Selama pandemi Covid-19, karya seni terus berupaya menjamah para penikmatnya lewat ruang-ruang daring. Ada berbagai plus minus dalam pameran daring, tetapi pengunjung tetap bisa menikmatinya walau dari jauh.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lanskap aula bersekat-sekat tampak memenuhi layar laptop Gilang Fathurrahman (24). Gilang mengarahkan kursornya pada salah satu sisi sekat di dalam aula. Satu tombol klik lalu mengantarkan Gilang pada sejumlah karya seni yang terpampang di sebuah ruang berupa virtual.
Dari layar, Gilang menyimak beberapa displai karya seni yang tersaji dalam aula virtual itu. Dia tergerak melihat sebuah gambar yang penuh warna dari salah satu sisi ruangan. Setelah dilihat, rupa warna-warni itu berasal dari sebuah karya lukisan berjudul ”Sovereignty” oleh Erizal As.
Selepas menyimak lukisan tadi, Gilang terus menyusuri berbagai displai karya seni yang tersaji dalam pameran daring bertajuk Art Jakarta itu. Kegiatan melihat pameran daring lewat situs itu mengisi waktu siangnya yang sedang luang di rumah, Jumat (30/10/2020).
”Aku baru pertama kali, sih, cobain pameran virtual macam begini. Rasanya kayak main gim tembak-tembakan counter strike di komputer, tetapi buat lihat pameran seni,” kata Gilang, warga Tangerang Selatan, Banten, saat dihubungi, Jumat siang.
Di tengah libur panjang dan pandemi Covid-19, Gilang kebetulan tidak sedang ingin pergi ke mana-mana. Karena waktu senggang di rumah pula, dia baru sempat menilik pameran daring yang telah dibuka sejak pertengahan Oktober.
Karena masa pembatasan sosial, sebagian orang terus mencari sarana hiburan selama di rumah. Format pameran daring pun muncul sebagai tawaran bagi orang-orang untuk tetap bisa menikmati karya seni meski secara virtual. Bagi Gilang, hal terbaik dari pameran daring adalah siapa pun bisa berkunjung dan tanpa biaya.
Dilla Hanifa (27), warga Ciracas, Jakarta Timur, juga menikmati pameran daring karena bisa diakses dari mana saja. Dia yang berada di rumah kini bisa mengakses koleksi pameran yang berlangsung di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, tanpa harus jauh-jauh ke sana.
Pameran yang Dilla akses bertajuk Je|Jak|Karta (Jejakkarta) menampilkan interpretasi dari seniman perupa tentang jejak perkembangan kota Jakarta. Saat mengakses pameran pada situs galnasonline.id, pengunjung dihadapkan pada latar hitam dengan berpuluh displai karya seni rupa dalam bentuk digital. Setiap displai karya dapat diakses dengan satu kali klik.
”Ada plus minus dari pameran daring. Menguntungkan bagi saya, yang tinggal jauh dari pusat kota masih bisa menikmati karya seni. Tetapi tetap ada minusnya karena lihat karya lewat layar monitor. Enggak bisa, tuh, kita lihat detail keindahan karya lukisannya, bertatap muka dengan senimannya,” ucap Dilla.
Gilang dan Dilla menyadari, banyak sekali keterbatasan dalam pameran daring. Gilang sendiri kurang merasakan suasana ruang pameran karena tidak ada kehadiran pengunjung lain.
Meski laman situs telah dibuat selaiknya pengunjung mendatangi sebuah ruangan, ternyata pameran daring tidak dapat memenuhi seluruh sensasi keinderaan pameran seni sungguhan.
Ada plus minus dari pameran daring. Menguntungkan bagi saya, yang tinggal jauh dari pusat kota masih bisa menikmati karya seni. Tetapi, tetap ada minusnya karena lihat karya lewat layar monitor. Enggak bisa, tuh, kita lihat detail keindahan karya lukisannya
Kepala Museum Galeri Nasional Pustanto mengakui, masih banyak keterbatasan dalam pelaksanaan pameran daring. Namun, berbagai adaptasi dalam pameran harus dilakukan karena kondisi pandemi. Begitu pula pameran Jejakkarta, yang sudah direncanakan sejak tahun lalu, kini harus berjalan secara daring.
”Sejak dirintis tahun lalu, pameran seni Jejakkarta mestinya dipentaskan secara luring (offline). Namun, karena pandemi ini, suka tidak suka, kami semua harus beradaptasi. Hal ini juga yang membuat rekan-rekan seniman dan juga tim pengelola museum harus kreatif,” ujar Pustanto dalam pembukaan pameran, Rabu (28/10/2020).
Lewat pameran seni daring Jejakkarta, Pustanto berharap seni tetap bisa bekerja dalam merekam jejak kota Jakarta, naik dalam karya lukisan, patung, dan lain sebagainya. ”Semoga pameran ini mampu melengkapi narasi tentang kota Jakarta yang dinamis dan penuh kompleksitas,” ungkapnya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyampaikan, penyelenggaraan pameran seni daring saat ini adalah inovasi. Hal ini menjadi langkah sigap untuk mengakomodasi kesulitan seniman selama pandemi. ”Meski begitu, saya rasa tetap perlu untuk terus mencari bentuk-bentuk kreatif pameran,” ujarnya.
Artistic Director Art Jakarta Enin Supriyanto mengatakan, seluruh ekosistem seni rupa kini berusaha untuk tetap berkolaborasi. Di tengah segala keterbatasan karena pandemi, ia berharap agar warga juga terus beradaptasi dengan perangkat digital yang mendukung pameran seni daring.
Dengan berbagai inovasi dan keterbatasannya, publik mesti berpuas diri dengan menikmati karya seni lewat layar. Selama waktu luang di rumah, hal ini tetap bisa menjadi pilihan.