Masyarakat Taat Aturan Kunci Jalanan Ramah Pesepeda
Perspektif jalan tidak aman harus menjadi ”mindset” pesepeda agar pesepeda selalu berhati-hati dan taat aturan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren bersepeda yang berkembang pesat di Indonesia, terutama selama masa pandemi Covid-19, menuntut kehadiran jalanan ramah pesepeda. Namun, dengan masih minimnya infrastruktur jalan yang ramah pesepeda, kesadaran seluruh pengguna jalan untuk menaati aturan menjadi kunci utama.
Hal ini menguak dalam webinar berjudul ”Membuat Jakarta Ramah bagi Pesepeda”, Sabtu (14/11/2020). Acara itu mendiskusikan beragam permasalahan yang muncul di jalanan sejak semakin banyak warga yang bersepeda, seperti pelanggaran lalu lintas hingga kecelakaan yang melibatkan pesepeda.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, dalam 10 tahun terakhir, penggunaan sepeda lebih banyak untuk kegiatan rekreasional dan berolahraga. Di satu sisi, perilaku bersepeda masyarakat cenderung mengikuti kebiasaan menggunakan kendaraan roda dua.
”Kebiasaan bersepeda sudah hilang sehingga banyak masalah. Kecenderungan kecelakaan meningkat karena masyarakat sekarang lebih lama naik sepeda motor, jadi cenderung berperilaku seperti pesepeda motor pada umumnya, semerawut, tidak mengikuti jalur,” ujarnya.
Tidak tersedianya banyak jalan khusus pesepeda atau jalur lambat yang bisa dimanfaatkan pesepeda ikut berkontribusi meningkatkan risiko kecelakaan. Hal itu, menurut dia, belum ditambah perebutan hak penggunaan jalan dengan kepentingan lain, seperti parkir kendaraan.
Komunitas Bike to Work (B2W) mencatat, selama paruh pertama 2020 atau dalam rentang waktu Januari-Juni, terdapat 29 kecelakaan yang melibatkan pesepeda. Dari jumlah tersebut, pesepeda yang menjadi korban meninggal mencapai 17 orang.
Ketua Komunitas B2W Indonesia Poetoet Soedarjanto mengatakan, fatalitas yang dialami pesepeda akibat kecelakaan di jalan belakangan ini sebagian besar menimpa pengguna untuk kegiatan rekreasional dan olahraga. Ia pun menilai, kepatuhan dan keramahan pengguna jalan lainnya ikut bertanggung jawab.
”Bicara soal jalan ramah pesepeda, saya tertarik kembali ke sumber daya manusia atau orangnya. Kalau pengguna jalan masih seperti saat ini, jalanan enggak akan ramah untuk pesepeda,” lanjutnya.
Poetoet mengatakan, komunitasnya pun aktif mengedukasi masyarakat mengenai keselamatan di jalan. Bekerja sama dengan asosiasi dan komunitas lain, mereka juga telah membuat panduan pesepeda.
Hal senada disampaikan Erreza Hardian selaku instruktur Rifat Drive Labs. Ia menyebutkan, berdasarkan evaluasi dan tes kompetensi mengemudi yang mereka lakukan kepada masyarakat, 80 persen pengguna kendaraan tidak menguasai arti rambu.
Situasi ini juga tidak didukung kepatuhan pengendara dalam membawa kendaraan. Salah satu contoh, kini masih banyak fenomena over dimension over loading (ODOL) atau kendaraan kelebihan muatan yang masih memenuhi jalan-jalan besar. Fenomena ini tidak jarang menimbulkan kecelakaan, kemacetan, hingga kerusakan jalan yang mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
”Perspektif jalan tidak aman ini harus dipikirkan pesepeda, setidaknya untuk saat ini. Kalau mindset-nya aman, nanti cenderung jadi nyaman dan justru melanggar,” ujarnya.
Dengan menyadari ketidakamanan jalan, ia berharap, pengguna sepeda bisa mengukur kembali keahliannya serta risikonya saat turun ke jalan. Pesepeda pun bisa menengok aturan yang dibuat pemerintah, seperti Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 59 Tahun 2020.
Setidaknya tiga aspek inti diatur dalam aturan tersebut, yakni persyaratan teknis sepeda, kepatuhan adab saat bersepeda, serta soal penyediaan fasilitas pendukung sepeda. Permenhub itu merinci kelengkapan sepeda mulai dari sepatbor, bel, sistem rem, lampu, alat pemantul cahaya warna merah dan warna putih/kuning, serta pedal. Saat bersepeda di jalan, pengguna harus memastikan semua kelengkapan terpasang dengan baik.