Rancangan yang membawa pemakainya melihat lebih dalam pada kecantikan di dalam diri serta berani menjadi diri sendiri.
Oleh
Dwi As Setianingsih & Riana A Ibrahim
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 turut mengubah wajah dunia mode di Tanah Air. Rancangan kebaya dan gaun pengantin tampil lebih sederhana dan personal, tetapi terasa kuat pada nilai dan makna. Rancangan yang membawa pemakainya melihat lebih dalam pada kecantikan di dalam diri serta berani menjadi diri sendiri.
Hal itu setidaknya terlihat pada rancangan yang disuguhkan dua desainer Tanah Air, yaitu Era Soekamto dan Stella Rissa, di ajang Trend Show 2021 Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI). Untuk pertama kalinya, pergelaran busana tahunan IPMI yang tahun lalu memasuki tahun penyelenggaraan ke-34 tersebut digelar secara daring pada 21-22 November 2020.
Era Soekamto menyuguhkan tiga rancangan kebaya yang menjadi bagian dalam koleksi bertajuk ”Tara” yang bersumber dari kearifan Nusantara. Tara adalah seorang dewi yang hidup di Boko, Yogyakarta, pada abad ke-9. Ajaran utamanya tentang welas asih, yang merupakan esensi kecantikan sejati. Bahwa sesungguhnya, kecantikan bersumber dari dalam diri.
Inti ajaran Tara tersebut menjadi dasar rancangan Era dengan tagline Beauty Comes From Within. Seperti halnya welas asih yang merupakan esensi kecantikan sejati, kebaya rancangannya tak semata-mata sebuah produk yang disematkan untuk membuat pemakainya terlihat cantik, tetapi menjadi mindfull fashion yang bermakna lebih bagi pemakainya.
”Biasanya, standardisasi cantik itu sebuah propaganda yang dibuat oleh advertising dan produk. Misalnya, rambut mesti hitam, mesti kurus, mesti tinggi semampai, mesti putih. Muka juga harus tirus kayak Korea sekarang,” tutur Era, Kamis (14/1/2021). Efeknya lalu sangat beragam. Kerap kali negatif.
Dalam konteks busana, kebaya yang mahal kerap selalu diidentikkan dengan payet yang banyak. Menurut Era, tidak harus begitu. Contohnya adalah Kartini yang tetap memiliki persona kuat meski hanya mengenakan kebaya sederhana.
”Nah, ini gimana kita ngebalikin lagi esensi orang Indonesia. Cantik itu datangnya dari dalam. Walaupun dia bisa atau boleh beli baju mahal, tapi bukan berarti kehidupannya itu bergantung sama sesuatu yang di luar. Jadi, bukan baju yang makai orang. Tapi, orangnya yang makai baju,” tutur Era.
Ketiga rancangan Era tampil dalam bentuk kebaya batik bermotif bunga-bunga yang dibordir timbul. Bahan yang digunakan adalah sutra yang ditenun lebih dengan motif khusus. Apabila diperhatikan detail, motif batiknya akan tersembul dengan sangat halus.
Kesan modern muncul dari rancangan yang tak biasa dengan luaran berukuran ekstra. Warna coklat muda yang dipilih memberikan kesan anggun, tetapi tetap berkarakter.
”Walaupun bentuknya sederhana, ada tingkat kesulitan sendiri. Terutama dari materialnya. Kanjeng ratu zaman dulu kalau enggak pakai beludru, ya, katun yang berbordir atau bunga. Kalau pengaruh China, pakai sulaman tangan,” ujar Era.
Koleksi ini dikerjakan sejak dua tahun lalu dan seharusnya dirilis pada Maret 2020. ”Karena pandemi, terdorong-dorong terus,” tutur Era.
Meski begitu, pandemi bagi Era menjadi momentum untuk membangkitkan semangat banyak orang melalui karya-karyanya. ”Secara moral, ini adalah article yang enggak cuma produk, tapi memiliki value,” kata Era.
