Sony Mengklaim Alpha 7C Mirrorless Full-Frame Terkecil di Kelasnya
Sony Alpha 7C adalah salah satu satu kamera full-frame paling ringkas saat ini. Nyaman dibawa jalan-jalan, tetapi ada beberapa fitur yang harus dikorbankan demi ukuran yang ramping.
JAKARTA, KOMPAS — Sony Alpha 7C adalah salah satu kamera mirrorless full-frame paling ringkas saat ini. Karena ukurannya yang ramping, kamera ini nyaman dibawa jalan-jalan, tetapi ada beberapa fitur yang dikorbankan.
Sony Indonesia merilis kamera terbarunya, Sony Alpha 7C, di Indonesia pada Jumat (6/11/2020) sore melalui sebuah temu media virtual. Kamera mirrorless ini sendiri sudah diumumkan secara global pada pertengahan September 2020.
Sony mengklaim, Sony Alpha 7C sebagai kamera full-frame dengan stabiliser internal dalam bodi terkecil dan teringan di dunia. Dengan dimensi panjang 124 milimeter (mm), tinggi 71 mm, dan setebal 59 mm dan bobot 509 gram, di atas kertas, Alpha 7C memang lebih kecil dan ringan dibandingkan dengan pesaing di kelasnya.
Kamera mirrorless full-frame biasanya 150-200 gram lebih berat; seperti Alpha 7 III (650 gram), Nikon Z6 (675 gram), dan Panasonic Lumix S5 (714 gram). Meski Canon EOS RP memiliki bobot lebih ringan (440 gram), kamera ini berukuran lebih besar dan tidak memiliki stabilisasi internal. ”Kamera ini memungkinkan penggunanya untuk mengambil foto dan video cukup dengan satu tangan,” kata Marketing Director Sony Indonesia Koji Sekiguchi.
Baca juga : Fujifilm X-T4, Multimedia dalam Genggaman
Dalam acara tersebut juga hadir Head of Digital Imaging Product Marketing Sony Indonesia Takatsugu Yamamoto serta fotografer dan videografer profesional Fajar Kristiono dan Angga Dwi Cahyo.
Full-frame artinya sensor kamera digital ini memiliki ukuran yang sama dengan bingkai film pada kamera SLR analog, yakni sekitar 24 x 36 milimeter (mm). Sensor ini berukuran 1,5 kali lebih besar dibandingkan dengan sensor ukuran APS-C yang biasa ditemukan di kamera mirrorless seperti seri Sony A6000, seri Canon Eos M, atau seri Fujifilm X.
Ukuran sensor yang lebih besar biasanya berujung pada sejumlah keuntungan pada kualitas gambar. Hal ini terlihat seperti pada performa yang lebih baik pada situasi pencahayaan rendah dan kedalaman gambar (depth of field) yang bisa lebih tipis. Sederhananya, efek bokeh atau blur yang lebih terasa.
Baik Fajar maupun Angga menyambut baik ukuran kamera yang cenderung ringan dan kompak. Menurut Angga, bobot yang ringan juga berpengaruh pada peralatan pendukung. Kamera yang ringan akan membutuhkan tripod dan gimbal yang juga lebih kecil. ”Mungkin di tangan beda bobotnya hanya 100-200 gram. Tetapi, kalau dipakai motret seharian, itu terasa pengaruhnya,” kata Fajar.
Baca juga : Canon EOS-1DX Mark III, DSLR Teratas di Kelasnya
Viewfinder dikorbankan, autofokus lebih baik
Sony Alpha 7C memiliki sensor dengan resolusi 24 megapiksel CMOS dan prosesor gambar Bionz X. Baik sensor maupun cip prosesor ini sama dengan yang digunakan dengan Alpha 7 III. Bisa dibilang, Alpha 7C adalah versi Alpha 7 III yang lebih kecil.
Hasilnya, menurut Fajar, kualitas gambar Alpha 7C pun setara dengan Alpha 7 III. Bahkan, menurut dia, Alpha 7C memiliki reproduksi warna yang sedikit lebih baik. ”Melakukan color grading (menata warna pada video), untuk Alpha 7C pun mudah,” kata Angga.
Kamera ini juga memiliki sistem autofokus yang sensitif; dapat menjaga titik fokus pada kepala manusia, wajah, mata (eye-AF), dan juga binatang peliharaan. Fitur autofokus yang lebih baik dari Alpha 7 III ini pun akan sedikit mengompensasi ukuran jendela bidik (viewfinder) Alpha 7C yang tergolong mungil untuk kamera full-frame.
Jendela bidik Alpha 7C memiliki pembesaran atau magnifikasi sebesar 0,59x dan resolusi 2,36 megapiksel. Ini lebih kecil ketimbang Alpha 7 III yang tingkat magnifikasinya 0,78x.
