Anomali Pasar Hunian dalam Bayang-bayang Pandemi
Pandemi Covid-19 tak kunjung jelas kapan berakhirnya. Pasar properti yang semakin tertekan membuat inovasi penjualan makin kreatif. Uniknya, di tengah situasi suram ini, terjadi anomali penjualan rumah saat ini.
Daya tahan pasar properti sedang diuji di tengah pandemi Covid-19. Sebagian konsumen melihat momentum ini sebagai waktu yang tepat berinvestasi, sebagian lagi terkesan kuat masih perlu waktu memutuskan pembelian.
Anomali pasar memang cukup mengherankan dalam bayang-bayangi pandemi. Di tengah kondisi ekonomi yang merosot, termasuk pasar properti, sejumlah pengembang jalan terus dengan peluncuran proyek-proyek baru.
Survei Indonesia Property Watch (IPW) berjudul Tren Pasar Perumahan Jabodebek-Banten Kuartal III-2020 menunjukkan, pandemi Covid-19 menggerus penjualan properti di pasar perumahan Jabodebek-Banten. Nilai penjualan rumah pada kuartal II yang mencapai Rp 1,304 triliun turun 17,4 persen menjadi Rp 1,077 triliun di kuartal III. Jumlah unit yang terjual pada kuartal III juga turun 31,3 persen, dari 2.319 unit di kuartal sebelumnya menjadi 1.594 unit.
Namun, pada ujung September lalu, Summarecon Bogor, Jawa Barat, bersiap memasuki babak pra-peluncuran (pre-launching). Padahal, beberapa pekan sebelumnya, Summarecon Serpong baru saja meluncurkan kluster Mozart di kawasan Serpong, Banten.
Tepat 17 Oktober, saat Summarecon Bogor resmi diluncurkan, berbagai tipe hunian dua lantai yang menjual keasrian alam pegunungan dikabarkan habis terjual. Selain dua tipe rumah di kluster The Mahogany Residence dan The Agathis Golf Residence, ada pula kavling The Mahogany Island. Luasan bangunan 89-307 meter persegi dibanderol mulai dari Rp 1,35 miliar hingga Rp 4,93 miliar. Sementara kavling dijual Rp 1,44 miliar.
Jumlah unit Summarecon Bogor tidaklah sedikit. The Mahogany Residence memiliki 321 rumah, sementara The Agathis Golf Residence 198 unit. The Mahogany Island terdiri atas 79 kavling. Walaupun disebut terjual habis, proses benar-benar terjual masih membutuhkan kepastian karena mekanisme KPR membutuhkan persetujuan bank.
Melihat fenomena ini, Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida dalam Property Fiesta Virtual Expo yang diselenggarakan Dyandra Promosindo di Jakarta, Selasa (27/10/2020), mengakui, pandemi tak menyurutkan pengembang properti terus berinovasi.
Baca juga : Summarecon Bogor Tawarkan Lingkungan Sehat dan Alami
Permintaan dan pasokan
Di tengah situasi pasar yang suram ini, permintaan akan tempat tinggal masih terus ada. Tim Analis 99 Group dalam konferensi pers virtual Mandiri Festival Properti Indonesia Online 2020 mencatat, properti seharga kurang dari Rp 300 juta dan di rentang Rp 500 juta-Rp 1 miliar masih menempati posisi teratas permintaan konsumen. Namun, dari sisi suplai, jumlah tertinggi justru terdapat pada rentang Rp 2 miliar-Rp 5 miliar.
PT Setiawan Dwi Tunggal selaku pengembang apartemen The Parc di South City, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, adalah salah satu pengembang yang menawarkan hunian di kisaran harga Rp 300 juta-Rp 700 juta. Pengembang ini bertekad melanjutkan proyek pembangunan apartemen ini meski di tengah pandemi Covid-19.
Bahkan, pembangunan fondasi apartemen The Parc yang dikerjakan PT Indonesia Pondasi Raya Tbk sudah selesai lebih cepat dari jadwal pada April 2020 dan siap untuk tahap pembangunan berikutnya.
Associate Director Southcity Stevie Faverius Jaya menyebutkan, ada dua menara di The Parc, yakni Summer Tower dan Spring Tower. Penjualan Summer Tower sudah mencapai 95 persen dan Spring Tower baru terjual 20 persen.
