Anyaman Cinta untuk Para Perempuan
Jenama Roro Kenes memang menggambarkan perempuan harus tangguh dan berani. Perempuan harus berdaya. Berani memperjuangkan haknya sendiri.
Cinta membawa banyak kekuatan dan kemampuan untuk berguna bagi sesama. Bermula dari sebuah tas, berbuah energi yang tersalur bagi para perempuan di sekitarnya. Lewat anyaman yang menjadi patron, Roro Kenes tak hanya membawa para perempuan untuk bergaya, tapi juga terus berdaya.
Kesukaan terhadap aneka macam tas membuat pemilik Roro Kenes, Syanaz Nadya Winanto, ditantang ayahnya untuk mengkreasikan tasnya sendiri. ”Carrie Bradshaw di Sex and The City itu, kan, suka sepatu, ya. Nah, kalau saya ini yang dilihat bukan baju, bukan sepatu, tapi tas,” ungkap Syanaz, Selasa (22/12/2020).
Ketika itu, tengah booming tas keluaran jenama ternama Bottega Veneta. Melihat desain dan jenisnya, Syanaz jatuh cinta. ”Dari situ, ayah saya bertanya apakah saya memilih bisa beli atau bisa bikin. Kalau bisa bikin, suatu hari nanti saya akan bisa tegak berdiri dengan sesuatu yang saya bikin dan orang-orang yang mengatakannya, ’I’m using yours’,” ujarnya.
Syanaz pun melobi sang suami. Bukan untuk membeli tas, melainkan untuk mendapat modal awal demi riset yang kelak melahirkan berbagai produk Roro Kenes. Tak ragu, ia membandingkan sejumlah tas yang polanya nyaris serupa dengan besutan merek Italia ini. Ia bedah bahan dan cara pembuatannya.
Tanpa dasar desain atau latar belakang pendidikan mode, Syanaz meneruskan pencariannya berbekal media sosial dan mesin pencari daring. Dari telaahnya, ia dapati pola andalan dari tas mahal itu adalah anyaman. Perburuan tak berhenti. Syanaz melahap berbagai buku tentang anyaman untuk mencari variasi.
”Ya, sudah makin mantap. Lha, anyaman ini, kan, sudah ada dari dulu di Indonesia. Ini malah diklaim Barat. Wis lah saya terus buat. Ini cara untuk preserve our culture dan juga sekarang jadi wadah bagi sumber kehidupan bagi yang mereka tidak lulus sekolah. Cari kerja sekarang susah,” ujarnya.
Belum cukup dengan itu. Kualitas bahan dicarinya yang sesuai. Tidak cukup premium, pengolahan pun disasarnya yang mengedepankan konsep zero waste. Ada beberapa vendor di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur yang diajaknya bekerja sama karena terbukti pengolahan limbahnya mumpuni, bahkan tersertifikasi.
Pengolahan limbah di lokasi workshop juga diatur sangat terperinci. Sisa bahan yang tidak digunakan akan diambil sesama pelaku usaha kecil menengah untuk didaur ulang. Bahan yang digunakannya berupa beragam kulit, kulit sapi, kulit kambing, dan kulit domba.
Untuk desain yang butuh kerangka dan struktur, kulit sapi dipilihnya karena bertekstur lebih kuat. Jika memerlukan tekstur lembut, ia gunakan kulit kambing dan domba. Belakangan, ada inovasi untuk memanfaatkan tenun sebagai bahan tas anyaman produksinya.
”Jadi, ada anyaman kulit dan anyaman tenun nantinya. Saya juga buat tas daur ulang dari sisa kayu yang ada di tempat workshop kayu suami saya. Iseng saja, ternyata, kok, banyak yang minat. Sekarang sudah enggak bikin lagi yang daur ulang, enggak dibolehin suami soale ngganggu tukangnya kerja, ha-ha-ha,” katanya.
Anyaman kulit ini digarap secara manual oleh para karyawannya yang berjumlah 13 orang. Satu karyawan umumnya sanggup mengerjakan satu hingga dua tas per hari tergantung modelnya. Baru-baru ini, ia mengeluarkan anyaman tiga lapis, terinspirasi anyaman gedek bambu. Anyaman ini dinamai salur.
