Nusantara ala Santika
Risiko penularan Covid-19 juga diminimalisasi karena para tamu tak perlu saling bergantian menggunakan alat makan yang sama saat mengambil dari atas piring saji.
Protokol kesehatan, termasuk dalam dunia kuliner, kini sudah menjadi semacam keniscayaan dan bagian dari kenormalan baru. Makanan tak lagi cukup sekadar lezat dan menyehatkan, tetapi juga terjamin keamanannya baik saat dimasak, disajikan, maupun ketika dikonsumsi.
Penularan Covid-19 diyakini sangat mudah terjadi pada metode penyajian hidangan yang salah. Baik lewat sentuhan langsung maupun alat makan, yang dipakai bersama. Penyajian prasmanan atau buffet sekarang tak lagi direkomendasikan jika tanpa diikuti sejumlah upaya pengamanan tambahan.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 diatur penempatan petugas pelayanan pada stall buffet. Petugas yang mengenakan masker dan sarung tangan itu mengambilkan dan menyajikan makanan ke para tamu.
Dengan begitu, para tamu tak perlu menyentuh makanan langsung saat di stall buffet. Risiko penularan virus juga diminimalisasi karena para tamu tak perlu saling bergantian menggunakan alat makan yang sama saat mengambil dari atas piring saji.
Metode pengamanan lain yang juga sebetulnya sudah lama dan biasa diterapkan adalah cara ala carte. Setiap tamu memilih sendiri seporsi menu makanan secara personal. Mereka lalu bisa menikmatinya baik di dalam restoran, diantar ke kamar tempat menginap, maupun dikirim lewat jasa layan antar (delivery) ke luar restoran atau hotel.
Sejak masa pandemi, sejumlah restoran hotel, termasuk yang berada di bawah jaringan bisnis hospitality Kompas Gramedia (PT Grahawita Santika), menerapkan aturan protokol kesehatan tadi. Menurut beberapa general manager yang ditemui terpisah, mereka menyediakan sejumlah menu ala carte andalan baru.
Menu-menu khas per orangan itu bahkan ada yang hanya disajikan di restoran Hotel Santika cabang tertentu. Untuk menu khusus ala carte ini masing-masing punya kesamaan, fokus pada makanan-makanan bertema Nusantara, seperti menjadi ciri khas jaringan hotel di bawah bendera grup Santika ini.
Seperti Tenggiri Bumbu Bali yang disajikan di Kembang Sepatoe Restaurant, Hotel Santika Premiere Bintaro. Juga ada menu andalan Sop Buntut Kecombrang di Parigi Restaurant Hotel Santika BSD City-Serpong.
Sementara di Mandalika Restaurant Hotel Santika Premiere ICE BSD City ada Iga Bakar Makassar dan Bebek Serundeng. Menu Iga Bakar Wangi juga bisa dipesan di Edelweiss Restaurant Hotel Santika Bogor. Menu Iga Bakar Wangi disajikan bersama nasi panas yang wangi.
”Untuk menu ala carte, chef suggestion di tempat kami ada pilihan daging ikan tenggiri yang dibakar dan dibaluri bumbu Bali. Daging ikan itu kemudian disajikan bersama nasi putih hangat dan dua potong tempe dan tahu goreng sebagai pelengkap,” ujar Chef Martin, Rabu (13/1/2021).
Walau relatif sederhana dan terkesan masakan rumahan, cita rasa daging tenggiri bakar yang dipadu dengan bumbu kuning nan aromatik lumayan menggugah selera. Aroma kencang dari bahan serai, kencur, dan sedikit terasi membuat tiga kepal nasi panas bertabur bawang goreng seolah tak cukup.
Apalagi jika didampingi minuman dingin manis asam segar Lychee Mojito.
Seolah tak mau kalah dengan sejawatnya, Chef Deden Harmaen dari Hotel Santika BSD City-Serpong menjagokan menu kreasi orisinalnya, Sop Buntut Kecombrang. Seperti namanya, sop buntut yang hanya dijual di cabang Hotel Santika ini memang diperkaya dengan irisan bumbu masak beraroma khas itu.
