Uni Eropa Bakal Bisa Kenakan Denda Miliaran Dollar AS terhadap ”Big Tech”
RUU Digital Markets Act dan Digital Services Act diharapkan dapat memaksa perusahaan raksasa untuk menghargai kompetisi dalam pasar dan melindungi pengguna dari konten ilegal.
JAKARTA, KOMPAS — Lengan eksekutif Uni Eropa, Komisi Eropa, mengajukan dua rancangan undang-undang yang diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat, baik dari dominasi perusahaan teknologi yang terlampau besar maupun perdagangan produk dan layanan ilegal di internet.
Seperti General Data Protection Regulation (GDPR), dua regulasi ini dapat menjadi preseden pengaturan komprehensif bagaimana pengelola platform internet berperilaku.
Dua rancangan undang-undang ini adalah Undang-Undang Pasar Digital atau Digital Markets Act (DMA) dan Undang-Undang Layanan Digital atau Digital Services Act (DSA).
Baca Juga: Apakah ”Big Tech” Terlalu Besar?
Wakil Presiden Komisi Eropa Margrethe Vestager mengatakan, dua regulasi ini akan berfungsi saling melengkapi. Tujuan akhirnya adalah memastikan pengguna memiliki banyak pilihan produk dan layanan daring, serta bisnis yang beroperasi di Eropa dapat bersaing secara adil di jagat daring.
”Kita semua seharusnya dapat melakukan transaksi daring secara aman dan dapat memercayai berita yang kita baca. Hal yang ilegal di dunia luring harusnya juga ilegal di dunia daring,” bunyi keterangan resmi Vestager pada Rabu (16/12/2020) waktu Indonesia.
Dalam DSA, perusahaan teknologi mendapat pengawasan yang lebih dalam dan perlindungan pengguna yang lebih komprehensif. Contohnya, platform diwajibkan terbuka mengenai algoritma yang digunakannya untuk memberikan rekomendasi konten kepada penggunanya.
Platform juga diwajibkan menciptakan mekanisme yang memungkinkan pelanggan menggugat keputusan moderasi yang dilakukan oleh platform.
Bahkan, platform besar juga diwajibkan memberikan akses kepada peneliti terhadap data-data penting untuk membantu memahami bagaimana ancaman siber terus berkembang.
Baca Juga: Apple Turunkan ”Pajak” App Store
Pengelola platform juga diwajibkan bekerja sama dengan otoritas untuk mencegah peredaran konten, produk, dan layanan ilegal. Platform juga wajib meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi pengguna yang menjual barang dan layanan ilegal di platform tersebut.
Antimonopoli
Hal yang menarik dari rancangan DMA ini adalah sebuah pengaturan yang khusus mengatur para raksasa teknologi, yang begitu mendominasi sehingga memiliki peran sebagai gatekeepers atau penjaga gerbang internet. Uni Eropa menggolongkan perusahaan gatekeepers ini sebagai mereka yang layanannya telah sistemik.
Perusahaan-perusahaan ini berposisi sebagai penjaga gerbang antara perusahaan lain dan masyarakat, contohnya melalui layanan mesin pencari, platform jejaring sosial, platform pesan instan, dan sistem operasi. Perusahaan-perusahaan ini memiliki kontrol yang besar sekali terhadap aplikasi, produk, dan layanan yang bisa sampai ke masyarakat.
Empat dari lima raksasa teknologi dunia, Apple, Amazon, Google, dan Facebook, dengan pengaruhnya yang besar, dapat digolongkan sebagai perusahaan-perusahaan gatekeepers tersebut.
Apple dan Google, misalnya, selain mengelola platform perdagangan aplikasi, mereka juga memiliki aplikasi yang bersaing di platform tersebut.
Dengan DMA ini, contohnya, para raksasa teknologi ini dilarang memperlakukan produk dan layanannya secara istimewa di platform yang ia miliki. Para perusahaan gatekeepers ini juga akan tidak diperbolehkan untuk melarang pengguna menghapus aplikasi bawaan pada ponsel pintar, contohnya.
Baca Juga: ”Deal” Miliaran Dollar Google-Apple di Tengah Pusaran Antimonopoli
Apabila para raksasa teknologi ini gagal mematuhi aturan, perusahaan ini dapat didenda hingga 10 persen total pendapatan dalam setahun. Bahkan, Uni Eropa dapat memaksa sebuah perusahaan untuk dipecah atau melakukan divestasi terhadap sebuah lengan usahanya.
Mengambil contoh Apple, misalnya. Jika Apple terkena denda 10 persen pendapatan, ini setara dengan Apple kehilangan total seluruh penjualan komputer Mac, mulai dari laptop Macbook, desktop tingkat Mac Mini, hingga workstation Mac Pro.
