Serial televisi ”The Mandalorian” menjadi serial yang paling banyak dibajak pada 2020 menurut versi BitTorrent. Perkembangan teknologi membuat pembajakan hak kekayaan intelektual semakin marak.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Serial televisi The Mandalorian dinyatakan sebagai serial yang paling banyak dibajak pada 2020 menurut perusahaan teknologi BitTorrent. Serial yang tayang di layanan streaming Disney+ itu ada di peringkat ketiga tahun lalu.
Setelah The Mandalorian, serial atau acara televisi yang paling banyak dibajak ialah The Boys yang tayang di Amazon Prime, Westworld di HBO, Vikings di History, dan Star Trek: Picard di CBS. Selanjutnya, ada Rick and Morty, The Walking Dead, The Outsider, Arrow, dan The Flash.
Pembajakan juga menimpa serial Game of Thrones. Mengutip TorrentFreak, tahun 2019 merupakan tahun ketujuh Game of Thrones jadi serial yang paling banyak dibajak. Kondisi berubah di 2020 karena serial tersebut telah tamat.
Adapun sepuluh serial televisi yang paling banyak dibajak pada 2019 menurut BitTorrent adalah Game of Thrones, Chernobyl, The Mandalorian, The Big Bang Theory, dan Vikings. Selanjutnya, ada The Walking Dead, The Flash, Rick and Morty, Supergirl, dan Arrow.
Kebiasaan menonton film hasil bajakan tidak ada kaitannya dengan latar belakang pendidikan ataupun ekonomi. Mereka sebenarnya sanggup membayar produk legal, tetapi mereka melihat lingkungan sekitar terbiasa mengonsumsi konten ilegal.
Data dari MUSO, perusahaan di London yang memantau pembajakan, menyatakan, Game of Thrones musim kedelapan (musim terakhir) dibajak nyaris 55 juta kali setelah tayang perdana selama 24 jam. Pembajakan terpantau antara lain lewat streaming dan unduhan ilegal.
Pembajakan di Indonesia
Pembajakan hak kekayaan intelektual juga kerap terjadi di Indonesia, misalnya film. Pembajakan berevolusi mengikuti perkembangan zaman. Jika dulu film bajakan berupa kaset dan cakram padat (compact disk atau CD), kini film bajakan beredar bebas di internet.
Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) Edwin Nazir mengatakan, menonton konten gratis dianggap lumrah bagi sebagian warga, termasuk film bajakan. Itu sebabnya, perlu edukasi terus-menerus tentang hak kekayaan intelektual dan dampak mengonsumsi konten bajakan.
”Selain edukasi, perlu penegakan hukum bagi pelaku pembajakan. Itu karena membajak sama dengan mencuri. Pembajakan merupakan bisnis yang memberi keuntungan buat pelaku,” kata Edwin saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (6/1/2021).
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia meriset pembajakan film pada 2017. Riset dilakukan di Jakarta, Medan, Bogor, dan Deli Serdang terhadap 800 responden berusia 15 tahun hingga di atas 35 tahun.
Selain edukasi, perlu penegakan hukum bagi pelaku pembajakan. Itu karena membajak sama dengan mencuri. Pembajakan merupakan bisnis yang memberi keuntungan buat pelaku.
Mayoritas responden adalah lulusan SMA. Pendapatan mereka berkisar Rp 1,3 juta-Rp 2 juta per bulan. Mereka dinilai mampu membayar tiket bioskop, DVD, berlangganan TV kabel, dan platform legal pemutar film.
”Kebiasaan menonton film hasil bajakan tidak ada kaitannya dengan latar belakang pendidikan ataupun ekonomi. Mereka sebenarnya sanggup membayar produk legal, tetapi mereka melihat lingkungan sekitar terbiasa mengonsumsi konten ilegal. Internet memudahkan mereka mengakses hasil bajakan,” tutur peneliti LPEM UI, Chaikal Nuryakin (Kompas, 5/5/2018).
Berdasarkan penelitian di empat kota tersebut, total kerugian produser bisa mencapai Rp 1,495 triliun per tahun. Adapun kerugian secara nasional diperkirakan mencapai Rp 5 triliun.
Pegiat industri film bekerja sama mengumpulkan situs-situs yang menayangkan film bajakan. Daftar situs ilegal kemudian disampaikan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika. Situs tersebut selanjutnya diblokir.