Pengalaman mencicipi sop buntut kreasi Chef Deden ini memang terbilang membuka wawasan cita rasa. Menu sop buntut yang biasanya identik dengan kuah kaldu bening yang gurih di tangan Chef Deden menjadi punya makna baru.
Selain menjadi lebih beraroma khas, cita rasa yang ada pun seolah menghadirkan sensasi ala rasa asam jeruk dan rasa pedas jahe. Tanpa perlu ditambahi perasan jeruk nipis dan sambal seperti layaknya cara normal menikmati sop buntut olahan sang chef ini terbilang paripurna.
Apalagi potongan daging dan lemak bagian buntut sapi yang disajikan terbilang empuk dan berlimpah. Tak terkecuali juga irisan dadu besar kentang dan wortel.
”Saya variasikan dengan bumbu kecombrang tapi tetap dengan mempertahankan keaslian dan kekhasan sop buntut. Gurih dari kaldu kuah sopnya tetap ada tetapi ditambahi sensasi aroma kecombrang. Kuahnya memang tidak sebening versi orisinal,” kata Chef Deden.
Jika masih belum puas, Chef Deden juga menawarkan menu Nasi Ikan Gurame Nusantara, yang disajikan dalam kotak bento. Ikan gurame digoreng tepung lalu disajikan dengan sandingan sayur cah kangkung dan tahu isi. Tak lupa pula irisan sayuran lalapan mentah dan sambal penambah nafsu makan.
Selain itu, tawaran menu ala carte Nusantara yang tak kalah menarik dan seolah mengguncang keimanan juga disodorkan Hotel Santika Premiere ICE BSD. Lewat dua menu olahan serba bakarnya, Bebek Serundeng dan Iga Bakar Makassar, Chef Michael Pandelaki coba memberi semacam perspektif baru.
”Kenapa saya pilih menu daging bebek, hal itu justru datang dari customer kami sendiri. Mereka bosan dengan hidangan daging ayam dan minta saya coba berkreasi dengan daging bebek. Karena saya anggap olahan gorengan, penyet, atau geprek sudah biasa, akhirnya saya coba diolah jadi bebek bakar,” ujar Chef Michael.
Tak hanya dibakar biasa, daging bebek terlebih dahulu dibumbui dan dimasak dengan api kecil (ungkep). Dengan teknik memasak ini, aroma dan rasa bumbu meresap ke dalam daging dan tulang. Saat dibakar sang chef juga masih menambahinya lagi dengan kecap berbumbu olahannya sehingga daging yang dihasilkan tak hanya gurih, beraroma bakar, tetapi juga manis berbumbu.
Sebagai penyempurna, daging bebek bakar berbumbu tadi juga masih ditaburi olahan serundeng, yang tak hanya gurih, tetapi juga bercita rasa sedikit pedas. Serundeng yang terbuat dari bahan parutan daging kelapa itu diolah biasa tetapi pada sentuhan akhirnya ditambahi sambal terasi.
Untuk seratnya, sang chef menambahkan olahan beberapa jenis sayuran, seperti pakcoi, irisan wortel, tauge, dan sawi putih, yang direbus biasa lalu dicampur sambal cabai rawit.
Hidangan kedua yang tak kalah menerbitkan selera adalah Iga Bakar Makassar. Walau membawa nama ibu kota provinsi di wilayah Indonesia timur, sejumlah elemen tambahannya justru identik dengan menu ala Minang, Sumatera Barat, seperti rebusan daun singkong dan terung balado.
Tak hanya beraroma bakar yang kuat dan lezat, iga bakar olahan Chef Michael juga terasa empuk dan gurih manis serta aromatik. Untuk mengempukkan, kata Chef Michael, dirinya terlebih dahulu mengolah daging iganya dengan cara diungkep bersama bumbu-bumbu lalu memprestonya untuk kemudian baru dibakar.