Kami Berlatih Yoga 200 Jam
Tiga hari pertama, saya benar-benar kesulitan mengikuti latihan. Para master yoga lalu menyarankan saya berdialog dengan tubuh. Bicara sambil mengelus-elus tubuh. Meminta izin kepada tubuh mengajaknya berlatih yoga.
Akhir Oktober 2020, saya menghilang dari Jakarta dan berkelana di Bali. Perjalanan kali ini demi mendalami olahraga yang memadukan olah gerak, napas, dan kosentrasi, yakni yoga. Olahraga ini sangat digandrungi masyarakat dunia dalam 10 tahun terakhir. Bali, termasuk salah satu pusat pelatihan yoga terbaik di dunia.
Sebagai wartawan dan juga pegiat touring sepeda, laptop dan sepeda tidak ketinggalan menyertai kepergian saya ke Bali. Laptop untuk mencatat dan menulis berbagai hal yang dilihat dan didengar, sedangkan sepeda untuk gowes di Ubud dan sekitarnya. Bersepeda di Ubud itu ”sesuatu banget”.
Kamis, 29 Oktober 2020 sekitar pukul 10.30 WIB, saya sudah tiba di Terminal III Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Saya sengaja datang lebih cepat 2 jam karena setiap penumpang yang berangkat, terlebih dahulu harus menjalani verifikasi hasil rapid test Covid-19. Saya khawatir verifikasi memakan waktu lama.
Setelah tiba di bandara, setiap penumpang langsung diarahkan menuju areal verifikasi rapid test. Siang itu, antrean cukup panjang. Dalam hati, saya bergumam, ternyata banyak juga orang yang naik pesawat. Bayangan saya selama ini masih banyak orang takut naik pesawat, ternyata keliru.
Di loket verifikasi, petugas memeriksa kembali hasil rapid test dan menanyakan kota tujuan. Setelah itu, kertas hasil rapid test dibubuhi paraf dan cap. Prosesnya cukup singkat. Hanya 20-35 detik untuk verifikasi setiap penumpang.
Selepas itu, penumpang langsung menuju loket maskapai untuk pelaporan (check in). Begitu penumpang hendak masuk ruang tunggu, petugas kembali memeriksa hasil verifikasi rapid test. Yang belum melakukan verifikasi dilarang masuk dan diminta kembali ke loket Covid-19.
Tiba di Bali, setiap penumpang diwajibkan mengisi Kartu Kewaspadaan Kesehatan. Kartu ini bisa diunduh melalui aplikasi electronic Health Alert Card (eHac) di Google atau Apple Store. Data yang perlu diisi, antara lain, nama, maskapai penerbangan, nomor penerbangan, tujuan kedatangan, dan nomor kontak penumpang. Setelah melapor kepada petugas bandara, baru dibolehkan mengambil bagasi dan keluar.
Yoga sebagai gaya hidup
Lalu mengapa saya berlatih yoga? Mengapa saya harus berlatih di Bali? Mengapa mengikuti latihan selama 200 jam?
Sebetulnya sudah lama saya meminati yoga. Minat itu muncul setelah mengetahui sejumlah manfaatnya, antara lain melatih olah napas, melenturkan otot, mengatasi nyeri sendi, meningkatkan dan memperlancar aliran darah, membakar kalori, serta meningkatkan stamina tubuh.
Akhir tahun 2019, tiba-tiba timbul niat untuk berlatih yoga. Namun, saya hanya ingin berlatih yoga selama 8-10 jam setiap hari selama beberapa hari berturut-turut. Pertimbangannya, dengan fokus latihan dalam kurun waktu tertentu, setelahnya saya akan dapat menguasai gerakan dasar yoga. Ini akan membantu saya berlatih mandiri kelak.
Baca juga : Memilih Sehat lewat Yoga
Lewat pencarian di Google, saya menemukan sekolah yoga di Bali. Salah satunya adalah Pasraman Bali Eling Spirit yang sedang membuka latihan guru yoga program 200 jam yang dilaksanakan selama 24 hari plus 3 hari libur sehingga total 27 hari.
