Dalam Ruang Gerak Terbatas
Di tengah dunia yang kembali bergeliat, glamor kembali dilirik. Menyiratkan harapan untuk tak menyerah, untuk menemukan kekuatan dan keseimbangan di tengah impitan pandemi.
Pandemi Covid-19 direspons secara kreatif oleh para perancang mode yang tergabung dalam Ikatan Perancang Mode Indonesia. Ruang dan gerak terbatas akibat pandemi justru dieksplorasi sehingga melahirkan karya-karya yang menyuguhkan realitas baru.
Tahun ini, Trend Show 2021 Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) menginjak penyelenggaraan ke-34. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang digelar berupa fashion runaway show, Trend Show 2021 digelar secara virtual atau daring dalam dua hari penyelenggaraan, yaitu pada 21 dan 22 November 2020.
Sebanyak 21 perancang busana anggota IPMI turut andil di dalam pergelaran yang mengusung tema ”Fashion Out While Staying In”, terbagi dalam tema gabungan ”Time” dan ”Space”.
Mereka adalah Andreas Odang, Carmanita, Chossy Latu, Danny Satriadi, Denny Wirawan, Didi Budiardjo, Eddy Betty, Era Soekamto, Eridani, Ghea Panggabean, Hian Tjen, Ivan Gunawan, Liliana Lim, Mel Ahyar, Priyo Oktaviano, Rusly Tjohnardi, Sebastian Gunawan, Stella Rissa, Tri Handoko, Yogie Pratama, dan Yongki Budisutisna.
”Dalam masa pandemi yang efeknya dirasakan oleh semua insan kreatif di seluruh dunia dan pastinya di Indonesia, kreativitas adalah kunci kekuatan untuk terus menggulirkan roda perekonomian. Selain itu, IPMI Trend Show merupakan bentuk tanggung jawab para desainer anggota untuk memberikan pengetahuan, arahan, dan motivasi terkait tren mode yang akan datang. Itulah mengapa kita masih tetap harus menjalankan IPMI Trend Show tahun ini,” tutur Ketua dan Dewan Pembina IPMI Sjamsidar Isa.
Tema gabungan ”Time” dan ”Space”, menggambarkan waktu yang dirasakan dalam ruang gerak terbatas, terinspirasi perasaan semua orang yang merasakan keterbatasan dalam keseharian karena pandemi. Gambaran ini kemudian dikembangkan menjadi eksplorasi mimpi yang melatari karya dari 21 desainer untuk memulai sebuah realitas baru.
Sebagai sebuah realitas baru, rancangan para desainer terlihat berlawanan dengan situasi pandemi yang memberi ruang gerak terbatas. Tak tampak rancangan yang menyiratkan kesan berat, sebaliknya, banyak rancangan menyuguhkan nuansa ketenangan baik melalui pilihan warna, garis rancangan yang simpel, maupun bahan yang ringan melayang.
Sejumlah perancang, seperti Andreas Odang, Era Soekamto, Eridani, Ivan Gunawan, Yogie Pratama, Yongki Budisutisna, Denny Wirawan, Liliana Lim, hingga Sebastian Gunawan, memilih rancangan berpotongan pas badan dengan warna-warna lembut, juga warna-warna monokrom, seperti putih, abu-abu, coklat, atau krem dan hitam. Nuansa futuristik juga muncul dari beberapa rancangan.
Kuat dan seimbang
Yogie Pratama menjadikan warna metal, emas, perak, dan bronze berkilau tetapi lembut sebagai ciri khas. Sekilas terasa bernuansa futuristik. Pemilihan warna ini, menurut Yogie, sejalan dengan tema ”Greek Goddess”. ”Kesan yang muncul accentuate, powerful, menjual mimpi, dan menunjukkan kekuatan,” ujarnya.
Empat tampilan dalam koleksi berbahan sequin ini berupa gaun panjang dengan detail pita di pinggang, kemben dengan rimpel, hingga lengan off-shoulder. Lewat koleksinya kali ini, ia ingin mengejawantahkan tentang perempuan yang kuat tanpa kehilangan pegangan pada norma-norma.
Dalam mewujudkannya, ia sempat terkendala untuk pengadaan bahan. Kebijakan pembatasan sosial berskala besar juga membuat timnya harus dibagi waktu kerjanya. Kendati demikian, karya ini dapat tetap terlahir.
Pesan tentang kekuatan berpadu dengan rasa feminin dan klasik juga diusung Andreas Odang untuk rancangannya. Warna lembut seperti coklat muda dan pink atau peach muda yang diyakini tetap akan jadi tren hingga tahun depan dipilihnya. Pada setiap rancangannya, Odang memilih terusan tanpa lengan berleher shanghai, lalu gaun dengan satu lengan beraksen pita, dan gaun lebar dari bahan brokat dengan model leher terbuka.
