Merentang Batik Melanglang Buana
Kreativitas yang dialirkan dalam desain busana membawa batik ke panggung mode dunia. Beberapa perancang berkolaborasi untuk meningkatkan kreativitas.
Di tangan perancang mode, lembaran batik menemukan ”nyawa” baru. Kreativitas yang dialirkan dalam desain busana membawa batik ke panggung mode dunia. Tak sekadar memanggungkan, para desainer mode ini turut melestarikan batik bersama para perajinnya.
Desainer muda, Janice Pradipta Setyawan (24) dan Benita Pradipta Setyawan (24), asal Surabaya, Jawa Timur, begitu percaya diri menjadi delegasi tunggal Indonesia yang membawakan batik di Milan Fashion Week (MFW) 2020/2021. Duo direktur kreatif label Maquinn Couture ini memanggungkan sepuluh tampilan adibusana dalam koleksi ”Pilgrimage” di Palazzo Visconti, Sabtu (26/9/2020).
Meskipun menampilkan perjalanan leluhur lewat batik klasik, koleksi mereka tampak modern dalam balutan gaya Eropa. Batiknya sangat segar dengan pilihan warna-warni serta motif yang tak biasa. ”Kami juga mixed budaya Indonesia-Eropa. Kami mau menunjukkan batik itu versatile bisa digabungkan,” kata Janice saat dihubungi, Rabu (7/10/2020)
Salah satu tampilan yang ditonjolkan berupa gaun terusan dari lembaran batik motif wayang kulit bernuansa biru laut. Tidak ada pengulangan karakter wayang dalam lembaran batik sepanjang 2,5 meter itu. Menunjukkan satu cerita wayang dalam satu kain, beragam motif klasik bisa ditemukan, mulai dari mega mendung Cirebon hingga kawung serta truntum khas DI Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Seusai pertunjukan, ada penikmat mode di Italia yang segera mengutarakan keinginan berkolaborasi ketika menyaksikan warna barouqe yang merupakan perpaduan warna keemasan dan warna di antara warna biru dan abu-abu yang menghiasi lengan batik sebuah gaun pendek. ”Kami suka batik yang bold dan elegan. Yang pertama terlihat langsung terkesan mewah dan klasik,” kata Janice.
Memulai label Maquinn Couture sejak 2014, Janice dan Benita terus menjalin kolaborasi dengan desainer motif ataupun pembatik di Jawa Tengah. Kualitas batik dipertahankan dengan proses pembuatan memakai canting di atas tenun sutra. ”Orangtua menanamkan kecintaan batik. Kami terjun lapangan langsung dan melihat proses membatik memang sangat rumit,” ujar Janice.
Naik kelas
Di mata perancang mode senior, seperti Edward Hutabarat, mendukung pembatik tidak sebatas kolaborasi menggunakan produk mereka dalam karya-karyanya. Dukungan yang diperlukan adalah rebranding UMKM batik supaya ”naik kelas”.
”Perlu panduan, pendampingan untuk pembatik. Perkenalkan mereka dengan Dior, ajarkan mereka packaging, ajarkan cara display di rumah, bahkan sampai penerangan di ruang pamer batiknya,” kata Edo, sapaan akrabnya, saat dihubungi Selasa (6/10/2020).
Selama 40 tahun berkarya, Edo memperkenalkan dan memanggungkan wastra Nusantara, termasuk batik. Memperingati empat dasawarsa karyanya, sekaligus bertepatan dengan Hari Batik Nasional, Edo meluncurkan koleksi Cruise 2021 yang sebagian besar menampilkan batik mega mendung khas Cirebon dipadukan lurik Klaten.
Cruise 2021 ditayangkan dalam format virtual di kanal Youtube pribadinya pada 2 Oktober 2020. Edo memilih palet warna cerah, seperti biru, merah, dan kuning dengan gaya kasual dan berkesan muda. ”Ini street couture. Busana santai tapi couture. Karena ini sedang pandemi, saya ingin berikan formula saat orang di rumah, mereka bisa tetap berteman dekat atau merangkul couture,” katanya.
Ada 45 look berupa luaran longgar dan gombrang (oversized) bermotif mega mendung ukuran panjang atau pendek. Rancangan batik mega mendung berpadu lurik ini juga diusung Edo di panggung Nusantara Fashion Festival yang digelar semasa pandemi. ”Pasar menengah ke atas untuk batik masih terbuka luas. Kalangan inilah yang seharusnya diwarnai para artisan batik. Tapi, sekali lagi, perlu panduan,” kata Edo.
