Kedatangan PM Jepang Isyaratkan Peran Strategis Harmoni Geopolitik dan Ekonomi
Di tengah kekhawatiran akan pandemi Covid-19 yang melanda semua negara di dunia, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga berkunjung ke Indonesia. Tentu bukan hanya kunjungan biasa, PM Jepang membawa pesan khusus.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kedatangan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga ke Indonesia bukan sekadar kunjungan kenegaraan biasa. Ada pesan khusus dalam rangka menjaga jembatan kerja sama negara Jepang dan Indonesia yang terjalin selama 62 tahun.
Kunjungan Suga mengisyaratkan kepada Pemerintah Indonesia agar tidak melupakan peran strategis Jepang dalam membangun harmoni geopolitik dan ekonomi dunia bersama negara para mitra.
Wakil Ketua DPR Koordinator Industri dan Pembangunan Rachmat Gobel mengatakan hal itu seusai menghadiri jamuan bersama Perdana Menteri Yoshihide Suga dan alumni Jepang dari Indonesia, Rabu (21/10/2020), di Jakarta. ”Saya menilai, kunjungan PM Suga memiliki pesan kuat dan strategis dari Jepang kepada mitranya di ASEAN, termasuk Indonesia,” kata Gobel.
Menurut Rachmat, PM Jepang ingin menegaskan, kemitraan selama ini telah membawa dampak positif bagi ekonomi ASEAN dan tidak ingin apa yang telah dibangun bersama selama ini menjadi sia-sia.
Seperti diberitakan Kompas, kunjungan PM Jepang Yoshihide Suga tidak terbatas dalam konteks hubungan bilateral kedua negara, tetapi juga sebagai bagian penting dalam upaya negaranya mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di kawasan yang lebih luas, yakni Indo-Pasifik (Kompas, 21/10/2020).
Di bawah pemerintahan siapa pun, lanjut Rachmat, Jepang selalu berkeinginan merajut hubungan yang hangat. Komitmen selalu hadir sebagai mitra terkuat ASEAN, khususnya Indonesia, untuk kepentingan stabilitas politik dan ekonomi, baik dalam kancah regional maupun global.
Hal inilah yang perlu dibaca oleh pemerintah, lembaga terkait, dan pelaku usaha. ”Selama 62 tahun menjalin kerja sama, Jepang telah memberi kontribusi secara berkesinambungan dalam pembangunan Indonesia di berbagai sektor. Jepang tidak hanya hadir sebagai salah satu investor asing terbesar di bidang industri migas dan nonmigas, tetapi juga berperan besar dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia,” kata Rachmat.
Rachmat berharap, setelah kunjungan PM Jepang, komitmen kerja sama Indonesia-Jepang di berbagai sektor akan semakin besar.
Ia optimistis ketika melihat data pertumbuhan perdagangan dan investasi Jepang ke Indonesia yang dilansir Jetro menunjukkan pertumbuhan kinerja ekonomi Indonesia ke Jepang meningkat secara signifikan. Total investasi perusahaan Jepang dalam 10 tahun terakhir (2008-2018) tercatat 31miliar dollar AS, yang ditanamkan di sektor industri, infrastruktur, dan jasa.
Sementara kontribusi ekspor perusahaan Jepang terhadap total ekspor Indonesia ke pasar dunia mencapai 24,4 persen. Perusahaan tersebut menyerap 7,2 juta pekerja. Selain itu, hampir 90 persen perusahaan Jepang di Indonesia memberikan pelatihan kepada lebih dari 50.000 pekerja dan profesional. Adapun di bidang infrastruktur, salah satu kontribusinya adalah membangun pembangkit listrik berkapasitas 17 gigawatt.
Di bidang peningkatan sumber daya manusia, hasil survei yang dilakuan setiap tahun oleh Japan Student Services Organization (Jasso) menunjukkan, jumlah siswa Indonesia yang belajar di Jepang meningkat dua kali lipat dalam lima tahun terakhir hingga mencapai 6.277 orang pada tahun 2018 meskipun secara rasio masih di bawah Vietnam. Vietnam telah mengirimkan 72.345 orang siswanya pada tahun 2018. Padahal, total populasi Vietnam hanya 96 juta jiwa.
Peluang sekaligus hubungan baik
Kunjungan PM Suga ke Indonesia juga membuka peluang besar kepada pelaku ekonomi nasional di sektor keuangan, perdagangan, industri manufaktur, serta infrastruktur untuk melakukan perluasan kerja sama yang sudah berjalan ataupun kerja sama baru dengan pebisnis Jepang yang ikut dalam rombongan PM Jepang.
”Kunjungan PM Jepang ini menyaksikan langsung perkembangan dan hasil kerja sama Indonesia-Jepang dalam berbagai sektor, termasuk progres proyek infrastruktur yang dibiayai Jepang, harus dimanfaatkan untuk menggali berbagai peluang baru. Semoga kunjungan ini mengalibrasi hubungan dari hati ke hati, sesuai dengan Doktrin Fukuda, menjadi lebih kuat lagi,” kata Rachmat.
Rachmat juga berharap, melalui instansi terkait, pemerintah perlu terus menjaga hubungan baik dengan menjamin adanya regulasi yang adil untuk semua negara mitra Indonesia, termasuk Jepang.
”Sepanjang hubungan terjalin secara adil kepada semua negara mitra strategis tradisional, kita bisa berharap, tidak hanya nilai investasi yang akan meningkat, kualitas investasi pun akan mampu memperkuat struktur ekonomi nasional dan menghadapi berbagai tantangan di era Industri 4.0, termasuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 yang dicanangkan Presiden Jokowi,” katanya.
Jangan sampai, lanjutnya, kekhawatiran sejumlah kalangan bahwa arus modal yang masuk ke Indonesia saat ini terlalu didominasi pihak tertentu menjadi kenyataan. Menjaga kepentingan saling menguntungkan dan keseimbangan peluang investasi bagi negara-negara mitra tradisional Indonesia sangat penting.
”Kita sama-sama harus menjaga, jangan sampai ada negara yang bisa mendikte dan memaksakan kepentingan bisnisnya di atas kepentingan nasional kita sehingga secara keseluruhan sangat merugikan negara,” ujar Rachmat.