Semula saya mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan pada Juni 2020. Namun, saat itu Bali masih menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Covid-19 sehingga pelatihan pun digeser menjadi 1-27 November 2020.
Biayanya Rp 15 juta. Namun, saya hanya perlu membayar Rp 12 juta karena sedang ada potongan harga Rp 3 juta. Biaya ini sudah termasuk penginapan, konsumsi tiga kali, dan snack sekali per hari selama 27 hari mengikuti latihan. Untuk orang asing, biayanya lebih besar lagi.
Hari Sabtu, 31 Oktober 2020, saya bergerak dari Kuta menuju Pasraman Bali Eling Spirit di Pejeng Kangin, Tampaksiring, Gianyar. Perjalanan sejauh 41 kilometer siang hari itu ditempuh hanya dalam waktu satu jam. Tidak banyak kendaraan bermotor yang lalu lalang. Padahal, sebelum pandemi Covid-19, perjalanan pada akhir pekan untuk rute tersebut butuh waktu minimal 3 jam.
Kawasan Ubud, Tampaksiring, dan sekitarnya sungguh sepi. Nyaris tidak ada wisatawan. Kalaupun tampak beberapa wisatawan asing yang mengendarai sepeda motor di jalanan wilayah tersebut, sesungguhnya mereka telah berada di Bali dan bertahan di sana sejak Maret 2020.
Di Ubud dan Tampaksiring masih ada beberapa toko, kafe, dan restoran yang beroperasi. Namun, jumlahnya sedikit sekali. Lebih banyak tempat usaha yang tutup. Pilihan itu untuk menghindari kerugian yang lebih besar akibat ketiadaan wisatawan.
Baca juga : Meditasi Menghadapi Pandemi
Kembali ke Bali Eling Spirit. Ini adalah yayasan yang khusus menaungi sekolah yoga dengan tujuan melahirkan guru yoga berkualitas. Pendirinya adalah Ida Sri Bhagawan Sriprada Bhaskara yang bernama asli Ngurah Sudarma.
Sekolah yoga ini telah terdaftar sebagai anggota dan terakreditasi oleh Yoga Alliance di Amerika Serikat, Yoga Alliance International di India, dan Aliansi Sekolah Yoga Indonesia. Program latihan yang ditawarkan Bali Eling Spirit, antara lain, paket 50 jam, 100 jam, dan 200 jam.
Latihan yoga 200 jam yang saya ikuti dimulai 1 November 2020 sore. Pesertanya hanya 15 orang. Lima di antaranya dari luar Bali. Latihan diawali dengan upacara seremoni dalam tradisi Bali yang dipimpin Ida Sri Bhagawan Sriprada Bhaskara.
Tempat berlatih sangat sejuk dengan sawah hijau di sekitar. Rumah latihan juga terlihat unik karena dibangun dengan bambu besar bulat, dengan lantai papan dan atap daun ilalang. Ini menambah energi positif yang amat berguna untuk mengenal dan mendalami yoga.
Sore itu, kami mulai melakukan mutih selama tiga hari berturut-turut, yakni hanya makan satu jenis makanan dan minum air mineral. Makanan yang ditawarkan adalah bubur. Tetapi, saya meminta diberikan ubi rebus. Beberapa angkatan sebelumnya, ada peserta asing yang meminta hanya diberikan buah. Mutih diyakini sebagai proses pembersihan tubuh.
Keesokan harinya, kami mulai berlatih yoga. Kami wajib berada di tempat latihan pukul 05.45. Rangkaian latihan akan diawali dengan meditasi pada pukul 06.00 Wita selama 30 menit, lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki tanpa alas kaki sejauh 2,5 kilometer. Tepat pukul 07.00 Wita, latihan yoga dimulai.