Koleksi lengkap Tara yang berjumlah 10 buah akan ditampilkan dalam presentasi virtual pada 24 Februari 2021. Koleksi ini sekaligus akan menjadi gerakan untuk mengajak perempuan melihat ke dalam bahwa kecantikan sejati ada di dalam diri.
Gaya personal
Koleksi Stella Rissa yang ditampilkan pada hari kedua pergelaran Trend Show 2021 IPMI juga bukan merupakan koleksi baru. Ada tiga tampilan yang disuguhkan, yang sebenarnya merupakan bagian dari koleksi pertama dan keduanya. Bukan berarti Stella tak punya karya baru. Justru di tengah pandemi, ia lebih produktif karena jenamanya, Stellarissabride, berkembang pesat.
”Tahun 2020 adalah tahun yang challenging untuk dunia fashion. Tetapi, dengan adanya trend intimate wedding, fashion linebridal saya yang hadir menampilkan gaya yang lebih modern dan selalu mengedepankan personal style justru berkembang,” ujar Stella.
Warna putih masih menjadi andalan bagi Stella untuk ragam gaun pernikahan yang dibesutnya. Namun, mendobrak pakem yang ada memang sudah menjadi ciri khasnya. Sumber inspirasinya diperoleh berdasarkan obrolan mendalam dengan para calon pengantin tentang pernikahan impian mereka.
Potongan yang terbuka pada bagian bahu, belahan tinggi pada gaunnya, bahkan kombinasi dengan blazer dibaurkan pada setiap gaun besutannya yang merujuk pada keinginan calon pengantin.
”Yang paling penting adalah rasa di mana setiap calon pengantin saya harus merasa bahagia ketika menggunakan baju pengantinnya. Baju indah bisa dibuat, tapi sebuah baju yang bisa membuat pengantinnya bahagia adalah goal dari setiap koleksi Stellarissabride,” ungkapnya.
Ia menampik jika intimate wedding yang menjadi pilihan di tengah pandemi ini justru membuat pengantin abai pada baju yang akan dikenakan di hari bahagianya.
”Tidak ekuivalen dengan baju, tapi tidak terlalu mikirin tamu yang banyak yang nanti bakal ngomong apa ya kalau aku pakai begini. Tamunya semua orang dekat yang jelas bisa menerima apa adanya. So, I can wear whatever I want dan berani jadi diri sendiri,” ujarnya.
Memakai bahan ringan dan nyaman, seperti sifon atau sutra katun, Stella bereksplorasi sesuai tujuannya menampilkan kecantikan alami dari para perempuan yang mengenakan gaunnya dengan kebebasan untuk menjadi diri sendiri sesuai dengan karakter dan impiannya.
Kasual dan seksi
Selain Era dan Stella, ada Eddy Betty yang juga mengandalkan warna putih dengan bermain payet di setiap gaunnya. Gaun pertama yang dipilih adalah gaun tak berlengan dengan panjang jatuh di atas mata kaki yang dipenuhi kerutan dan rimpel di bagian bawahnya.
Ada pula gaun tak berlengan berpotongan leher rendah dengan bawah dibuat asimetris beraksen drapery. Satu gaun lagi berupa gaun pendek selutut dengan lengan panjang berpayet sederhana dipadu sedikit bulu yang tetap cantik meski terasa kasual. Cocok dikenakan untuk pesta pernikahan yang intim.
Sementara Rusly Tjohnardi menampilkan tiga rancangan yang meski tampak simple, tetapi apik dengan kesan ”playful” yang kuat. Gaun warna putih dengan aksen lapis di bagian dada bermodel mermaid yang khas, gaun berbahan tulle menerawang dengan aksen tumpuk, juga gaun bergaya suspender yang seksi.
Pandemi yang mengungkung, ternyata juga justru membebaskan kreativitas para desainer.