkas. Ada juga yang dengan pengait belakang atau pengait depan. Untuk saat ini, semua produk Booka yang ditawarkan memiliki motif renda. Namun dalam waktu dekat, Booka juga akan meluncurkan koleksinya yang tanpa renda.
Berbekal bahan stretch lace, mesh, polyester, dan lycra, produk Booka disebut nyaman digunakan untuk berkegiatan sehari-hari. Kenyamanan memang jadi kunci untuk produk pakaian dalam. Ananda yang menempa ilmu pada jurusan khusus lingerie di Esmod dan pernah magang di salah satu jenama lingerie luar menerapkan ilmunya melalui Booka.
”Bahan dan produksi itu di Indonesia. Kenapa enggak Indonesia bikin sendiri, kan? Bikin pakaian dalam ini enggak mudah. Ini barang kecil, tapi cukup fatal. Harus benar nyaman, apalagi untuk kulit sensitif,” kata Ananda.
Karena itu, setiap produknya juga dijajal sendiri oleh mereka. Terlebih lagi, Sari yang memiliki alergi, tidak bisa asal mengenakan sesuatu. Produk celana dalam Booka pun kemudian memakai sebagian bahan organik untuk bagian selangkangan yang biasanya sangat sensitif. Ke depannya, mereka ingin membuat yang memakai bahan organik secara penuh. Salah satu bahan yang dilirik adalah katun bambu.
Bermain warna
Hal lain yang juga menjadi andalan Booka adalah warna tiap produknya. Setelah dua bulan berjalan dan dipesan ratusan orang, mereka menemukan perempuan Indonesia ternyata juga menyukai pakaian dalam berwarna. Pakaian dalam two pieces berwarna toska bernama Saras tak disangka banyak peminat.
Justru warna putih, yang sempat dikira akan laku, malah kurang pembeli. Warna lain yang jelas jadi andalan adalah hitam dan nude. Januari ini, Booka meluncurkan produk baru bernama Mulan dan Lisa berwarna merah. Untuk edisi Valentine, Booka juga tengah menyiapkan warna pink.
”Kalau untuk desain, pakaian dalam kalau dianeh-anehin malah enggak nyaman dan fungsionalitasnya hilang. Jadi, kita main warna. Sekarang anak muda juga kan berani ya, ada yang cuma jadi inner terus dipakein blazer aja luarnya,” jelas Ananda.
Sari juga mengungkapkan permainan warna juga akan menyasar pada tali bra. Misal bra berwarna ungu dengan tali warna kuning. Perpaduan seperti itu akan dicobanya untuk memberi variasi berbeda dari Booka. Penamaan tiap produk yang kental dengan nama perempuan Indonesia, seperti Ira, Maya, Saras, Lisa, Adinda, dan Putri, juga merupakan perwujudan keseriusannya mempersembahkan setiap koleksinya untuk perempuan Indonesia.
Dengan ragam bentuk, model, dan warna, Sari berharap Booka mampu membawa perempuan Indonesia berani berekspresi dan menemukan dirinya. Sari meyakini, lingerie yang nyaman dapat membangkitkan mood. Di tengah pandemi yang membutuhkan stimulasi untuk meningkatkan suasana hati, pakaian dalam yang sesuai dengan karakter diharapkan dapat mendongkrak kebahagiaan dan kepercayaan diri para perempuan selama berada di rumah saja.
”Biar enggak pakai daster batik terus. Gue enggak against sama daster batik, itu emang enak banget. Tapi kalau pakai itu kan bawaan mood-nya langsung drop ya, bawaannya santai banget. Sedangkan, kita butuh semangat, butuh happy. So far, feedback yang masuk ternyata terbukti. Mereka happy. Mereka enggak nyangka kalau ternyata bisa pas memakai pakaian dalam seperti itu,” tutur Sari.
Booka pun menyebut para pelanggannya sebagai sahabat atau teman Booka. Layaknya sahabat yang membantu untuk mencintai diri sendiri dan berani menjadi diri sendiri.