Prospek industri properti tahun depan masih dibayang-bayangi pandemi Covid-19. Namun, dua kunci utama bagi berkembangnya properti adalah kepastian kelanjutan pembangunan infrastruktur dan kebijakan moneter.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·6 menit baca
Perlahan tetapi pasti, berbagai adaptasi harus dilakukan industri properti sepanjang tahun 2020. Tahun yang penuh tantangan sekaligus pembelajaran berharga. Para pengembang pun dipaksa memaksimalkan kreativitas, baik dalam desain sesuai kebutuhan hidup sehat maupun strategi pemasaran yang menggeser cara-cara konvensional. Adaptasi dan berbagai perubahan ini tak bisa ditawar-tawar. Tak mudah menangguk keuntungan di tengah keterbatasan akibat pandemi Covid-19, mulai dari jaga jarak yang selalu diingatkan hingga kekhawatiran calon konsumen yang sangat tinggi. Sebagian besar pelaku industri properti mau tak mau bergeser ke inovasi digital. Tren ini kemungkinan berlanjut pada 2021.
Meski tahun depan akan ditandai kehadiran vaksin Covid-19, prospek industri properti tahun depan masih dibayang-bayangi pandemi berkepanjangan ini. Namun, dua kunci utama yang menentukan bagi berkembangnya properti adalah kepastian kelanjutan pembangunan infrastruktur dan kebijakan moneter pemerintah.
Direktur PT Metropolitan Land Tbk Wahyu Sulistio di Jakarta, Jumat (11/12/2020), menyebut tahun 2020 sebagai tahun yang penuh tantangan. Dampak pandemi, terutama di masa awal pemberlakuan PSBB, membuat penjualan properti ikut tergerus. Ada kekhawatiran calon konsumen berkunjung ke lokasi pembangunan perumahan, misalnya.
”Kami merespons dengan lebih meningkatkan kegiatan pemasaran melalui digital marketing, baik campaign melalui search engine marketing maupun live IG, product knowledge melalui Zoom meeting, dan webinar. Beberapa pameran virtual yang diadakan oleh beberapa bank dan marketplace property juga menjadi salah satu cara pemasaran,” kata Wahyu.
Tantangan tersebut juga dirasakan PT Indonesian Paradise Property Tbk (INPP). Ada perubahan perilaku konsumen dalam memutuskan pembelian properti. Konsumen lebih selektif dan menahan diri dalam memilih produk properti sehingga produk yang ditawarkan harus memiliki keunggulan spesifik.
”Sebagai developer, kami terdorong lebih inovatif. Skema kemudahan pembayaran, mengubah cara pemasaran konvensional menjadi digital marketing melalui optimalisasi penggunaan media sosial, ataupun kolaborasi dengan para influencer dianggap mampu mendongkrak penjualan properti,” kata Direktur INPP Taufik.
Layanan tur virtual pun ditawarkan sebagai alternatif kunjungan ke show unit. Yang tak kalah pentingnya memberikan pengkinian data kepada para calon konsumen untuk menunjukan komitmen perkembangan pembangunan di lapangan. INPP meyakini, produk yang unik, ikonik, dan terbatas tetap memiliki peluang pasar tersendiri.
Sinar Mas Land menyebut 2020 sebagai masa yang sulit. Butuh adaptasi cepat demi ketepatan membidik sasaran untuk tetap tumbuh dalam situasi sulit ini.
”Kami beradaptasi dengan kondisi market yang ternyata didominasi first home buyer dari kalangan milenial. Karena sasaran utama milenial, produk baru benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan pasar, baik desain maupun harga yang sangat affordable. Terbukti, revenue pasar pencapaian PT Bumi Serpong Damai Tbk Januari-September 2020 mencapai Rp 4,7 triliun,” kata Alim Gunadi, Managing Director Strategic Business and Services Sinar Mas Land.
Summarecon Serpong pun menyebut tahun 2020 ini sebagai pembelajaran berharga. Mereka harus beradaptasi dan berinovasi, mulai dari desain produk, konten, cara berpromosi, hingga perubahan cara penjualan, dari offline menjadi digital atau online.
”Hal ini diperlukan demi tetap meyakinkan konsumen untuk berinvestasi saat ini. (Kami) harus lebih gencar memperkenalkan karya dan kelebihan Summarecon Serpong. Kami juga menciptakan produk-produk unggulan yang disesuaikan kebutuhan dan tantangan atas kondisi terkini,” kata Magdalena Juliati, Executive Director Summarecon Serpong.
Budiarsa Sastrawinata, Presiden Direktur PT Ciputra Residence, memandang, gaya hidup masyarakat kini sudah berubah. Seiring dengan perubahan itu, pengembang yang dahulu belum mengutamakan digitalisasi, kini, mengintensifkan digitalisasi produk, terutama tur virtual bagi calon konsumen. Memang, sebelum betul-betul memutuskan pembelian rumah, konsumen perlu mendatangi lokasi rumah yang akan dibangun.
