Ayam Goreng dari Selatan
Cita rasa ayam goreng khas selatan AS kini hadir di dekat kita.
Di Amerika Serikat, makanan selazim ayam goreng ternyata menyimpan perdebatan meski tak seheboh debat pemilihan presidennya saat ini. Isunya adalah apakah makanan itu dibawa pendatang asal Eropa bagian selatan atau justru diperkenalkan pertama kali oleh para budak kulit hitam asal Afrika Barat?
Pada masa sebelum Perang Saudara (12 April 1861-9 April 1865), para budak kulit hitam banyak dipekerjakan di perkebunan di negara-negara bagian selatan AS. Kawasan itu pula yang kini dikenal sangat kuat mengakar tradisi ayam gorengnya selain barbeku. Fakta itu mungkin ini petunjuk tersendiri.
Ada banyak varian ayam goreng bisa ditemukan di sana. Sebut saja mulai dari olahan ayam goreng, yang sebelumnya direndam dalam susu mentega terfermentasi (buttermilk), dengan tambahan bumbu, dan menu si ayam pedas (hot chicken).
Cita rasa ayam goreng khas selatan AS itu kini hadir di dekat kita. Pelaku bisnis kuliner ayam goreng itu, pasangan muda Ruben Indraman dan Kania Annisa dengan brand ”Dapur Ruben” serta trio Anky Fangiono, Nabila Askandari, dan Amanda Widjaja dengan ”Big Poppa”.
Baik Ruben maupun Anky, keduanya mengaku sama-sama tersihir kelezatan ayam goreng ala selatan itu. Lewat ”Dapur Ruben”, sang pendiri menghadirkan menu andalan kegemarannya, buttermilk fried chicken, yang juga disandingkan dengan ”cocolan” (dip) golden sauce kreasinya sendiri. Menu ayam goreng tersebut akrab dinikmati Ruben saat masih tinggal di Atlanta, Georgia, AS.
Sementara di ”Big Poppa”, Anky menghadirkan resep andalan ayam pedas hot chicken ala Nashville, Tenessee. Pertama kali mencicipi ayam pedas itu, ia langsung jatuh cinta. Saat itu, ia sedang berkunjung ke Los Angeles, AS. Saat masih di sana, Anky juga kerap mampir ke New Orleans, Louisiana, atau Harlem, New York. Menu hot chicken, menurut Anky, lebih kurang sama, seperti buttermilk fried chicken biasa, tetapi diperpedas dengan siraman bumbu sambal khas lidah orang AS.
Racikan andalan
Ruben bercerita, ketika masih tinggal di Atlanta, ia juga gemar memasak sendiri ayam goreng khas itu. Lalu membaginya kepada keluarga serta sahabat-sahabatnya. Kebiasaan itu berlanjut hingga kini, sampai kemudian dia memutuskan mendirikan kurang Dapur Ruben” di sela pekerjaan utamanya.
”Ada semacam sentimental reason juga yang membuat saya lalu ingin mencoba dan membuatnya sendiri sekarang. Awalnya saya masak hanya untuk keluarga dan orang dekat. Saat saya awal buka pre-order (PO) enggak disangka ternyata peminatnya membeludak,” ujar Ruben.
Kunci utama kelebihan ayam gorengnya terletak pada bahan-bahan yang segar dan pada proses memasaknya. Ia tak memakai ayam beku. Ruben merendam daging ayam olahannya dalam buttermilk setidaknya 12 jam sebelum dimasak. Ia membuat buttermilk dengan cara mencampur susu sapi dengan cairan asam dari sari jeruk ataupun cuka.
Berkat perendaman itu, daging ayam menjadi sangat empuk dan bersari. Saat digoreng, rendam ayam dalam minyak goreng panas. Ruben juga membumbuinya dengan beragam rempah lokal, tanpa mengubah orisinalitas rasa.
