Gotong Royong Beli Dagangan Teman
Pada saat susah akibat pandemi Covid-19 seperti saat ini, terasa sekali arti pentingnya dukungan keluarga, tetangga, dan teman-teman.
Makna persahabatan diuji dalam kondisi sulit. Selama krisis pandemi Covid-19, membeli barang jualan teman merupakan bukti nyata untuk mendukung teman yang berprofesi sebagai pelaku usaha kecil dan menengah. Ini juga upaya mendorong perekonomian masyarakat terus berputar.
Dukungan teman selama pandemi dirasakan fotografer sekaligus pengusaha Yoppy Pieter. Pada Jumat (23/10/2020), Yoppy membagikan foto makanan ayam lado mudo khas Bukittinggi di Instagram. ”Selamat pagi, kami open PO lagi ya, untuk pengiriman hari Minggu (25/10). Hanya ada 14 ekor, ya, teman-teman,” tulis Yoppy, yang tinggal di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ini.
Selain makanan ayam lado mudo yang dijual dengan merek dagang Resep Ijo, Yoppy juga berjualan tanaman hias keladi (Caladium sp) yang sangat cantik dan menyegarkan mata. Sebagian besar promosi makanan dan tanaman dilakukan melalui sosial media. Hal itu tidak mengurangi antusiasme dari pelanggan, yang sebagian adalah teman-temannya.
Pada akhirnya, teman-teman telah menciptakan pasar mereka sendiri sehingga produk saya bisa lebih laku terjual.
”Teman-teman tidak hanya membeli produk untuk diri sendiri, tetapi juga membeli untuk kerabat dan keluarga. Pada akhirnya, teman-teman telah menciptakan pasar mereka sendiri sehingga produk saya bisa lebih laku terjual,” ujarnya.
Ia mencontohkan, seorang teman membeli makanan ayam lado mudo sebanyak delapan ekor untuk dikirimkan kepada kerabatnya sebagai parsel ketika berulang tahun. Harga seekor ayam lado mudo yang dimasak dengan resep 16 jenis rempah itu Rp 185.000 belum termasuk ongkos kirim. Ini membuat makanan yang dijual Yoppy cepat laku.
Tak hanya membeli makanan, teman-temannya juga membantu promosi melalui kanal media sosial. Melalui promosi ini, Yoppy mendapatkan pelanggan baru, yang tidak hanya datang dari Jabodetabek, tetapi juga dari Bali, Surabaya, dan Yogyakarta. Untuk memastikan makanan dalam kualitas prima, ia bekerja sama dengan layanan ekspedisi pengiriman barang yang akan sampai pada hari yang sama.
Yoppy menggeluti usaha makanan dan tanaman sejak awal pandemi Covid-19. Selama krisis pandemi, aktivitas pria yang sehari-hari bekerja sebagai fotografer dokumenter ini serba terbatas. Pemasukan pria yang menerbitkan buku foto Saujana Sumpu ini menjadi tidak pasti.
Berusaha beradaptasi dengan keadaan, munculah ide menjadi pengusaha. Bisnis di bidang kuliner menjadi pilihan mengingat Yoppy memang hobi masak dan berpengalaman berbisnis katering. Sementara itu, usaha tanaman dipilih karena ia melihat tren pasar saat masyarakat gemar bercocok tanam.
Berjualan di tengah pandemi, menurut Yoppy, memberikan tantangan dan keuntungan. Tantangannya adalah daya beli masyarakat melemah. Sementara keuntungannya ia tidak perlu mempekerjakan orang lain. Untuk menjalankan usaha kuliner, Yoppy berbagi tugas dengan seorang teman. Yoppy fokus urusan dapur, sementara rekannya fokus promosi dan berjualan.
Sekalipun pandemi telah berlalu, Yoppy bertekad tetap menjadi pengusaha di samping menjalani profesi sebagai fotografer. ”Ini menjadi persiapan jangka panjang. Kalau nanti saya tidak bisa memotret lagi, saya punya usaha yang sudah dirintis sejak sekarang,” katanya.
Selama pandemi, usaha kuliner juga digeluti oleh Vera Lestari, warga Perumahan Puri Primacom, Depok, Jawa Barat. Mengingat ada anjuran bekerja di rumah saja serta mengurangi pertemuan secara fisik, promosi makanan dilakukan melalui aplikasi komunikasi, seperti Whatsapp.
Vera baru selesai mengunggah penawaran lontong Medan yang dimasaknya pada Whatsapp Group, yang berisi tetangga-tetangga di kompleks perumahannya. Tidak sampai satu menit, datang pesanan dari tetangga. ”Bu Vera, saya mau pesan dua porsi,” tulis Maryam, seorang pelanggan lontong Medan buatan Vera.
Setelah menerima pesanan makanan, keesokan harinya Vera langsung memasak. Ketika sebagian besar orang masih terlelap, Vera sudah bangun. Sejak pukul 02.00 dini hari, ia mempersiapkan dagangannya. Makanan untuk sajian sarapan sengaja dipersiapkan pagi.
Vera mengatakan, awalnya pembeli lontong sayur hanya tetangga di sekitar rumanya. Lama-kelamaan jangkauan penjualan makanan melebar. ”Banyak teman merekomendasikan lontong sayur buatan saya kepada teman lainnya, jadi semakin menyebar,” kata Vera.