Baca juga : Tele Foto Era ”Mirrorless”
Dengan jendela bidik yang kecil, pengguna cenderung merasa lebih sempit ketika melihat gambar dan memastikan titik fokus pada foto yang akan diambil. Berdasarkan data spesifikasi, tampaknya ini kekurangan paling signifikan yang dimiliki Alpha 7C dibandingkan dengan Alpha 7 III. Dan memang, kalau melihat perbandingan dimensi Alpha 7C dan Alpha 7III, jendela bidik menjadi perbedaan yang paling besar.
Kapabilitas autofokus yang baik dari Alpha 7C juga akan mendukung keberadaan layar vari-angle yang bisa diputar hingga menghadap ke depan. Fitur ini akan membantu mengambil swafoto atau vlog, misalnya. Proses pembuatan vlog juga akan terbantu dengan pemisahan soket untuk mikrofon dan headphone. ”Target kami tidak hanya fotografer dan videografer profesional, tetapi juga untuk semua kalangan, termasuk para kreator konten,” kata Sekiguchi.
Sayangnya, Alpha 7C juga tidak memiliki kapabilitas perekaman video 10 bit yang ditawarkan oleh kamera video kelas atas seperti Alpha 7S III. Alpha 7C hanya dapat merekam video dengan warna 8 bit. Adapun 10 bit artinya dapat merekam sampai 1,07 miliar warna, sedangkan 8 bit hanya sekitar 16,7 juta warna.
Mungkin sekilas tampak signifikan, tetapi perbedaan ini akan terlihat seperti pada gradasi warna; pada kamera 8 bit akan terjadi banding, transisi warna tidak bisa terjadi dengan halus, akan ada pita-pita warna. Namun, ini harus diperhatikan kembali ketika kamera diuji coba secara langsung.
Baca juga : Kamera ”Mirrorless” Kian Diminati
Dalam kesempatan yang sama, Sony juga memperkenalkan lensa bawaan khusus untuk Alpha 7C, yakni lensa zoom dengan cakupan 28–60 mm dengan diafragma f/4–5.6. Lensa ini lebih ringkas dibandingkan dengan lensa bawaan Sony biasanya, yakni 28-70 mm f/4–5.6. ”Kombinasi antara Alpha 7C dan lensa 28-60 ini adalah sistem kamera yang terkecil dan teringan,” kata Sekiguchi.
Namun, ukuran lensa yang ringkas ini juga membatasi rentang zoom serta besarnya diafragma yang dimiliki. Hal ini akan membatasi pengguna dalam mengambil gambar di pencahayaan rendah atau dengan latar belakang yang blur atau ber-bokeh misalnya.
Jadi, apabila pengguna ingin mendapatkan gambar dengan rentang zoom yang lebih besar ataupun yang lebih terasa bokeh-nya, pengguna harus menggunakan lensa zoom yang lebih besar atau membawa lensa fixed atau prime yang memiliki diafragma lebih cepat (f/2.8 atau lebih cepat seperti f/1.4).
Biasanya, lensa-lensa tersebut berukuran lebih besar dan berat. Sedikit banyak, keunggulan ukuran dan bobot yang dimiliki Alpha 7C bisa jadi tidak begitu terasa signifikan. Ukuran bodi yang kecil juga artinya menekankan kontrol pada ibu jari kanan pengguna. Tidak ada kontrol di sisi depan kamera yang dapat diatur menggunakan jari telunjuk, seperti pada jajaran kamera full-frame Sony lainnya.
Jika berbicara fitur, Alpha 7C bukan kamera yang istimewa. Nikon Z6, misalnya, memiliki jendela bidik yang lebih lega dan kendali kontrol yang lebih baik dengan keberadaan monitor di sisi atas kamera (top plate LCD). Z6 juga dapat merekam video 10 bit. Namun, Z6 juga kamera yang lebih besar dan lebih berat ketimbang Alpha 7C.
Kisah yang sama juga akan terjadi di kamera-kamera dari vendor lain. Panasonic Lumix S5, misalnya, memiliki kapabilitas stabilisasi sensor yang lebih baik dan juga video 10 bit. Namun, Lumix S5 200 gram lebih berat dan lebih besar.
Kamera Alpha 7C akan segera hadir di Indonesia pada Desember 2020 dengan harga Rp 26.999.000 untuk body only dan Rp 31.999.000 untuk peket dengan lensa kit 28-60 mm.
Alpha 7C mungkin bukan kamera yang menonjol apabila hanya mempertimbangkan fitur, terlebih lagi kamera spesifikasinya mirip dengan Alpha 7 III yang dirilis pada April 2018. Namun, ukurannya yang ringkas mungkin lebih menarik untuk dibawa-bawa saat liburan ketimbang kamera yang lebih berat meskipun lebih canggih yang hanya akan ditinggal di rumah.