Kunci kelezatan lainnya adalah tepung berbumbu, yang memang dibuat dengan mempertahankan rasa khas sesuai resep asli, sekalipun menggunakan bumbu lokal. Hasilnya tidak mengecewakan sama sekali.
Daging ayam yang bertekstur empuk dan bersari terasa kaya beragam rasa asin gurih, sedikit manis, dan berujung rasa pedas, seolah menyeruak di setiap kunyahan. Rasa gurih, pedas, dan asin yang memikat juga terasa di lapisan tepung renyah, yang membalut daging ayamnya.
Untuk meningkatkan level kenikmatan, Ruben juga menambahkan saus ”cocolan” (dip) istimewa, golden sauce racikannya sendiri. Hasilnya tak main-main. Cita rasa asam, pedas, dan sedikit manis dari golden sauce cukup mengejutkan di lidah sekaligus memperkaya rasa ayam gorengnya.
”Saran saya sih, kalau baru pertama coba, sebaiknya jangan langsung menambahkan golden sauce-nya. Coba dahulu versi ayam gorengnya saja. Dengan begitu, Anda bisa lebih mengenal kelezatan orisinal dari daging ayamnya. Baru setelah itu pengalaman rasanya bisa ditingkatkan lagi dengan menambah saus itu,” ujar Ruben.
Sayangnya, Dapur Ruben tak menyediakan pilihan potongan ayam bagian dada. Alasannya sederhana, Ruben dan istri tak suka makan daging ayam bagian itu. Mereka tak mau menyajikan kepada para pelanggan makanan yang mereka sendiri enggan menyantapnya.
Satu paket buttermilk fried chicken terdiri dari enam potong bagian paha, drumstick, dan paha atas, serta tambahan dua macam side dish, yaitu bro-cauli gochujang triple cheese dan truffled potato gratin. Dua jenis side dish tadi terasa sangat berkeju.
Sementara untuk ayam pedas Big Poppa, Anky menyediakan tiga macam pilihan potongan daging ayam serba tak bertulang untuk ayam pedasnya. Ketiga macam potongan itu, seperti biggie thighs dari bagian paha ayam, 2PAC tenders dari bagian dada ayam, dan thug nugs berupa potongan dadu ala popcorn chicken.
Tak hanya itu, Anky juga memberi pilihan gradasi empat tingkat kepedasan yang menantang, mulai dari level naked, mild, medium, dan hot damn. Buat Anky, level kepedasan seperti itu sangat cocok dengan lidah orang Indonesia, yang memang terbiasa dengan beragam jenis kuliner berempah dan pedas.
Walau agak kesulitan mendapatkan salah satu bahan baku, yaitu brown sugar, seperti digunakan versi orisinal, Anky mengaku tak menyerah. Untuk beberapa jenis bumbu, dia menggunakan bahan lokal dengan tetap berupaya menjaga keunikan cita rasa aslinya.
Untuk melunakkan dan membuat daging ayamnya sangat bersari, Anky mengembangkan teknik dan racikan proses brining sendiri, yang tentu saja dirahasiakan. Teknik brining sudah lama dikenal dan dilakukan, yakni dengan cara merendam daging ayam dalam air garam selama beberapa jam.
”Proses marinasi terjadi ketika daging ayamnya di-brine dengan racikan sendiri. Dari proses itu protein, yang tadinya membuat daging relatif keras (kenyal), kemudian di-breakdown sehingga membuatnya menjadi lebih juicy. Untuk proses marinasinya kami lakukan sekitar satu hari,” ujar Anky.
Saat dicicipi memang rasa asin daging ayam goreng tepung bumbunya terasa sedikit mendominasi. Akan tetapi, itu tertutupi kemudian dengan kejutan betapa empuk dan bersarinya daging ayam yang disajikan. Sampai-sampai untuk menggigit dan mengunyahnya pun rahang serta geligi tak perlu banyak keluar tenaga.