Desainer Didiet Maulana juga tak lelah mengajak rekan sesama desainer dan wirausaha berkolaborasi dan menggunakan karya para pembatik untuk rancangan mereka. Didiet, salah satunya, menggandeng pembatik Lasem dan menghasilkan sajadah bermotif batik lasem, yang diberi nama sajadah Covid.
Melalui Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), desainer Samuel Wattimena berkreasi memadukan kerajinan para perempuan yang tergabung dalam Du Anyam di Flores, Nusa Tenggara Timur, dengan batik dari Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Dekranas melalui Ketua Bidang Pendanaan Elizabeth Thohir menawarkan kepada beberapa BUMN bekerja sama dengan sejumlah desainer, termasuk Samuel.
Kolaborasi pada akhir September 2020 yang juga menyertakan Pegadaian tersebut menggunakan bahan tumbuhan purun tikus untuk membuat anyaman. Samuel sekaligus meminta para perajin batik menggunakan pewarna alami. Sosialisasi mengenai isu peduli lingkungan semakin masif di dunia. ”Indonesia harus ambil bagian seiring desainer-desainer muda yang terus berkreasi,” katanya.
Generasi muda
Kolaborasi juga dilakukan Samuel dengan mengarahkan peragaan busana virtual Cita Nusantara: Ekspresi, Tradisi, Masa Depan yang melibatkan desainer muda pada akhir September 2020. Peragaan itu mengetengahkan busana tak hanya batik dan lurik Banyumas, Trenggalek, dan Pamekasan, tetapi juga tenun troso Jepara dan gambo muba Musi Banyuasin.
Samuel memilih desainer-desainer muda karena mereka harus melihat visi 10 tahun ke depan. Pasar saat itu akan dikuasai generasi muda. ”Saya mau perajin paham, jangan semata bikin motif lama. Bukan jelek, melainkan motif itu harus dipadukan energi anak muda,” katanya.
Kecintaan pada batik di kalangan generasi muda bukanlah sesuatu yang mustahil. Hal ini antara lain terlihat dari pertalian Radinindra Nayaka Anilasuta (19) yang menemukan kegemaran memakai batik sejak duduk di bangku SMA. Kecintaan pada batik pula yang membawanya memilih kuliah di jurusan fashion design di Binus.
Sehari-hari, Nayaka sebisa mungkin memakai batik. Dalam perayaan malam perpisahan SMA atau prom night, penampilannya memakai jubah batik klasik segera menjadi pusat perhatian. Lahir di keluarga yang kental budaya, batik yang dipakai umumnya adalah warisan keluarga yang masih kerabat Keraton Surakarta.
”Batik menyelamatkan aku. Aku pengin bisa berbicara tanpa mengatakan satu kata pun. Aku merasa makna batik bisa jadi suaraku sendiri. Busana seperti sebuah bahasa. Batik kosakatanya. Aku selalu pakai busana batik untuk berbicara emosi hati atau hal yang aku enggak bisa bicarakan, seperti toxic masculinity, diskriminasi jender, dan isu politik,” ujarnya.
Nayaka memakai batik parang ketika merasa bangga atau punya tekad kuat. Sidomukti di saat penuh harapan hidup yang penuh kedamaian. ”Leluhur memberi batik untuk menyalurkan emosi-emosi yang kupendam dengan transformasi ke sesuatu yang positif. Dengan berkarya ke sesuatu yang modern dengan fondasi budaya leluhur,” kata Nayaka yang juga mulai mendesain motif batiknya sendiri bekerja sama dengan perajin di Solo.
Bagi pencinta batik, Tenik Hartono, ada banyak cara yang bisa dilakukan para penggemar dan kolektor batik untuk mendukung pembatik di masa krisis akibat pandemi ini. Kolektor dan masyarakat kelas atas diharapkan tetap membeli batik. Untuk kalangan yang uangnya pas-pasan saat ini, banyak batik tulis atau batik cap dijual dengan harga sangat terjangkau. ”Sebanyak-banyaknya! Dan, jangan ditawar,” ujarnya.
Seperti disebut oleh desainer Musa Widyatmodjo, batik akan selalu menjadi benda warisan leluhur yang berharga. Segala sesuatu yang dikerjakan oleh tangan, seperti batik, sudah seharusnya akan semakin berharga dan mahal, bukannya semakin murah. Nilai mahal itu karena proses produksinya membutuhkan keahlian, kesabaran, dan waktu. Batik buatan tangan akan tetap bertahan karena memiliki kualitas yang bisa dipertanggungjawabkan.