Bersama Rifat Sungkar Menjajal Xpander Reli
Pereli kawakan Rifat Sungkar mewujudkan gagasan mengubah mobil keluarga Mistubishi Xpander menjadi sebuah MPV berperforma tinggi. Ini inspirasi modifikasi bagi para pehobi reli.
”Siap, Bung? Tarik yang ini,” suara pebalap Rifat Sungkar terdengar jelas dari headset pada sebuah siang yang terik di hari Minggu (30/8/2020) di lapangan parkir Sirkuit Internasional Sentul, di Bogor, Jabar. Rifat menunjuk tongkat transmisi yang tingginya sejajar dengan posisi kemudinya itu.
Tanpa perangkat audio di kepala, mustahil berkomunikasi di dalam kabin Mitsubishi Xpander AP4 itu. Maklum, ini bukan Xpander biasa yang suaranya halus. Ini adalah mobil reli ”berbaju” mobil keluarga. Kompas sedang ”menggusur” peran navigator asli, M Redwan.
Suara mesin meraung begitu tuas transmisi ditarik ke belakang dan kaki kanan Rifat menekan pedal gas. Badan yang sudah terkancing sabuk pengaman enam titik sontak terempas ke sandaran kursi bertelinga. Mobil yang sejatinya berkapasitas tujuh penumpang itu melesat deras.
Tiba-tiba, Rifat memutar-mutar setir ke kanan, padahal mobil masih kencang. Sepertinya dia tidak menginjak rem atau mungkin injak tipis saja. Sekonyong-konyong tubuh terbuang ke kiri mengikuti gaya sentrifugal, tetapi tak terlalu jauh. Ketatnya sabuk pengaman efektif mengurangi geseran punggung dari sandaran kursi.
Kami baru saja melahap putaran 180 derajat dalam kecepatan tinggi di permukaan kasar paving block itu. Belum saatnya menarik napas lega. Rifat kembali mengebut menuju titik berangkat sebelumnya. Lagi-lagi, mobil dibikin berputar-putar; kali ini 360 derajat, dua kali! Debu mengepul.
Rifat tiba-tiba berhenti. Membuka pintu, dan memanggil krunya. ”Tolong bikinin gawang dari cone, kira-kira selebar dua mobillah,” pintanya. Duh, cobaan macam apalagi ini.
Dia lalu mengambil ancang-ancang. Tentu saja mengebut. Skenarionya, dia akan mengepot, atau drifting, melewati gawang tadi. Mobil dipacu, yang kata dia tembus 180 km per jam, lalu memelintirnya sesuai skenario. Mobil mengitari gawang dua kali tanpa menyenggol cone. Titis sekali.
Sekitar lima menit Rifat mempertontonkan kepiawaiannya mengemudi. Mobil penuh corak merah, putih, hitam, dan abu-abu itu dibuat melintir berkali-kali. Kemampuan akselerasinya setara dengan ketajaman pengeremannya. Anehnya, meski terombang-ambing dalam kabin, kami tidak mual sama sekali. Kami justru menyesali pengalaman langka ini harus disudahi.
Sejak pagi hingga siang, ada sepuluh orang, termasuk Kompas, mencicipi disetiri Rifat dalam mobil yang diwujudkan dari gagasannya itu. Tak seorang penumpang pun merasa pusing-pusing atau mual. Perasaan giran dan lega adalah reaksi yang terlihat begitu keluar dari kabin. Maunya nambah, tetapi malu.
Berada di dalam mobil reli, bersama seorang pereli, ternyata begitu mengasyikkan. Sejenak kami lupa bahwa yang barusan kami tunggangi adalah mobil MPV yang umumnya dipakai untuk mengantar anak ke sekolah atau belanja kebutuhan rumah tangga.
Bikin geger
Standar spesifikasi mobil reli AP4 dicetuskan Motorsport New Zealand dan Confrence Australia Motor Sport pada 2015. Tujuannya, para pengembang mobil reli di negara-negara Selatan bisa membangun mobil mereka dengan biaya lebih rendah—bea masuk dan biaya pengiriman mobil dari Eropa membuat anggaran balap membengkak. Seri Asia-Pacific Rally Championship adalah salah satu kompetisi yang banyak diikuti mobil berspesifikasi AP4.
Mobil reli AP4 yang ada saat ini kebanyakan berwujud hatchback, misalnya Mazda 2, Hyundai i20, atau Mini Cooper. Maka, ketika Rifat bersama Xpander Rally Team menyodorkan mobil MPV, gegerlah jagat reli di sana.
”Waktu gue kirim mobilnya (ke tim Ralli Art Selandia Baru, pengembang mobil performa tinggi Mitsubishi di Auckland), mereka bilang, ’Kamu bercanda? Ini bakal jadi fantastis, atau malah jadi onggokan sampah.’ He-he-he…. Begitu mobil ini jadi, orang malah berbondong-bondong melihat. Ini membuka wawasan bahwa reli ini bisa pakai mobil apa saja,” kata Rifat seusai sesi uji coba siang itu.
