Adaptasi dengan Pandemi Covid-19 di Jakarta Fashion Week 2021
Para pegiat mode di Indonesia ditantang berkreasi di tengah keterbatasan melalui kompetisi di Jakarta Fashion Week 2021. Ini merupakan salah satu stimulus untuk beradaptasi dengan perubahan akibat pandemi Covid-19.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pegiat mode di Indonesia beradaptasi dengan perubahan selama pandemi Covid-19 melalui kompetisi di Jakarta Fashion Week 2021. Adaptasi termasuk merancang busana rumahan serbaguna hingga berkreasi membuat produk bernilai jual dari barang bekas.
Salah satu pendiri jenama SARE Studio, Cempaka Asriani, mengatakan, selama ini jenamanya fokus membuat baju santai (loungewear) yang dipakai perempuan, laki-laki, dan anak-anak. Baju santai kian diminati karena masih ada publik yang bekerja dari rumah selama pandemi. Ini mendorongnya membuat koleksi busana santai yang serbaguna.
”Baju santai atau baju tidur sudah meluas (fungsinya) menjadi baju untuk bekerja di rumah. Ini kebutuhan pasar yang perlu dijawab. Jadi, kami membuat busana yang versatile (serbaguna) untuk bekerja dan istirahat,” kata Cempaka secara virtual, Rabu (25/11/2020).
Busana terbaru SARE Studio akan ditampilkan dalam koleksi bertema alam. Busana-busana tersebut dapat dipadukanpadankan sesuai selera pemakainya. Koleksi tersebut akan ditampilkan di Jakarta Fashion Week (JFW) 2021 akhir pekan ini secara daring.
Selain SARE Studio, ada pula jenama Jan Sober dan Pijakbumi yang akan tampil di landasan peraga. Mereka adalah finalis Fashion Force Award yang merupakan rangkaian acara JFW 2021. Para finalis dipilih berdasarkan beberapa kriteria, seperti berkarya minimal selama tiga tahun, memiliki produk siap pakai, punya desain yang berkarakter, dan siap berkarya lebih lanjut di industri mode.
Anggota dewan juri Cynthia Wirjono mengatakan, para finalis punya konsep, produk, dan rencana bisnis yang menarik. Mereka juga punya narasi untuk menggambarkan dan memasarkan produk. Para finalis pun dinilai mampu beradaptasi dengan perubahan pasar akibat pandemi.
”Mereka bisa menerjemahkan produknya (dari presentasi secara luar jaringan) ke dunia digital,” katanya.
Kreativitas
Selain mengembangkan produk baru, para pegiat mode juga ditantang mengasah kreativitas. Tantangan itu ada di Lomba Perancang Akesori, salah satu rangkaian JFW 2021. Bertema ”Revive/Reform”, pegiat mode diminta membuat aksesori yang terbuat dari barang yang tidak terpakai lagi. Kendati dibuat dari barang bekas, aksesori harus memiliki nilai jual.
Berkarya itu butuh komitmen. Jangan sampai para peserta putus setelah selesai berlomba di sini. Ini adalah tanggung jawab yang harus ditekuni walau sedang pandemi.
Juri Tommy Ambiyo Tedji mengatakan, konsep daur ulang mendorong pegiat mode untuk mencari masalah sekaligus solusi di sekitar mereka secara kreatif. Ia mencontohkan, salah satu peserta menggunakan kabel bekas dari bengkel untuk disulap jadi aksesori. Ada pula yang memanfaatkan sol sepatu bekas.
”Ini menarik karena mereka bisa membuat sesuatu dari bahan yang tidak konvensional. Karya mereka butuh kreativitas tinggi,” kata Tommy.
Hingga kini, ada 10 finalis terpilih dan karya mereka akan ditampilkan 28 November 2020. Selain itu, karya dari 10 finalis Lomba Perancang Mode Menswear akan tampil di hari yang sama.
Salah satu juri kompetisi JFW 2020 sekaligus perancang mode, Ai Syarif, mengatakan, para finalis lomba punya potensi yang sangat besar. Standar kualitas karya dan kreativitas mereka, menurut para juri, meningkat setiap tahun. Ai mengingatkan agar pegiat mode konsisten berkarya.
”Berkarya itu butuh komitmen. Jangan sampai (upaya) para peserta putus setelah selesai berlomba di sini. Ini adalah tanggung jawab yang harus ditekuni walau sedang pandemi,” kata Ai.
Cempaka Asriani mengatakan, jenama SARE Studio sudah memiliki rencana untuk 2021. Ia berencana memperkaya koleksi busana santai serbaguna yang sesuai dengan permintaan pasar. Ia juga berencana mengembangkan produk-produk baru dengan tetap mempertahankan identitas jenamanya.
Pendiri jenama Jan Sober, Jan Angga, mengatakan, ia mengembangkan produk busana untuk konsumen perempuan. Sebelumnya, jenamanya hanya fokus ke busana laki-laki. Sementara perwakilan jenama Pijakbumi, Rowland Asfales, mengatakan, pihaknya mengembangkan sepatu yang hampir 90 persen bahannya berbasis tanaman (plant-based). Sepatu yang pernah dipamerkan di Italia ini dinilai sesuai dengan konsumen yang sadar akan isu lingkungan.