Menilik laporan keuangan terbaru Apple, pendapatan tahunan Apple untuk 2020 adalah 274,5 miliar dollar AS (Rp 3.886,4 triliun). Di sisi lain, total pendapatan dari penjualan Mac adalah sekitar 28,6 miliar dollar AS (Rp 404,9 triliun).
Kontroversi
Senior Policy Advisor di lembaga advokasi hak digital Eropa, European Digital Rights (EDRi) Jan Penfrat mengatakan kepada Euronews bahwa, dengan DSA dan DMA, Eropa dapat kembali menjadi teladan dunia untuk isu persaingan usaha di ranah internet dan perlindungan pengguna.
”Saya berharap DMA dan DSA dapat menjadi pedoman bagi dunia, seperti GDPR sebelumnya,” kata Penfrat.
Seperti diketahui, GDPR dianggap sebagai regulasi paling komprehensif mengenai pelindungan data pribadi di dunia. Regulasi yang mulai diimplementasikan pada 2018 ini menjadi dasar banyak negara dalam merancang regulasi pada isu ini, termasuk RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP) di Indonesia.
Menanggapi dua draf regulasi ini, Facebook menganggap DSA dan DMA adalah langkah yang tepat untuk menjaga ”semangat internet yang sesungguhnya”. Facebook menyatakan akan mendukung regulasi yang membangun iklim inovasi, menjaga adanya kompetisi, dan melindungi kesejahteraan masyarakat.
”Kami memahami bahwa peraturan semacam itu harus diterapkan kepada kami sendiri,” kata juru bicara Facebook.
Apabila para raksasa teknologi ini gagal mematuhi aturan, perusahaan ini dapat didenda hingga 10 persen total pendapatan dalam setahun. Bahkan, Uni Eropa dapat memaksa sebuah perusahaan untuk dipecah atau melakukan divestasi terhadap sebuah lengan usahanya.
Momentum ini digunakan Facebook untuk menyindir Apple. ”Kami berharap DMA akan memberikan batasan yang jelas bagi Apple. Seperti yang diketahui, Apple mengontrol seluruh ekosistem dari produk gawainya, platform perdagangan aplikasi, hingga aplikasinya,” kata juru bicara Facebook tersebut.
Baca Juga: Facebook Kemungkinan Bakal Dipaksa Jual Instagram dan Whatsapp
Para platform yang lebih kecil juga mendukung keberadaan regulasi ini. CEO layanan perbandingan harga hotel, Trivago, Axel Hefer, mengatakan bahwa selama ini para platform raksasa secara sistematis telah mengurangi persaingan usaha dan memberikan perlakuan istimewa terhadap produknya sendiri.
Hefer tampak menyindir Google, yang menampilkan layanan perbandingan harga hotel di laman pencarian miliknya sendiri, di atas hasil pencarian yang menampilkan situs-situs perbandingan harga hotel lainnya.
”RUU DMA ini adalah hal yang penting dan sekaligus diperlukan untuk memulihkan kembali semangat persaingan yang adil dan terbuka, yang pada akhirnya akan mendorong inovasi,” kata Hefer.
Di sisi lain, VP Urusan Pemerintahan dan Kebijakan Publik Google Karan Bhatia mengatakan, Google masih terus melakukan review. Namun, Google melihat bahwa regulasi ini tampak hanya menarget sejumlah perusahaan tertentu.
Menurut dia, regulasi ini justru akan mempersulit Google untuk mengembangkan produk baru guna mendukung usaha kecil di Eropa. ”Kami akan terus mendukung regulasi baru yang mendukung jalannya inovasi, meningkatkan tanggung jawab, dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat dan dunia usaha Eropa,” kata Bhatia.
Baca Juga: Apple Kembangkan Mesin Pencari
Hal senada juga disampaikan Wakil Presiden Eksekutif Kamar Dagang AS (US Chamber of Commerce) Myron Brilliant. Ia menyatakan, regulasi ini memunculkan kekhawatiran di pihaknya. Sebab, menurut dia, DMA dan DSA secara khusus menarget perusahaan Amerika dan memiliki denda yang sangat tinggi.
”Tampaknya Eropa justru ingin menghukum perusahaan yang sukses dan yang telah berinvestasi ke Eropa. Regulasi ini justru akan menghambat daya saing Eropa,” kata Brilliant.
Senior advocacy officer pada lembaga advokasi hak kemerdekaan sipil Civil Liberties Union for Europe, Eva Simon, menilai regulasi ini akan memberikan peraturan yang jelas bagi layanan digital. Namun, akan menjadi sia-sia tanpa penindakan yang tegas.
”Memberikan kewenangan bagi otoritas untuk menindak bukan serta-merta berarti bahwa mereka akan menegakkan aturan ini,” kata Simon. (REUTERS)