Pengguna Mengharapkan Aplikasi Pesan yang Lebih Melindungi Privasi
Sejak kebijakan baru Whatsapp mencemaskan banyak penggunanya, aplikasi pesan Telegram dan Signal belakangan juga kerap menjadi pembicaraan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan penyedia aplikasi pesan Whatsapp untuk membagi data pengguna ke media sosial Facebook membuat sebagian pengguna tidak nyaman. Faktor keamanan membuat masyarakat beralih ke penyedia aplikasi pesan yang lebih menghargai data pribadi.
Aplikasi pesan Whatsapp, yang dipakai sekitar 2 miliar pengguna di seluruh dunia, baru-baru ini mengubah kebijakan privasi dan persyaratan layanan baru. Sebagian pengguna pun mengaku sudah mendapatkan notifikasi yang menyampaikan tiga pembaruan. Salah satunya, peraturan yang mewajibkan pengguna menyerahkan data ke Facebook, yang satu grup dengan Whatsapp.
Lukman (29), salah satu pengguna Whatsapp sejak sembilan tahun terakhir, telah mendapatkan notifikasi tersebut. Tidak setuju, ia pun mengklik pilihan ”tidak sekarang” kendati perubahan kebijakan itu wajib disetujui mulai 8 Februari 2021 jika aplikasi ingin tetap digunakan.
Baginya, menyetujui kebijakan baru itu berarti ia membiarkan pihak ketiga mengambil datanya. ”Kasus terburuk dari kebijakan ini, kita enggak pernah tahu. Intinya, data kita akan dibagikan ke pihak ketiga,” ujarnya kepada Kompas, Selasa (12/1/2021). Pekerja swasta di Jakarta ini pun berencana beralih ke aplikasi pesan lain yang memiliki kebijakan ramah data pribadi.
Rencana senada juga diutarakan Alfian (31). Ia menyadari pentingnya perlindungan data, khususnya terkait aktivitas profesionalnya sebagai wartawan yang dinilainya kerap berisiko diintervensi.
”Kalau ada alternatif yang menawarkan privasi, gratis, kenapa enggak dipilih,” ujarnya. Ia pun mengaku berencana membuat akun di aplikasi pesan lain untuk lingkaran seprofesinya.
Mengetahui perubahan kebijakan tersebut, Herman (34) yang bekerja di humas di lembaga pemerintahan mengaku tidak kaget. ”Namanya aplikasi gratis pasti ada risikonya, apalagi ini melibatkan data. Namun, untuk keperluan tertentu kita mungkin perlu lihat lebih jauh mana yang sesuai preferensi kita,” katanya.
Risiko pemanfaatan data oleh pihak ketiga di aplikasi pesan sudah ia antisipasi dua tahun terakhir dengan menggunakan aplikasi pesan lain yang dinilai lebih terpercaya, seperti Telegram dan Signal, yang tidak berafiliasi dengan perusahaan teknologi besar.
Menanggapi polemik tersebut, Whatsapp menerangkan bahwa pihaknya telah membagikan data terbatas di belakang layar (backend) dengan Facebook sejak 2016. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur perusahaan.
Adapun kebijakan terbaru yang dikeluarkan tahun 2021 ini lebih difokuskan pada akun Whatsapp untuk bisnis. Pengguna akun bisnis kini dapat menggunakan infrastruktur hosting Facebook untuk percakapan Whatsapp, artinya percakapan yang terjadi pada akun bisnis akan disimpan di server Facebook.
Meski demikian, pengguna akun pribadi masih diberikan kebebasan untuk memilih, apakah mereka ingin berinteraksi dengan akun bisnis tersebut atau tidak. ”Pebisnislah yang menentukan bagaimana mereka menggunakan atau membagikan informasi tersebut,” tulis Whatsapp dalam keterangan resminya.
Pesaing
Sejak kebijakan Whatsapp mencemaskan banyak penggunanya, aplikasi pesan Telegram dan Signal belakangan ini kerap menjadi pembicaraan.
Telegram pun semakin banyak diunduh masyarakat dunia. Firma riset pasar Sensor Tower melaporkan, aplikasi tersebut telah diunduh lebih dari 2,2 juta pengguna di platform Android (Play Store) dan iOS (App Store).
Aplikasi yang diciptakan dua saudara asal Rusia, Nikolai dan Pavel Durovini, itu pertama dirilis tahun 2013. Aplikasi gratis ini juga menyediakan enkripsi end-to-end, seperti Whatsapp, dengan protokol pesan sendiri bernama MTProto. Kendati Telegram menyalin buku kontak penggunanya, ada fitur Obrolan Rahasia yang bisa dimanfaatkan untuk melindungi kerahasiaan informasi.
Adapun aplikasi Signal, keluaran tahun 2013, juga semakin banyak dilirik masyarakat melek teknologi karena sistemnya yang diklaim meminimalkan penyimpanan data pengguna. Aplikasi yang didirikan peneliti keamanan komputer berkebangsaan Amerika Serikat, Moxie Marlinspike, ini pernah didanai mantan pendiri Whatsapp, Brian Acton.
Signal memberi keluwesan kepada penggunanya agar kunci enkripsi disimpan di ponsel dan komputer pengguna. Fitur untuk verifikasi pengguna lain, menghapus pesan otomatis, hingga memblokir tangkapan layar pada kolom obrolan menjadi kelebihannya. Hingga berita ini ditulis, jumlah pengunduh Signal di Play Store saja sudah mencapai 10 juta.
Bagaimanapun, pengguna Whatsapp masih merajai pasar aplikasi pesan. Di Indonesia, pengguna Whatsapp pada 2019, menurut laporan We are Social dan Hootsuite, mencapai sekitar 141 juta pengguna atau 83 persen dari total 171 juta pengguna internet.
Perlindungan pemerintah
Dosen Akademi Televisi Indonesia (ATVI), Agus Sudibyo, pun mengingatkan masyarakat agar tetap berhati-hati menggunakan platform digital gratis. Pasalnya, perusahaan platform digital mana pun mengembangkan model bisnis dari optimalisasi dan monetisasi data penggunanya.
”Menguasai mahadata berarti menguasai dunia. Data kebiasaan pengguna menghasilkan keuntungan. Masalahnya, data kebiasaan pengguna ini lebih kurang sama dengan privasi pengguna,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Direktur Eksekutif Information Communication Technology Institute Heru Sutadi menilai, pemerintah perlu ikut dalam melindungi data pribadi masyarakat pengguna aplikasi meski Indonesia belum memiliki aturan perlindungan data pribadi dalam bentuk undang-undang (UU). Aturan berbagi informasi dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta peraturan menteri terkait perlu menjadi patokan.
Adapun Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Senin (11/1/2021), telah bertemu perwakilan Whatsapp dan Facebook regional Asia Pasifik. Pertemuan itu berkenaan dengan pembahasan Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).