Kolaborasi adalah Kunci
Kolaborasi memungkinkan pelaku usaha untuk berbagi biaya, ide, dan memperbesar corong pemasaran. Roh dari kolaborasi adalah gotong royong, bukan kompetisi.
Kolaborasi sejatinya sudah melekat dalam keharian bangsa ini. Jauh sebelum pandemi mengempas, roh gotong royong ditiupkan pendiri bangsa lewat koperasi. Terbukti, kolaborasi alias kemitraan dalam wajah kekinian makin marak menjadi kiat mengarungi badai pandemi.
Kemitraan ini makin kreatif melintas bidang yang selama ini tak terbayangkan, misalnya kolaborasi pengusaha kuliner dengan joki visual (VJ), musisi, hingga desainer. Produsen cokelat artisan lokal Pipiltin Cocoa, misalnya, berkolaborasi dengan seniman grafis gerak dan VJ berbakat Tanah Air yang karyanya sudah mendunia, Isha Hening, dan band Goodnight Electric.
Melalui produk baru hasil kolaborasi tersebut, konsumen mendapat pengalaman baru menikmati cokelat, visual, dan musik secara bersamaan. Dalam kolaborasi bersama Isha, Pipiltin Cocoa menghasilkan produk cokelat bar, almond toasted bread, dengan kemasan berdesain khusus.
Dalam setiap kemasan cokelatnya terdapat barcode, yang bisa diakses lewat aplikasi daring untuk mendengarkan lagu berbeda. ”Isha membuat playlist lagu-lagu untuk didengarkan pada waktu tertentu sambil menikmati cokelatnya. Audio menurut sebuah riset bisa memperkuat stimuli rasa tertentu di lidah,” ujar Tissa Aunilla yang mendirikan Pipiltin Cocoa bersama adiknya, Irvan Helmi.
Baca juga: Jangan Berhenti Berdenyut...
Sementara dalam kolaborasi dengan grup band Goodnight Electric, kedua belah pihak, menurut Tissa, juga sama-sama puas. ”Mereka bisa mengeluarkan merchandise berbentuk batangan cokelat rasa baked cheese. Komunitas atau fanbase mereka juga sudah kuat banget sampai istilahnya whatever you sell we buy. Tadinya kami berpikir coba saja dulu dan tak terlalu berekspektasi,” ujar Tissa.
Semula Tissa khawatir jika harga produk cokelat, yang dijual Rp 50.000 per batang, bakal dianggap terlalu mahal. Namun, ketika dijual barsama merchandise band seharga di atas Rp 200.000 malah laris bak kacang goreng.
Pipiltin terbilang lincah menggelar berbagai kolaborasi selama pandemi. Meski begitu, menurut Irvan, kolaborasi tetap butuh penyamaan frekuensi. Hal itu terutama terkait narasi dan pemahaman antarpihak yang akan berkolaborasi. Pipiltin pun selama ini tidak asal saja berkolaborasi dengan pihak yang punya banyak follower.
”Walau kualitas rasa (cokelat) tetap fundamental, kalau narasi jelas, orang kadang juga sudah enggak lagi berpikir ini enak atau enggak, melainkan oh gue suka sama narasinya dan gue mau dukung itu,” ujar Irvan.
Citra restoran
Kolaborasi dengan musisi juga dilakukan oleh Sedjuk Bakmi & Coffee di Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta dan Cinere, Depok, Jawa Barat. Pendiri Sedjuk Bakmi & Coffee, Muhammad Kautsar, yang akrab disapa Igor, mengatakan, pihaknya ingin menggaet generasi muda dengan menguatkan citra restorannya yang dekat dengan musisi.
Ia antara lain menggandeng Iga Massardi untuk meluncurkan empat makanan dan satu minuman. Nama vokalis dan gitaris Barasuara itu dicantumkan dalam menu Iga Massardi x Sedjuk. Kerja sama mereka diwujudkan dengan menu iga membara yang disajikan bersama bakmi, ricebowl, mi shirataki, dan nasi shirataki.
Baca juga: Glodok Menantang Pandemi
Foto hitam putih Iga yang mengenakan batik dan tengah bermain gitar terpampang di sela daftar hidangan tersebut. Bakmi iga membara kini malah termasuk menu favorit. Sajian seharga Rp 55.000 per porsi itu juga dilengkapi jamur dan sambal geprek.
Igor dan Iga membuat sejumlah menu lantas mencicipinya. Mereka suka dan sepakat menghidangkannya. Sebelumnya, Igor menggaet Feast dan Hindia. ”Siapa sih yang enggak dengerin musik? Saya pun suka. Kalau mau menyasar anak muda, musik media paling menyenangkan,” ujarnya.