Latihan berlangsung hingga pukul 18.00 Wita. Peserta hanya beristirahat sejenak saat sarapan pagi pukul 09.00, makan siang pukul 12.45, dan sarapan sore sekitar pukul 15.15. Makanan yang disajikan serba vegetarian. Jadwal ini berlangsung selama 23 hari.
Baca juga : Yoga untuk Semua
Tiga hari pertama, saya benar-benar kesulitan mengikuti latihan dengan optimal. Persoalannya bukan tidak sanggup, tetapi otot-otot saya rupanya masih tegang. Hampir semua titik terasa sakit. Saya disarankan para master yoga untuk berdialog dengan tubuh. Bicara sambil mengelus-elus tubuh. Meminta izin kepada tubuh untuk mengajaknya berlatih yoga. Perlahan, tapi pasti tubuh akan merelakan. Benar saja, otot pun mulai lentur dan bisa menyesuaikan dengan latihan gerakan yoga.
Pelatihan yoga selama 200 jam itu menitikberatkan pada daya dan potensi spiritual yang telah ada dalam diri setiap peserta. Latihan ini dibimbing langsung oleh Ida Sri Bhagawan Sriprada Bhaskara dan master-master lainnya. Mereka telah puluhan tahun menekuni dan mengajar yoga serta mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam program ini diajarkan, antara lain, yoga klasik hatha yoga, vinyasa yoga, ashtanga yoga, yin yoga, acro yoga, pranayama, mudra dan bandha, meditasi dan yoga nidra, anatomi tubuh, fisiologi tubuh, serta Ayurveda. Termasuk di dalamnya dibahas pula tentang yoga di tengah kehidupan modern. Peserta juga dibimbing menjadi guru yoga yang kreatif, percaya diri, dan optimistis.
Menurut Ida Sri Bhagawan Sriprada Bhaskara, dalam 10 tahun terakhir, yoga berkembang pesat di Bali. Yoga tidak lagi sebatas filsafat Hindu, tetapi telah menjelma menjadi gaya hidup. Banyak orang asing khusus datang ke Bali untuk belajar yoga dan meditasi.
Bali dipilih karena menawarkan suasana yang berbeda dibandingkan India atau Eropa. Bali memiliki panorama alam, seperti hutan, sawah, pantai, dan sungai yang bersih, bening dan indah, serta keramahan masyarakat.
Saat ini ada sekitar 200 sekolah yoga beroperasi di Bali. Namun, hanya 16 sekolah yoga milik orang Indonesia. Selebihnya merupakan investasi asing. Guru-guru yoga pun paling banyak orang asing.
”Itu sebabnya, kami termotivasi mendirikan Sekolah Yoga Eling Spirit ini untuk melahirkan sebanyak mungkin guru yoga orang Indonesia. Ada potensi besar yang perlu kita raih di tengah kian pesatnya perkembangan wisata spiritual,” jelas Sri Bhagawan.
Setelah mendalami yoga selama 200 jam, saya pun merasakan banyak yang berubah dalam diri. Berat badan turun 4 kilogram, perut pun kian mengecil. Lebih penting lagi saya telah menguasai semua gerakan dasar yoga, teknik pernapasan dan banyak hal lainnya. Bagi saya, ini pencapaian luar biasa, sebab saat pertama kali datang ke Pasraman Bali Eling Spirit, saya sama sekali tidak mengetahui satu pun gerakan (asana) yoga.
Kemajuan ini menjadi modal yang baik untuk saya berlatih secara mandiri dan terstruktur demi meningkatkan level kemampuan beryoga. Kata para master yoga, berlatih yoga tidak mengenal usia. Kuncinya berlatih terus-menerus secara konsisten. Semakin sering berlatih, otot-otot pun pasti menyesuaikan. Semakin rutin beryoga, fisik Anda akan terasa semakin bugar dan muda lagi.
Jannes Eudes Wawa
Wartawan Harian Kompas 1997-2019