Salah satu terobosan yang mendorong penjualan di masa pandemi adalah promosi diskon Rp 17 juta dan libur pembayaran cicilan selama tiga bulan yang terbatas hanya untuk 45 unit. ”Promo pilihan serta kemudahan cara bayar ini kami sesuaikan dengan target market kami, kaum milenial,” kata Stevie.
Mengincar kelompok milenial juga dilakukan Apartemen Creative Office and Residence (CORE) di kawasan Cipete, Jakarta Selatan. Namun, harga yang ditawarkan lebih tinggi, yakni Rp 1 miliar-Rp 3 miliar. Selain lokasi yang lebih dekat ke pusat kota Jakarta dibanding The Parc, pengembang Bintaro Jaya Highrise menangkap kebutuhan milenial yang mengutamakan kemudahan konektivitas, kolaboratif, dan kenyamanan. Salah satunya lokasi yang dekat stasiun MRT Cipete.
Soal variasi harga ini, pendiri dan Direktur Urban+ yang juga pemenang sayembara Desain Ibu Kota Negara, Sofjan Sibarani, mengatakan, ”Rumah menjadi begitu relatif. Bukan sekadar berfungsi sebagai tempat tinggal, melainkan ke depan juga semakin berfungsi menyatu untuk bekerja. Itu menjadi tren yang mestinya ditangkap developer.”
Country Manager 99 Group Indonesia Maria Herawati Manik menambahkan, peran agen dan pengembang sangat diperlukan untuk menjelaskan peluang dan keuntungan membeli properti saat ini. Juga, konsumen mesti ditawari daya tarik, seperti keringanan cicilan uang muka dan kemudahan proses akad kredit dengan bank.
Baca juga : Tren Penjualan Apartemen Masih Turun
Tren pasar
Dalam survei Tren Pasar Perumahan Jabodebek-Banten Kuartal III-2020 yang dilakukan IPW juga terlihat, komposisi unit yang terjual meningkat pada properti kelas menengah ke atas. Berbeda dengan penjualan kelas menengah ke bawah.
Penjualan di level harga Rp 501 juta-Rp 1 miliar berkontribusi 33,8 persen atau naik 8,5 persen dibanding kuartal II-2020 yang hanya 25,3 persen. Sementara penjualan properti seharga di atas Rp 1 miliar mencapai 16,9 persen atau naik 2,9 persen dibanding kuartal sebelumnya 14,1 persen.
Penurunan terjadi pada penjualan hunian dengan harga di bawah Rp 300 juta, yakni 33,9 persen atau minus 4,4 persen dibanding kuartal II-2020 yang mencapai 38,3 persen. Kondisi serupa terlihat pada properti seharga Rp 301 juta-Rp Rp 500 juta yang sebelumnya 22,3 persen pada kuartal II menjadi 15,3 persen pada kuartal III.
Pengamat properti Ali Tranghanda berpendapat, penurunan kontribusi penjualan segmen kurang dari Rp 500 juta karena masyarakat menengah-bawah diperkirakan menjadi golongan yang paling terdampak pandemi.
Survei IPW ini juga memperlihatkan, metode pembayaran KPR masih tetap mendominasi, yakni 82,70 persen di kuartal III. Walau angka ini turun dari kuartal sebelumnya yang mencapai 83,41 persen.
Bahkan, ada pergeseran signifikan dari pembelian secara tunai yang pada kuartal II mencapai 14,1 persen menjadi 9,11 persen pada kuartal III. Konsumen beralih ke pembayaran tunai bertahap yang pada kuartal II hanya 2,42 persen naik tajam menjadi 8,19 persen di kuartal III.
Bagaimanapun pola pergerakan pasar perumahan masih belum stabil dan dimungkinkan menurun lagi pada triwulan berikutnya. Apabila kondisi pandemi berkepanjangan, diperkirakan segmen menengah sampai level harga Rp 500 jutaan akan terimbas lebih berat, mengikuti segmen bawah yang lebih dulu tertekan.
Namun, IPW juga melihat anomali tren positif segmen menengah-atas mulai dari harga Rp 500 jutaan diperkirakan akan tetap berlanjut. Bahkan, dapat menjadi ”penyelamat” pasar perumahan hingga situasi sepenuhnya membaik.
”Stimulus pemerintah untuk menjaga pasar perumahan, khususnya terkait perpajakan, harusnya difokuskan pada golongan ini,” tutur Ali Tranghanda.
Baca juga : Investasi Properti di Barat Jakarta yang Semakin Menarik