Pakaian dalam perempuan rupanya punya kekuatan magis untuk mendongkrak kepercayaan diri pemakainya, bukan sekadar memuaskan mata lawan jenis. Lebih jauh, pakaian dalam perempuan menyimpan histori panjang.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
“Ini bukan tentang menggoda laki-laki, tapi merangkul kewanitaan,” ujar Dita Von Teese, seorang penari burlesque, model, aktris, dan pebisnis Amerika Serikat.
Dalam video wawancara yang diunggah pada 2014 di kanal Youtube Into the Gloss, Dita menjelaskan, perempuan bisa tampak “menggoda” bagi laki-laki asal sang perempuan nyaman dengan dirinya. Seluruh diri perempuan merupakan karya seni, dan si pemilik tubuh perlu tahu bahwa ia adalah seni. Kesadaran itu yang akan mengantar perempuan ke gerak tubuh yang luwes dan percaya diri.
Mendongkrak kepercayaan diri perempuan ada banyak caranya. Dita menyarankan agar perempuan mengenakan lingerie—pakaian dalam perempuan, umumnya berkonotasi sensual—setiap hari. Lingerie dipakai bukan untuk “menyenangkan” laki-laki, tapi untuk dinikmati sendiri.
“Anda memang memakainya (lingerie). Laki-laki Anda beruntung karena dia ada di sana dan bisa melihat Anda dalam balutan lingerie,” kata Dita yang juga mendirikan jenama pakaian dalam. Adapun jenama pakaian dalam lokal, Wacoal, meluncurkan koleksi premiumnya kemarin, Kamis (9/10/2020). Koleksi itu ditaburi perhiasan yang dipasok oleh butik perhiasan Passion Prive.
Pendiri dan Chief Operating Officer Passion Prive, Airyn Tanu, mengatakan, tidak ada salahnya mengenakan pakaian dalam yang indah dan glamor. Kendati tersembunyi di balik baju, pakaian dalam punya kekuatan untuk membuat pemakainya merasa cantik.
“Tidak ada salahnya walau itu berada di dalam baju. Jadi bukan hanya outfit-nya saja yang cantik, tapi juga bagian dalamnya. Di sisi lain, pakaian dalam tetap bisa ditampilkan jika dikenakan sebagai luaran. Sudah banyak orang yang melakukannya,” kata Airyn pada pertemuan virtual.
Bra sebagai luaran memang jadi hal lumrah saat ini. Bralette saat ini sering dijadikan atasan oleh para perempuan. Beberapa orang memadukannya dengan rok, celana, atau ditumpuk dengan luaran seperti jas dengan kancing terbuka.
Pakaian dalam pun kini modelnya tidak melulu membosankan dan kuno. Ada juga industri yang membuat bra “imajinatif”. Misalnya, bra dengan aksen duri, bra dengan lampu neon, hingga bra logam yang sisi fungsionalnya dipertanyakan.
Pakaian dalam juga disambut layaknya busana couture masa kini. Tengoklah peragaan mode pakaian dalam dari jenama Victoria’s Secret. Victoria’s Secret rutin menggelar peragaan mode besar setiap tahun dengan tema berbeda-beda. Pakaian dalam itu umumnya dilengkapi sayap yang dirancang khusus sesuai tema. Lengkap sudah tampilan para Victoria’s Secret Angels.
Di sisi lain, Peminat bra fashion tergolong banyak. Guardian mencatat bahwa penjualan bralette atau bra segitiga pada 2017 meroket hingga 120 persen dibandingkan setahun sebelumnya. Sementara itu, penjualan bra push-up (bra yang membuat payudara tampak penuh) turun 50 persen. Data diperoleh setelah meninjau pertokoan di AS, Inggris, dan Eropa. Adapun data ini dihimpun oleh Edited, sebuah perusahaan teknologi di London, Inggris.
Melawan standar
Pakaian dalam, khususnya bra, pernah jadi simbol perlawanan terhadap standar kecantikan di AS. Standar kecantikan itu dinilai menekan perempuan agar ikut arus utama.
Pada 7 September 1968, kelompok perempuan feminis pun memprotes kontes kecantikan Miss America. Salah satu bentuk protes adalah dengan membakar bra ke dalam tong bernama Freedom Trash Can. Selain bra, mereka juga membakar “barang perempuan”, seperti kosmetik, majalah dewasa, hingga pel.
Pembakaran bra hingga kini dikenang sebagai bagian dari gelombang kedua feminisme di AS. Perlawanan itu dianalogikan dengan perlawanan laki-laki yang menolak masuk militer. Keduanya sama-sama melawan kekangan budaya dan politik atas kepribadian personal.
Aksi membakar bra sekaligus melawan gagasan patriarki yang ada. Mereka menolak gagasan bahwa publik berwenang menentukan cara perempuan berpakaian yang pantas dan bermartabat (Cultural Encyclopedia of the Breast: 2014).
Dari segi kesehatan, bra juga jadi simbol meningkatkan kesadaran publik tentang kanker payudara. Hari Tanpa Bra atau No Bra Day diperingati para perempuan setiap tanggal 13 Oktober. Di sisi lain, ada pula orang-orang yang tidak mengenakan bra dengan alasan kebebasan.
Bra rupanya bukan cuma penopang payudara. Ia juga penyokong perlawanan, simbol feminisme, hingga vitamin bagi kepercayaan diri perempuan. Siapa sangka beha bisa mengubah perempuan jadi femme fatale ?