Sebab, sejak mendengar kabar Covid-19 merambah Wuhan, China, Syanaz langsung menyimpan stok hingga enam bulan ke depan. Sesungguhnya 90 persen bahannya berasal dari lokal, hanya perangkat keras, yaitu retsleting dan lain-lain, yang terpaksa diimpor karena alasan kualitas.
Keuletannya sejak 2014 meneliti dan merintis bisnis tas anyaman ini mendapat respons positif. Penjualan melalui banyak pameran dan platform digital laris manis. Karena pandemi, pembelian hanya dapat lewat digital dengan sistem pra-pemesanan. Sebelumnya, para pembeli yang sedang berada di Semarang, Jawa Tengah, bisa menyambangi workshop.
”Pandemi, sekarang karena harus membagi jadwal kerja agar tidak berkerumun, pengerjaannya sedikit melambat, makanya kami open PO,” ujar perempuan yang juga kerap memberikan tips untuk mengembangkan UMKM ini.
Mendunia
Jejak Roro Kenes pun telah mendunia hingga Inggris, Australia, Qatar, Jepang, Singapura, dan Amerika. Saat ke Rusia untuk berpameran dengan Bank Indonesia, ia pernah harus berurusan dengan petugas bea cukai di Bandara Internasional Domodevovo, Moskwa, Rusia pada 2019.
Sekitar 10 tas besutannya tertahan di sana. Pihak bea cukai di sana tak percaya dengan keterangan Syanaz dan daftar harga yang diserahkan. Sebab, dari taksirannya, barang yang dibawa Syanaz memiliki kualitas premium yang setara dengan jenama ternama dunia. ”Dari aku, kan, totalnya sekitar 1.200 dollar Amerika Serikat. Setelah ditaksir sama mereka, katanya jadi 8.400 dollar AS,” jelas Syanaz.
Sambil berkeliling Rusia, ia pun menyadari ceruk pasar yang besar dengan patokan harga yang sangat berbeda. Untuk tas kulit polos saja, harga di Rusia mencapai Rp 6,5 juta. Sedangkan tas anyaman kulit Roro Kenes hanya dibanderol harga Rp 1 juta hingga Rp 3 juta.
Setiap produk tasnya pun dilengkapi dustbag bergaris merah putih dengan pegangan hitam yang juga dapat digunakan secara terpisah. Setiap pembelian produk juga sekaligus berdonasi ke Pundi Perempuan dalam gerakan stop kekerasan dalam rumah tangga.
Syanaz ternyata menyimpan unek-unek yang kemudian disalurkannya lewat kerja sama dengan Pundi Perempuan itu. ”Sama pelanggan itu kita jadi dekat, ya. Kadang ada yang curhat. Dari situ, saya berpikir gimana caranya,” tutur lulusan Asian Institute of Management Filipina ini.
Harus tangguh
Dalam setiap tas yang dibeli, Syanaz menyelipkan flyer yang berisi penjelasan tentang kekerasan dalam rumah tangga. Apa saja bentuknya dan bagaimana respons yang harus dilakukan jika itu terjadi, termasuk cara mencari pertolongan yang tepat.
Di lingkungan kerja, ia juga menerapkan aturan ketat pada karyawannya. Ada sanksi bagi mereka yang melanggar atau kedapatan melontarkan guyonan seksis, misalnya.
Jenama Roro Kenes memang menggambarkan perempuan harus tangguh dan berani. ”Perempuan harus berdaya. Berani memperjuangkan haknya sendiri, termasuk juga untuk persoalan kekerasan. Ini harus disadari oleh perempuan agar bisa bersuara. Dalam berkarya, saya tidak hanya mengejar profit, tapi dari hati dan ada tujuannya. Salah satunya ini untuk sesama perempuan,” ujarnya.
Ya, perempuan sejatinya perlu saling membantu satu sama lain untuk bergerak dan tidak terpinggirkan. Seperti anyaman, saling terikat, bergerak bersama lebih kuat.