FFI 2020, Simbol Ketangguhan Industri Film Indonesia
Penyelenggaraan Festival Film Indonesia atau FFI tahun 2020 menjadi tantangan karena industri film terdisrupsi pandemi Covid-19. Namun, FFI tahun ini juga menjadi bukti ketangguhan industri film di Tanah Air.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Insan perfilman berharap penyelenggaraan Festival Film Indonesia 2020 dapat menjadi simbol ketangguhan industri film Indonesia di tengah pandemi Covid-19.
Ketua Komite Festival Film Indonesia (FFI) 2020 Lukman Sardi mengakui, penyelenggaraan FFI tahun ini merupakan sebuah tantangan karena berlatar belakang industri film yang terdisrupsi oleh pandemi Covid-19. Oleh karena itu, empat pilar—rendah hati, berkarya, kolaborasi, dan inklusif—diharapkan dapat menjadi tema malam penganugerahan FFI 2020 pada 5 Desember mendatang.
”Karena situasi pandemi ini, justru kita harus tetap rendah hati, tetap bersemangat. Tetapi, kita tetap harus berkarya. Tentunya hal ini dimungkinkan dengan kolaborasi. Oleh karena itu, ini menjadi milik kita semua, inklusif,” kata Lukman dalam konferensi pers virtual yang digelar pada Minggu (8/11/2020) sore.
Perwakilan Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi), Linda Ghozali, mengatakan, meski berada di tengah pandemi, FFI 2020 harus tetap digelar. Menurut dia, FFI adalah sebuah wujud harapan yang tidak pernah hilang akan hidupnya industri film Indonesia.
”Adanya FFI menunjukkan bahwa dalam keadaan sesulit ini saja kita akan terus berupaya. Mari kita terus bersyukur dan berdoa, kita bisa meneruskan semangat yang ada. Apa pun keadaannya, perfilman Indonesia tidak boleh mati, tidak boleh tidur, kita mesti jalan terus,” kata Linda.
Aktor Gunawan Maryanto yang juga masuk nominasi sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik untuk film Hiruk-Pikuk Si Al-Kisah juga menekankan pentingnya FFI. Menurut dia, FFI tidak hanya menjadi tolok ukur dengan sejarah panjang di Indonesia, tetapi juga inspirasi bagi para aktor muda untuk berkarya di industri perfilman.
”Ketika FFI 1984 digelar di Yogyakarta, ketika saya masih kelas III SD, saya menonton arak-arakan para aktor. Itu salah satu motivasi saya menjadi seorang aktor,” kata Gunawan.
Malam penganugerahan FFI 2020 akan digelar pada 5 Desember 2020 secara hybrid, ada hadirin terbatas sekaligus pertemuan virtual, kata Lukman. Penata artistik Jay Subyakto didapuk untuk menata gelaran ini.
Adanya FFI menunjukkan bahwa dalam keadaan sesulit ini saja kita akan terus berupaya. Mari kita terus bersyukur dan berdoa, kita bisa meneruskan semangat yang ada. Apa pun keadaannya, perfilman Indonesia tidak boleh mati.
Nia Dinata dari Komite Seleksi dan Penjurian FFI 2020 mengatakan, dalam edisi kali ini, FFI melibatkan 66 juri. Sebanyak 49 orang merupakan perwakilan dari asosiasi profesi perfilman, seperti Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI), Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI), Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi), Karyawan Film dan Televisi Indonesia (KFT), Indonesian Film Directors Club (IFDC), dan Indonesian Cinematographer Society (ICS). Sementara 17 orang adalah juri yang menerima film pendek, dokumenter, dan animasi.
Nia mengatakan, hasil penilaian ini kemudian akan ditabulasi oleh akuntan publik untuk menjaga akuntabilitas. ”Semoga FFI 2020 bisa memberikan semangat bagi penonton dan juga pembuat film Indonesia,” katanya.
Terbanyak sepanjang sejarah
Film Perempuan Tanah Jahanam karya sutradara Joko Anwar meraih 17 nominasi. Ini adalah jumlah terbanyak sepanjang sejarah FFI sejak pertama kali diselenggarakan pada 1955.
Film bergenre horor ini menyapu bersih semua kategori yang tersedia untuk film panjang non-animasi, kecuali kategori skenario adaptasi. Film ini juga ditulis oleh Joko Anwar.
