Liburan akhir tahun tidak harus ditandai dengan pergi ke luar kota atau ke destinasi wisata. Berlibur di rumah pun bisa bermakna.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Liburan dapat didefinisikan secara luas, tidak hanya pergi ke luar kota, negeri, atau ke destinasi wisata. Berlibur di rumah tetap bisa bermakna asal keluarga berdiskusi secara terbuka tentang keinginan mereka selama libur.
Psikolog Mira Amir saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (23/12/2020), mengatakan, kebahagiaan liburan bergantung pada kemampuan keluarga membangun suasana yang ingin dicapai. Dengan prinsip ini, liburan di rumah saat pandemi seharusnya tidak menjadi masalah.
Menurut dia, ini berhubungan dengan kemampuan pengendalian diri. Cara kita memandang liburan di tengah pandemi merupakan faktor internal, sedangkan pandemi merupakan faktor eksternal. Orang yang dapat mengendalikan faktor internal cenderung mampu merasa senang dan puas dengan keadaan yang ada.
”Intinya adalah bagaimana keluarga membangun narasi yang positif. Biasanya ini merupakan tanggung jawab orangtua. Nanti anak-anak akan belajar dari orangtua,” kata Mira.
Kendati hanya di rumah, orangtua dapat mengajak anggota keluarga berdiskusi tentang perasaan atau kegiatan yang ingin dilakukan saat liburan. Komunikasi terbuka seperti ini penting agar setiap anggota keluarga merasa dihargai. Suasana liburan yang menyenangkan pun bisa dibangun walau hanya di dalam rumah.
Adapun definisi liburan yang baik bergantung pada kebutuhan setiap keluarga. Misalnya, keluarga yang jenuh dengan pekerjaan bisa merancang hari libur di rumah bebas gawai. ”Jadi, terlalu sempit jika kita medefinisikan libur dengan bepergian ke luar kota atau ke destinasi wisata,” ujar Mira.
Libur menjadi penting untuk penyegaran otak. Menurut Mira, otak perlu diberi stimulasi yang berbeda. Rutinitas yang monoton membuat otak jenuh dan jika dibiarkan bisa mengarah pada burnout. Adapun burnout merupakan respons psikologis seseorang terhadap paparan stres jangka panjang.
Sekretaris Jenderal Asian Federation of Psychiatric Association Nova Riyanti Yusuf sependapat. Menurut dia, dampak tidak bisa berlibur adalah burnout. Ini terjadi karena ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dan sumber daya dalam diri menghadapi tuntutan tersebut.
”Biasanya orang termotivasi bekerja ketika memikirkan libur akhir tahun. Namun, hal berbeda terjadi saat pandemi karena orang tidak tahu kapan bisa kembali berlibur akibat pandemi,” katanya, Selasa.
Psikolog dan profesor di University of Groningen, Belanda, serta Tampere University, Finlandia, Jessica de Bloom, mengatakan, beristirahat dari pekerjaan sangat penting. Mengambil cuti secara teratur krusial untuk mengumpulkan kembali energi positif dalam diri. Seseorang juga bisa melakukan pemulihan diri dan relaksasi selama libur.
”Berlibur saat pandemi mungkin terdengar gila karena Anda tidak bisa melakukan hal-hal yang disukai. Namun, hasil penelitian tentang staycation menunjukkan bahwa efek berlibur di rumah hampir tidak berbeda dengan berlibur di tempat lain,” tutur De Bloom kepada CNN.
Trik berlibur
Psikolog klinis dan penulis buku The Key to Calm, Linda Blair, kepada majalah Popular Science mengatakan, menikmati liburan di rumah bisa dilakukan. Langkah pertama adalah mengubah total rutinitas yang biasa dilakukan. Seseorang dapat memulai hari dengan urutan terbalik, misalnya makan setelah bangun tidur, melakukan aktivitas petang di pagi hari, dan seterusnya.
Kedua, menyingkirkan hal atau barang yang berasosiasi dengan pekerjaan. Misalnya, menyingkirkan tas kerja yang dipakai sehari-hari. Berkendara atau berjalan melalui rute yang berbeda pun disarankan.
Ketiga, tiru destinasi wisata yang ingin Anda kunjungi. Terakhir, rencanakan bagaimana Anda ingin menghabiskan liburan di rumah.