Pembaruan Whatsapp Memicu Kesadaran Privasi
Saat Whatsapp mengumumkan kebijakan privasinya yang baru pada awal Januari ini, kalimat sumir ”integrasi dengan Facebook” cukup untuk membuat masyarakat pengguna aplikasi pesan instan tersebut khawatir.
Saat Whatsapp mengumumkan kebijakan privasinya yang baru pada awal Januari ini, kalimat sumir ”integrasi dengan Facebook” cukup untuk membuat masyarakat pengguna aplikasi pesan instan tersebut khawatir akan nasib data pribadi masing-masing.
”Paksaan” untuk menyetujui kebijakan itu sebelum 8 Februari 2021 pun tidak membantu mengurangi rasa waswas; hanya mereka yang setuju sebelum tanggal itu, yang akan dapat terus menggunakan aplikasi pesan instan ini.
Backlash atau penentangan langsung muncul dari seluruh dunia. Whatsapp dianggap tidak menghargai privasi pengguna karena membagikan data pribadi pengguna kepada pihak ketiga. Whatsapp pun menunda implementasi kebijakan privasi baru ini hingga 15 Mei 2021.
Masyarakat pun ramai-ramai mengunduh aplikasi alternatif seperti Telegram dan Signal. Masyarakat tampak memiliki perhatian yang tinggi terhadap isu privasi. Namun, reaksi ini sebetulnya agak terlambat. Mengapa?
Baca juga : Ramai-ramai Menceraikan Whatsapp
Karena, lalu lintas data antara Whatsapp dan Facebook sudah terjadi. Whatsapp telah melakukan hal ini sejak 2016. Dalam kebijakan privasi yang diumumkan pada 25 Agustus 2016, Whatsapp mengumumkan bahwa pihaknya telah membagikan sejumlah data penggunanya, seperti tipe ponsel, jenis sistem operasinya, alamat IP, hingga nomor ponsel.
Data ini pun diberikan kepada aplikasi dan layanan lain yang tergabung dalam ”keluarga Facebook”, seperti Instagram dan Messenger.
Secara umum, jika dilihat lebih dalam, sebetulnya tidak banyak yang berubah dalam pembaruan kebijakan privasi kali ini. Whatsapp tetap tidak bisa membaca isi percakapan personal yang terlindungi enkripsi dari ujung-ke-ujung (end-to-end encryption). Whatsapp juga tidak mencatat daftar panggilan atau kontak yang paling sering dihubungi. Lalu apa yang baru?
Keperluan bisnis dan transaksi
Hal yang baru pada kebijakan privasi Whataspp kali ini terkait Whatsapp Business. Salah satu contohnya adalah model bisnis Whatsapp Business untuk menyediakan layanan percakapan layanan pelanggan (customer service) melalui Whatsapp.
Perusahaan yang menggunakan Whatsapp Business ini dapat memakai server milik sendiri atau milik Facebook untuk menjalankan layanan pelanggan berbasis Whatsapp tersebut. Namun, artinya, perusahaan tersebut dapat membaca dan mengolah data percakapannya dengan pelanggan.
Misalnya jika ada barang yang pengguna lihat atau tanyakan kepada suatu toko atau perusahaan melalui Whatsapp Business, informasi tersebut dapat menjadi dasar bagi si perusahaan untuk memasang iklan di Facebook atau Instagram.
”Kami tidak menyimpan catatan dengan siapa saja Anda berkirim pesan atau melakukan panggilan. Kami juga tidak dapat melihat lokasi yang Anda bagikan dan tidak membagikan daftar kontak Anda dengan Facebook. Tidak satu pun dari hal tersebut yang berubah dengan adanya pembaruan kami,” bunyi keterangan Whatsapp saat menunda implementasi kebijakan privasi baru hingga 15 Mei mendatang.
Baca juga : Pengguna Mengharapkan Aplikasi Pesan yang Lebih Melindungi Privasi
Namun, kegagalan Whatsapp memberikan penjelasan yang mudah dimengerti oleh pengguna sejak awal tanpa sengaja telah memicu kesadaran masyarakat mengenai privasi dan perlindungan data pribadi. Masyarakat menjadi sadar bahwa ada pilihan lain.
Sudah terlanjur
Berdasarkan data firma analisis aplikasi ponsel, Sensor Tower pada pekan lalu, Signal diunduh 17,8 juta kali dari App Store maupun Play Store selama sepekan 5-12 Januari 2021. Angka ini menunjukkan peningkatan 61 kali lipat dibandingkan pekan sebelumnya yang hanya sekitar 285.000 kali.