Mendapat nominasi, menurut Joko, sudah menjadi bentuk apresiasi. Namun, menjadi pemenang bukan menjadi misi utamanya. Melalui Perempuan Tanah Jahanam, Joko ingin menunjukkan bahwa film horor juga dapat dianggap sebagai film berkualitas.
Lebih jauh lagi, dengan film ini, ia berharap dapat turut memperkenalkan film Indonesia di luar negeri. Ia mengatakan, Perempuan Tanah Jahanam telah tayang di bioskop luar negeri dan masuk dalam barisan film terlaris di Thailand. Awal tahun 2020, film ini pun tayang di Sundance Film Festival.
Karena situasi pandemi ini, justru kita harus tetap rendah hati, tetap bersemangat. Tetapi, kita tetap harus berkarya. Tentunya hal ini dimungkinkan dengan kolaborasi. Oleh karena itu. ini menjadi milik kita semua, inklusif.
”Awal ’90-an itu ada horror film wave (gelombang film horor) dari Jepang. Sekitar 2000-an ada new wave horror dari Perancis dan Thailand. Siapa tahu bisa ada horror wave dari Indonesia yang bisa membuat audiens luar menjadi pasar untuk film Indonesia kita,” ujarnya.
Selain Perempuan Tanah Jahanam, nomine kategori Film Cerita Panjang Terbaik lain adalah Susi Susanti: Love All; Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan (11 nominasi); Hiruk-Pikuk Si Al-Kisah (10 nominasi); Mudik (9 nominasi); dan Humba Dreams (6 nominasi).
Joko mendapat tiga nominasi individu, sutradara terbaik (Perempuan Tanah Jahanam), penulis skenario cerita asli (Perempuan Tanah Jahanam), dan penulis skenario adaptasi untuk mengadaptasi ulang film Ratu Ilmu Hitam yang dirilis pada 1981.
Menariknya, Ratu Ilmu Hitam hasil adaptasi Joko Anwar juga mendapat lima nominasi, seperti film aslinya pada FFI 1982. Namun, kali ini, Ratu Ilmu Hitam tidak mendapatkan nominasi Pemeran Utama Perempuan Terbaik. Pada saat itu, Suzanna menjadi nomine kategori tersebut.
Akting Laura Basuki sebagai pemeran utama dalam film biopik Susi Susanti: Love All mengantarkan film itu mendapatkan nominasi Pemeran Utama Perempuan Terbaik. Kategori tersebut adalah salah satu dari total 12 nominasi yang didapatkan film ini.
”Ini adalah hasil kerja tim. Kalau gambarnya tidak fokus, skripnya enggak nyambung, direct-nya berantakan, itu yang membuat saya mendapat nominasi,” kata Laura. Ia akan bersaing dengan Faradina Mufti (Guru-guru Gokil), Jessica Mila (Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan), Putri Ayudya (Mudik), Tara Basro (Perempuan Tanah Jahanam), dan Ully Triani (Humba Dreams).
Di sisi lain, Reza Rahadian harus bersaing dengan dirinya sendiri pada kategori Pemeran Utama Pria Terbaik karena aktingnya baik pada Abracadabra maupun Imperfect mendapatkan nominasi. Ia akan bersaing dengan Alqusyairi Radjamuda (Mountain Song), Ario Bayu (Perempuan Tanah Jahanam), Dion Wiyoko (Susi Susanti: Love All), Gunawan Maryanto (Hiruk-Pikuk Si Al-Kisah), dan Ibnu Jamil (Mudik).
Pada kategori Pemeran Pendukung Pria Terbaik, Butet Kartaredjasa (Abracadabra) diunggulkan bersama Ade Firman Hakim (Ratu Ilmu Hitam), Iszur Muchtar (Susi Susanti: Love All), Kiki Narendra (Perempuan Tanah Jahanam), Totos Rasiti (Mekah I’m Coming), Yoga Pratama (Mudik), dan Yudi Ahmad Tajudin (Hiruk-Pikuk Si Al-Kisah).
Sementara itu, Christine Hakim (Perempuan Tanah Jahanam) diunggulkan sebagai Pemeran Pendukung Perempuan Terbaik bersama Asmara Abigail (Mudik), Asri Welas (Guru-guru Gokil), Dewi Irawan (Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan), Marissa Anita (Perempuan Tanah Jahanam), Ratna Riantiarno (Love for Sale 2), dan Ria Irawan (Mekah I’m Coming).