Kolaborasi dengan pertimbangan memperkuat citra restoran juga dilakukan Tiasa Plant-Based Canteen di Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, dan Jalan Kihiur, Bandung, Jawa Barat. ”Sengaja kolaborasi dengan sesama yang masih sama-sama merintis biar maju sama-sama. Hampir semua produk kolaborasinya jalan,” ujar pemilik Tiasa, Ghea Anisa.
Bersama restoran lain, Tiasa yang mengusung makanan sehat menghidangkan menu kolaborasi seperti vegan cake dengan TRF Homemade, yasaimase dengan Bansan, serta Salad dengan Serasa. Untuk menu vegan ramen yang dibuat dari mie shirataki, tanpa bawang, dan bebas gluten, Tiasa berkolaborasi dengan desainer mode Maya Ramadiyani. Maya membuat kaldu ramennya, sedangkan Tiasa meracik bahan ramen lainnya.
Sengaja kolaborasi dengan sesama yang masih sama-sama merintis biar maju sama-sama.
Semangat kolaborasi ini terbukti menjadi salah satu faktor yang mendongkrak penjualan. Di Tiasa, tren kenaikan omzet terus terjadi dan bahkan melonjak drastis tiap kali pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar. Hasil penjualan dari menu kolaborasi ini pun kemudian dibagi rata sehingga saling menguntungkan.
Kopi kolaborasi
Untuk minuman, Tiasa antara lain berkolaborasi dengan Coffeedential menghadirkan es kopi susu vegan (misugaru latte). Coffeedential menyediakan bahan baku kopi, sedangkan Tiasa meraciknya dengan campuran susu vegan. Kolaborasi di kalangan pecinta kopi seperti ini tergolong sedang marak-maraknya.
Kedai kopi ternama Anomali menggandeng Motomobi dengan merilis kopi turbo demi mendukung kampanye #LocalsupportLocal. Kopi Kulo tidak ketinggalan. Mereka berkolaborasi dengan Hydro Coco, minuman kelapa dalam kemasan. Sementara Kopi Kenangan, bekerja sama dengan Nyonya Meneer meluncurkan produk varian jamu.
Gerakan saling dukung yang lebih masif juga terjadi di antara komunitas kedai kopi di sejumlah daerah. Melalui media sosial, mereka berkolaborasi mendukung dan mempromosikan antarkedai kopi agar industri kopi Indonesia bisa bangkit. Beberapa yang terlibat adalah Black Eye Coffee, Sipirock, Kopiiya, Karakterkopi Bali, Semeja Bali, dan masih banyak lagi.
Earshouse, kafe musik yang dikelola musisi Endah N Rhesa, juga sempat meluncurkan produk kopi susu kolaborasi bersama sejumlah musisi di awal pandemi. Kopi susu dalam botol berukuran 1 liter tersebut, di menu disebut Earhouse For Artist, dijual seharga Rp 100.000 per botol. Untuk setiap botol kopi susu yang terjual, musisi yang terlibat dalam kolaborasi mendapat bagian Rp 10.000.
Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, menyebut bahwa roh dari kolaborasi adalah gotong royong, bukan kompetisi.
Baca juga: Tetap Bergeliat, Usaha Kuliner yang Menyasar Anak Muda
”Kooperatif itu berbagi, semua untung. Konsep ini mestinya dikembangkan dari skala mikro masyarakat hingga menata ekonomi nasional. Kooperatif atau kemitraan akan menciptakan kekokohan,” ujar Enny.
Dalam istilah makroekonomi, Enny melanjutkan, fundamental ekonomi akan jauh lebih kuat karena saling menguntungkan.
Kolaborasi menjadi semakin penting di tengah situasi pemulihan ekonomi yang kian kompleks dengan tingkat ketahanan ekonomi masyarakat semakin menurun. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memprediksi tingkat kemiskinan pada 2020 meningkat menjadi 9,7-10,2 persen atau 26,2 juta-27,5 juta orang.
Meskipun pandemi memorakporandakan struktur perekonomian, dukungan kekuatan ekonomi dalam negeri cukup besar. Kontributor utama pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga sebanyak 57 persen. ”Meski daya beli rendah, untuk kebutuhan pokok tetap dibutuhkan. Yang masih mampu dijangkau masyarakat tapi mampu bersaing dengan produk kelas global,” kata Enny.
Direktur Utama SMESCO Indonesia (Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan UKM) Leonard Theosabrata menambahkan bahwa kolaborasi memampukan pelaku usaha untuk berbagi biaya, ide, dan memperbesar corong pemasaran.
”Pandemi ini sisi positifnya juga banyak, mendorong integrasi, kolaborasi, akselerasi sehingga yang survive keluar masa pandemi adalah orang unggul atau bisnis unggul,” kata Leonard.
Lewat kolaborasi yang kaya narasi, mereka lantas menjadi pemenang dengan menghadirkan produk yang tak sekadar laris, tetapi juga teruji badai krisis.