Intensitas aksi begal di Jakarta membuat komunitas pesepeda waspada. Berbagai cara pengamanan dilakukan mereka demi menghindari potensi menjadi sasaran aksi kriminalitas tersebut.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Serangkaian aksi begal kepada pesepeda di Jakarta memunculkan kewaspadaan hingga ke kalangan komunitas penggemar sepeda. Orang-orang di komunitas bersiasat agar saat bersepeda tidak menjadi sasaran kriminalitas di jalan raya.
Sejumlah perwakilan komunitas pesepeda meningkatkan kewaspadaan setelah terjadinya pembegalan berkali-kali sepanjang Oktober 2020. Sedikitnya ada lima kasus begal sepeda yang mencuat hingga ke media sosial, bahkan beberapa korban itu adalah selebritas dan aparat militer.
Dari sejumlah kejadian itu, pegiat sepeda di gerakan Bike to Work (B2W), Julius Kusdwianartanto, melihat teman-teman pesepeda kini cenderung gowes dalam kelompok kecil di jalan. Dari beberapa kelompok sepeda yang biasa bepergian sejak pagi, mereka umumnya gowes dengan anggota sekitar tiga orang.
”Pesepeda di beberapa komunitas merasa aman saat gowes berkelompok. Semuanya saling jaga dan waspada kalau ada kendaraan yang mendekat ke arah mereka. Di grup Whatsapp, teman-teman komunitas juga saling mengingatkan agar jaga barang bawaan selama gowes di jalan,” ujar Julius saat dihubungi, Rabu (4/11/2020).
Pesepeda dari berbagai daerah yang menuju Jakarta pun bersiasat menghadapi situasi ini. Narandra Suryokusumo (35), anggota komunitas sepeda Rombongan Bekasi (Robek), menuturkan, teman-teman pesepeda memperhatikan penampilan agar tidak memancing perhatian pelaku kejahatan. Cara yang dilakukan ialah tidak berpakaian terlalu mentereng, lalu membatasi barang bawaan. Sementara barang berharga disimpan di dalam pakaian.
Narandra yang rutin bersepeda dari Bekasi menuju kantor di kawasan pusat bisnis Sudirman (SCBD), Jakarta Selatan, mewaspadai sejumlah lokasi rawan kejahatan di sepanjang jalan. Dari pengalaman gowes bertahun-tahun, dia melihat aksi kejahatan yang mengincar pesepeda kerap terjadi di sekitar jalan layang dan tikungan.
Dari sejumlah kasus begal beruntun kemarin, Narandra juga mempelajari pelaku kerap mengincar orang-orang yang tampak menggunakan barang mahal. Karena itu, Narandra menyarankan anggota komunitas agar berhati-hati saat mengeluarkan barang berharga di jalan.
”Ramai kasus begal kemarin sepertinya ngaruh banget ke perilaku teman-teman yang bersepeda, terutama yang bersepeda untuk berolahraga. Kalau di komunitas Robek, sepeda kita bukan yang harga mahal begitu. Kami juga hati-hati dengan barang berharga, pokoknya sekarang tas dan ponsel serba dimasukin di dalam pakaian,” ujar Narandra, yang aktif di komunitas sepeda Robek dan sepeda road bike bernama SMBR GLDK (Samber Gledek).
Para pesepeda di kalangan komunitas juga mencari jasa pengamanan selama gowes di jalan. Narandra mengatakan, harga jasa pengamanan itu tidak murah sehingga hanya komunitas dengan tingkat finansial tertentu yang menyewa.
”Jasa pengamanan saat gowes begitu juga sedang ngetren. Jadi rombongan pesepeda dikawal di depan dan belakang barisan. Tapi, kan, enggak setiap saat dan semua kalangan komunitas mampu menyewa yang seperti itu,” kata Narandra, yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai perbankan di Jakarta.
Agus Julianto (39), anggota komunitas sepeda Rombongan Selatan (Rosela), juga menyebut bahwa para pesepeda berusaha melakukan pengamanan yang bersifat mandiri. Beberapa anggota di komunitas, misalnya, turut membawa senjata ringan, seperti pentungan, untuk bela diri ketika ada aksi begal.
Anggota pesepeda Rosela yang berdomisili di Jakarta Selatan juga saling mewaspadai rute-rute rawan begal. ”Teman dari komunitas, terutama yang sudah lama gowes bertahun-tahun, sudah waspada banget kalau ada kendaraan yang mendekat ke arah pesepeda begitu. Pokoknya sekarang teman-teman mesti waspada dan saling menolong,” ucap Agus, yang juga bekerja di Kementerian Keuangan.
Seiring dengan kewaspadaan warga terhadal begal, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus juga menegaskan bahwa pengamanan di jalur rawan terus berlangsung. Polisi sejak Oktober kemarin terlah membentuk tim khusus untuk penyelidikan pelaku begal sepeda di sejumlah wilayah.
Sejak tim khusus dari Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya beroperasi, polisi telah menangani 14 laporan kejahatan terhadap pesepeda. Dari jumlah itu, petugas mengungkap pelaku dari tujuh kasus. Ada yang mengaku sudah lima, tujuh, atau sepuluh kali menyasar pesepeda.
”Kalau dihitung, seharusnya LP (laporan polisi)-nya sudah banyak, tetapi laporan yang masuk cuma 14,” ujar Yusri, Senin (2/11/2020).
Yusri mengimbau agar warga aktif melapor apabila menjadi sasaran kejahatan begal. Laporan akan sangat berguna untuk penyelidikan lebih lanjut. ”Laporan akan memudahkan catatan penyelidikan sekaligus mengefektifkan patroli yang berlangsung,” ucapnya.