Telegram juga mengalami peningkatan. Pada periode yang sama, aplikasi ini diunduh 15,7 juta kali. Meningkat dua kali lipat dibandingkan periode sebelumnya yang hanya sekitar 7,6 juta kali. ”Sebanyak 25 juta pengguna bergabung ke Telegram dalam 72 jam terakhir,” kata pendiri Telegram Pavel Durov pada Selasa (12/1/2021).
Whatsapp, di sisi lain, mengalami penurunan dari 12,7 juta kali menjadi 10,6 juta pengunduhan. Menurut pakar budaya digital Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, dengan ketentuan yang menyebabkan pengguna merasa terancam privasinya, Facebook dan Whatsapp meletakkan dirinya pada posisi menjadi platform yang tidak sepenuhnya bakal digunakan oleh penggunanya.
”Orang yang sadar data bisa saja akan hengkang dari Facebook dan Whatsapp,” kata Firman.
Kesimpangsiuran kebijakan privasi Whatsapp ini pun memicu campur tangan pemerintah di sejumlah negara dan bahkan persoalan hukum.
Otoritas pelindungan data Italia (Garante per la protezione dei dati personali) menilai, Whatsapp tidak dengan jelas menjelaskan pembaruan apa yang akan dilakukan dan bagaimana data akan diolah. Bahkan, otoritas Italia juga telah meminta perhatian dari Dewan Perlindungan Data Eropa (European Data Protection Board/EDPB).
”Otoritas meyakini bahwa pengguna akan dapat memahami perubahan apa yang akan dilakukan Whatsapp maupun bagaimana data akan diolah,” bunyi pernyataan resmi tersebut.
Negara lain bahkan lebih reaktif. Pekan lalu, otoritas persaingan usaha Pemerintah Turki mengumumkan akan menginvestigasi Whatsapp dan Facebook.
Kantor media Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Kementerian Pertahanan Turki pun mengumumkan kepada wartawan bahwa mereka memindahkan grup WhatsApp ke aplikasi BiP, yang dimiliki oleh Turkcell.
Pada awal pekan ini, Kementerian Teknologi India pun dilaporkan Reuters telah mengirimkan surel kepada bos Whatsapp Will Cathcart untuk membatalkan pembaruan kebijakan privasi.
Sebuah petisi juga telah dilayangkan ke pengadilan tinggi Delhi, India, pada Kamis pekan lalu. Petisi itu menyebut bahwa Whatsapp telah mengancam keamanan nasional India denga membagikan, mengirimkan, dan menyimpan data di negara lain.
Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G Plate pun telah memanggil Whatsapp dan Facebook untuk meminta pejelasan. Plate meminta Whatsapp dan Facebook untuk menjelaskan pembaruan ini dengan lebih jelas, transparan, dan lebih mudah dipahami.
Para rival
Sebagai alternatif, Signal mungkin yang paling mirip dengan Whatsapp. Perlindungan enkripsi secara default aktif untuk setiap percakapan. Signal juga menyediakan konferensi video dengan maksimal 8 partisipan. Grup juga dapat beranggotakan hingga 1.000 pengguna. Signal didirikan pada 2018 oleh Brian Acton, salah satu pencipta Whatsapp, setahun setelah keluar dari Whatsapp dan Facebook.
Signal juga mendapat perhatian setelah sejumlah tokoh memberikan endorsement, seperti biliuner pendiri SpaceX dan CEO Tesla Elon Musk dan CEO Twitter Jack Dorsey.
Sensor Tower mengestimasi bahwa Signal telah diunduh sebanyak 58,6 juta kali.
Telegram, di sisi lain, sudah jauh lebih populer. Durov mengatakan bahwa jumlah pengguna aktif aplikasi buatannya tersebut mencapai 500 juta pengguna tiap bulan.
Telegram juga memiliki fasilitas percakapan yang terenkripsi, tetapi bukan default. Untuk mengaktifkan aplikasi terenkripsi, pengguna harus memulai mode percakapan Secret Chat.
Meski demikian, Telegram memiliki sejumlah fitur unik. Jumlah anggota grup Telegram dapat mencapai 200.000 anggota. Wall Street Journal menyebut ini menjadi alasan mengapa Telegram banyak digunakan oleh para kelompok demonstran di Hong Kong, Iran, dan Belarus.
Telegram juga memiliki fitur unik lainnya seperti mode voting dalam percakapan. Pengguna juga dapat menggunakan Telegram untuk melakukan video call personal sejak Agustus 2020. Namun, di sisi lain, belum ada fitur konferensi video atau group video chat.
Hendak bermigrasi ke Signal atau Telegram, atau bahkan tetap di Whatsapp tetap menjadi pilihan masing-masing. Kesadaran dan kepedulian akan privasi perlu terus diaplikasikan untuk aplikasi dan layanan lainnya.