Menurut Maryam, dirinya sangat terbantu dengan adanya usaha kuliner dari Vera. ”Pagi-pagi sudah tersedia sarapan untuk anak-anak yang sekolah di rumah. Ini saling menolong dan saling membutuhkan. Bagi yang berjualan, juga membutuhkan uang,” kata Maryam.
Bagi Sulistiani, pandemi juga hampir memupuskan semangat. Setelah pensiun dari tempat bekerja, Sulistiani membuka toko batik di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Baru sembilan bulan merintis usaha baru, pandemi muncul di Indonesia. Ini membuat Sulistiani terpaksa menutup toko batiknya. Sulistiani kemudian beradaptasi dengan berjualan batik secara daring.
Saya sudah wanti-wanti, jangan beli dagangan saya karena kasihan.
Tak hanya kain batik, Sulistiani juga menjual berbagai macam makanan, seperti laksa dan kue sus dengan merek Dapuralkenz. Sulis banyak memasarkan jualannya kepada teman-teman. ”Saya sudah wanti-wanti, jangan beli dagangan saya karena kasihan. Anak-anak saya juga mengingatkan agar saya tetap menjaga kualitas,” ujar Sulis yang juga menjadi pegiat komunitas UMKM di tempat tinggalnya di Ciledug, Kota Tangerang, Banten.
Makanan yang dijual Sulis terbukti enak. Ia juga memberikan pelayanan dan komoditas terbaik untuk para pelanggannya karena banyak pelanggan yang melakukan pemesanan berulang.
Sentuhan personal merupakan alasan Ria P, salah satu teman Sulistiani, untuk membeli kue sus dari Sulis. ”Kue sus merupakan makanan kenangan saya sejak kecil di Bandung. Sayangnya, sekarang saya menderita diabetes. Tetapi, situasi ini dapat diatasi kalau saya memesan kue sus dari Sulis. Saya minta gula diganti dengan gula diabetes, juga bagian atas kue dibuat agak gosong. Kalau beli di toko, mana bisa minta ini-itu,” kata Ria.
Arti persahabatan
Astrid Sulaiman, musisi Jazz di Bali, semakin memahami arti persahabatan. Sejak dunia panggung terhenti dan hanya bisa pentas secara online, Astrid dan suaminya, Yuri Mahatma, yang memiliki kemahiran mengolah makanan Onigiri, harus banting setir berjualan makanan, yaitu Japanese Curry Rice dan Onigiri.
”Kebanyakan yang beli teman-teman sendiri, musisi, dan tetangga. Kami jualan secara online ataupun pesan melalui Whatsapp,” kata Astrid yang dihubungi di Bali, Kamis (22/10/2020).
Sebetulnya, jauh sebelum pandemi Covid-19, dia membuka brand Goro-goro Kare Bali sekadar untuk mengisi waktu. Ternyata, pandemi yang berkepanjangan membuat pasangan ini banting setir berjualan. Sejak pandemi, produknya juga bertambah, seperti sambal bawang, sambal ijo, dan udang rebon yang dikemas botolan supaya bisa dikirim ke luar kota.
Sedikit menyingkirkan rasa malu, Astrid menawarkan makan kepada teman dekat dan tetangga. Rupanya, peminat sangat besar, sampai Onigiri yang terdiri dari tujuh variannya dipasok ke salah satu supermarket di Bali. ”Teman saya yang sekarang jobless dari kantor penerbangan juga buka warung bakmi. Karena dia suka order produk saya, sekarang saya juga sering order bakminya. Kebetulan, enak dan dekat rumah juga. Ya, sekarang saling bantu teman deh,” kata Astrid.
Saat susah akibat pandemi begini, terasa sekali artinya sebuah pertemanan. Mereka memberikan support luar biasa.
Begitu berartinya teman juga dirasakan Coky Anderson Siagian, mantan jurnalis televisi swasta yang kini membuka warung Ayam Bakar See-Jontor. ”Saat susah akibat pandemi begini, terasa sekali artinya sebuah pertemanan. Mereka memberikan support luar biasa. Mereka mendukung temannya yang sedang berjuang pada masa pandemi,” ujar Coky.
Omzet penjualannya sejak Juni lalu terus meningkat. Rata-rata omzet penjualannya bisa mencapai sekitar Rp 1,5 juta per hari. Setiap hari dia mengolah rata-rata 120 ayam dan 60 ikan. Terus terang, kata Coky, awal pertama kali tumpuan utama jualannya adalah kerabat dan teman-teman dekat. Dari merekalah, ia bisa tahu kekurangan dan kelebihan rasanya.
Coky memperkenalkan semua produk makanan melalui Whatsapp danpun pesan langsung Instagram. Bermodal HP, semua proses memasak hingga produk siap jualnya difoto semenarik mungkin. Ternyata, respons teman-teman luar biasa karena produknya diolah tanpa bumbu penyedap rasa. ”Kami bersyukur kepada Tuhan, hasilnya positif dan mulai banyak teman yang memesan sejak saat pandemi,” ujar Coky. (JOE)