”Mereka kini membeli home, bukan sekadar house. Bukan sekadar membeli bangunan lagi, tetapi juga suasana lingkungan, terlebih mereka semakin tergugah akan pentingnya lingkungan yang sehat,” kata Budiarsa.
Marine Novita, Country Manager Rumah.com, dalam Paparan Akhir Tahun Pasar Properti 2020 di Jakarta, Senin (7/12/2020), menjelaskan, industri properti sesungguhnya memiliki optimisme tinggi saat memasuki tahun 2020. Hal itu didorong berbagai program pemerintah untuk mempermudah kepemilikan rumah.
Setelah kebijakan untuk konsumen menengah-bawah lewat fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), rumah subsidi, dan program sejuta rumah, pemerintah juga berupaya menggerakkan pasar menengah ke atas dan investasi lewat pelonggaran Pajak Barang Mewah (PPnBM) serta relaksasi loan to value (LTV) untuk pembelian rumah kedua dan seterusnya.
Sayangnya, semua optimisme tersebut tertahan akibat pandemi Covid-19. Indikasinya, indeks suplai properti kuartal pertama 2020 turun. Padahal, indeks suplai properti tahunan biasanya naik pada kuartal pertama dibanding kuartal keempat tahun sebelumnya.
Data Rumah.com Indonesia Property Market Index (RIPMI) menunjukkan, secara kuartal, harga properti pada kuartal III-2020 meningkat 0,53 persen (quarter-on-quarter). Kenaikan ini menjadi sinyal positif bagi pasar properti.
Sinyal positif pengujung tahun juga terlihat pada RIPMI-Suplai. Indeks suplai secara tahunan pada kuartal III-2020 berada pada angka 144,7 atau naik 24,9 persen (year-on-year). Ini sekaligus menjadi indeks tertinggi dalam lima tahun terakhir. Kecemasan sempat muncul ketika indeks suplai ini mengalami penurunan 7 persen pada kuartal I-2020 atau awal masa pandemi.
Tren pasar
Tahun 2021, fokus pemerintah menjadikan infrastruktur sebagai ujung tombak perekonomian nasional masih terlihat dengan alokasi anggaran Rp 413,8 triliun. Anggaran ini naik 47,2 persen dibanding tahun 2020 sebesar Rp 281,1 triliun setelah mengalami penyesuaian terkait situasi pandemi.
Besaran anggaran infrastruktur tahun 2021 ini mencapai 24 persen dari total APBN 2021. Pembangunan infrastruktur ini ditujukan untuk pemulihan ekonomi, penyediaan layanan dasar, dan peningkatan konektivitas.
Tentunya, peningkatan konektivitas transportasi publik bisa berdampak langsung pada perkembangan properti pada daerah-daerah satelit. RIPMI menunjukkan kenaikan indeks harga properti pada area-area yang dilintasi oleh jalur tol.
Sementara itu, pembangunan sarana transportasi massal, seperti MRT dan LRT, juga terus berjalan. Tersedianya sarana MRT, LRT, dan KRL menjadi daya tarik bagi konsumen properti di Jabodetabek. BUMN Adhi Commuter, misalnya, membangun 10 apartemen dengan bendera LRT City di sepanjang jalur LRT di Jabodetabek seiring pembangunan LRT yang masih berjalan.
Sebelumnya, pengembang BUMN Perumnas bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia lebih dulu mengembangkan tiga hunian berkonsep pembangunan berorientasi transit (TOD), seperti di Tanjung Barat (Jakarta Selatan), Pondok Cina (Depok), dan Rawa Buntu (Serpong).
Marine menyatakan, dalam beberapa tahun terakhir, tata Kota Jakarta Raya berkembang pesat. Setelah terkoneksi dan merasakan kenyamanan, minat konsumen membeli properti bergeser. Mereka tak lagi keberatan membeli properti di lokasi yang agak jauh dari Jakarta asalkan dekat dengan transportasi umum, seperti KRL, Transjakarta, serta LRT dan MRT.
Fokus utama lainnya adalah sisi moneter. Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 3,75 persen pada 19 November 2020. Keputusan ini sebagai langkah lanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
”Penurunan BI7DRR selalu menjadi indikasi terhadap tingkat inflasi dan stabilitas eksternal. Kalau suku bunga BI7DRR ini tetap terjaga atau bahkan kembali turun pada Desember ini, kita bisa mengharapkan situasi ekonomi lebih stabil pada 2021,” ujar Marine.
Tentunya, laju penurunan suku bunga BI7DRR ini diharapkan juga diikuti suku bunga KPR. Hingga Agustus 2020, rata-rata suku bunga KPR dan KPA sejak Januari 2019 sebesar 8,75 persen, sedangkan rata-rata bunga BI7DRR 5,15 persen. Pergerakan bunga KPR dan KPA tampaknya belum sedinamis BI7DRR.
Padahal, hingga saat ini, suku bunga masih menjadi pertimbangan utama dalam pembelian properti. Suku bunga KPR yang lebih rendah tentunya akan membuat konsumen lebih percaya diri dalam mengambil keputusan pembelian properti.