Koleksinya ini sebenarnya sudah dibuat sejak Juli 2020. Di masa PSBB, Odang tetap membuat koleksi meski tak ada order agar timnya tetap ada kesibukan dan tidak harus dirumahkan. ”Kasihan tim saya kalau dirumahkan. Jadi, saya bilang untuk bikin koleksi baru yang sebenarnya enggak ada, saya bilang koleksi roro jonggrang istilahnya gitu. Orderan klien juga enggak ada, tetapi mereka butuh income,” ujar Odang.
Hanya tiga dari 18 tampilan yang diikutkan Odang diikutkan Odang dalam IPMI Trend Show. Judul koleksinya ”Survivor”. Ia menggunakan kain jacquard, organdi, dan lace dalam koleksi ini. Karena pengaruh PSBB, desainnya lebih simpel, tak dipenuhi payet dan ornamen kristal. ”Lebih simpel dan affordable,” katanya.
Eridani juga menyiratkan kesan kuat dan modern dalam besutan karyanya, dengan warna dominan abu-abu, coklat, dan hitam. Eri menampilkan tiga tampilan, yakni atasan-atasan berupa luaran panjang menyentuh lantai dan atasan dengan detail unik pada lengan.
”Saya terinspirasi dari keadaan yang sulit diramalkan, yang harus dihadapi siap, atau tidak, harus survival dengan apa yang ada dengan melakukan perubahan dalam cara ataupun budaya. Situasi akan membuat pergeseran dan menjadi arah baru termasuk dalam berpakaian,” tutur Eri.
Perpaduan antara tampilan kasual, semiformal, dan elegan, dibenturkan dengan siluet dramatis, memberi pesan ironis tentang dunia kreatif yang ruangnya berkurang. ”Pandemi ini menurut saya memang sesuatu yang serius, tetapi bukan alasan untuk berhenti berkreasi. Kita tidak pernah tahu di balik ini bagaimana cara Tuhan bekerja,” kata Eri.
Ia menambahkan, kondisi sulit ini akan berlalu. Sejalan dengan itu, strategi baru untuk maju ke depan harus disiapkan.
Denny Wirawan tak ketinggalan. Paduan warna hitam dan putih dalam tiga gaun berbahan shantung silk ditampilkan dalam koleksi bertajuk ”Harmonizer” atau keseimbangan. Gaun pertama berpotongan lurus di bawah lutut dengan bagian bawah mengembang dipadu luaran yang bergaris di bagian lengan. Gaun kedua memiliki potongan di pinggang dengan rok ringan mengembang semata kaki, dikombinasikan luaran. Satu gaun lagi bersiluet A sepanjang lutut dengan aksen pita besar di dada. Semuanya berwarna hitam putih.
”Warna hitam dan putih melambangkan keseimbangan dalam beberapa aspek kehidupan seperti halnya yin dan yang atau terang dan gelap yang menyeimbangkan dan saling melengkapi satu sama lain,” jelas Denny yang membangun konsep lebih kasual dengan harga terjangkau untuk menjawab tantangan di tengah pandemi.
Koleksi ini, ujarnya, terinspirasi dari era kebangkitan industri mode dunia di awal masa tahun 50 hingga 60-an yang sarat dengan gejolak tapi penuh dengan harmoni. ”Seperti halnya yang kita semua hadapi saat ini, di mana kita hidup di masa yang penuh tantangan dan perubahan yang cepat, sehingga kita dituntut untuk terus dinamis dan cepat beradaptasi dalam sebuah harmoni kehidupan,” tutur Denny.
Glamor
Ivan Gunawan menyuguhkan rancangan dengan tone warna perak. Bergaya disko di era tahun 80-an tetapi terkesan sangat futuristik. Jumpsuit longgar dengan jubah ringan melayang, serta gaun menerawang berleher shanghai yang dilengkapi jubah dengan aksen kerut di bagian lengan.
Sebastian Gunawan pun terkesan futuristik dalam karya yang bertajuk ”Scintillare”. Seba memilih warna-warna dalam nuansa elektrik seperti putih, perak, emas, dan biru muda. Nuansa disko era tahun 80-an juga terlihat kuat pada gaun-gaun pendek berpayet penuh, dipermanis dengan aksen rumbai.
Di tengah dunia yang kembali bergeliat, glamor kembali dilirik. Menyiratkan harapan untuk tak menyerah, untuk menemukan kekuatan dan keseimbangan di tengah impitan pandemi. Spirit ini rasanya akan tetap dihidupi hingga masa mendatang.