Pengembangan mobil itu dimulai sejak Maret 2018 di Jakarta. Sementara komponen standar AP4 dipasang di Auckland mulai pertengahan 2019. Rifat sengaja memilih Xpander karena mobil ini dikembangkan dan dibikin di Indonesia. Ini menjadi dasar kedekatan Xpander dengan masyarakat dalam negeri. Kedekatan ini bisa berujung pada strategi pemasaran.
”Gue dulu pernah balapan bawa Lancer Evo, mobil orang yang senang reli. Cuma yang mau beli Evo, kan, terbatas. Gue pernah pakai Pajero. Setiap gue balapan, datang, tuh, 50-an Pajero. Nah, (populasi) Xpander, kan, berapa kali lipatnya Pajero. Siapa tahu, menang balapan hari Minggu, Senin orang beli mobilnya, he-he-he,” kata brand ambassador Mitsubishi ini.
Pilihan memakai MPV di ajang reli memantik rasa penasaran pelaku AP4 lainnya. Betapa tidak, Xpander besutan Rifat berukuran bongsor, serba superior dalam urusan dimensi. Bisa jadi, mobil itu adalah MPV pertama di dunia yang ”dipaksa” ugal-ugalan untuk kejuaraan reli resmi.
Xpander AP4 ini memakai sasis yang sama dengan Xpander standar. Bodinya masih berwujud Xpander Cross, hanya disematkan beberapa tambahan (kit) pendukung aerodinamika. Jejak Xpander standar hanya terlihat di sasis dan bodi saja. Sisanya bikin geleng kepala.
Xpander AP4 ini bisa lari kesetanan karena memakai mesin Mitsubishi empat silinder berkode 4B11 yang juga ditanam di Mitsubishi Delica, Mitsubishi Outlander, dan jagoan reli Mitsubishi, Lancer Evo X. Kapasitas sejati mesin itu 2.000 cc, tetapi dipangkas jadi 1.600 cc ditambah turbocharger mengikuti spesifikasi AP4.
Regulasi sebenarnya memungkinkan peserta memakai mesin berkapasitas 1.800 cc. Namun, dengan alasan pengurangan bobot, kapasitas mesin terkecil yang dipilih.
Dengan mesin 4B11 termodifikasi itu, kekuatannya sudah gahar. Di atas kertas, mesin itu menghasilkan tenaga hingga 350 hp dengan torsi mendekati 550 Nm. Konon tenaganya bisa sampai 500 hp, tetapi itu melewati batas regulasi. Sebagai perbandingan, mobil Xpander Cross standar pakai mesin 1.500 cc empat silinder sonder turbo dan ”cuma” menghasilkan tenaga 103 HP.
Bahan bakarnya memakai bensin khusus balap beroktan di atas 100 yang dijual terbatas di Indonesia. Satu liter bensin habis untuk jarak 1,2 kilometer. Ya ampun.
Tenaganya disalurkan ke empat roda atau all wheel drive. Komponen turbo tersembunyi di bawah blok mesin, pada lorong yang sengaja dibuat demi menjaga airflow dan menjaga suhu turbo tetap dingin. Kecepatan dari berhenti hingga 100 km per jam bisa dicapai sekitar empat detik saja. Mana ada MPV biasa yang bisa begini?
Pangkas bobot
Selayaknya mobil balap, bobot mobil perlu dibuat seringan mungkin. Sejumlah perlengkapan harus rela dicopot.
Mobil ini cuma punya dua jok: untuk pengemudi dan asistennya. Panel dasbor polos belaka. Layar indikator kinerja mobil nemplok di batang setir. Kelengkapan, seperti karpet, lapisan plafon, dan lapisan pintu dilucuti. Ini seperti mobil setengah jadi. Semua jendela menggunakan bahan kaca plexiglass sehingga memangkas bobot 8 kg dibandingkan dengan kaca biasa.
Mobil ini juga tidak ada AC-nya. Penggantinya, Rifat pakai perangkat penangkap udara di atap untuk disalurkan ke penyembur di langit-langit dan di bawah kaca depan sebagai defogger. Celah di jendela kiri dan kanan juga bisa digeser untuk menangkap angin.
Bentangan antiroll bar malang-melintang di dalam kabin untuk memperkokoh bangunan mobil dalam kondisi ekstrem. Reli adalah salah satu kondisi ekstrem. Beban antiroll bar dihitung sedemikian rupa agar mobil tidak limbung saat bermanuver. Di dalam Xpander AP4 ini titik bebannya harus dimundurkan 20 sentimeter di belakang pilar B. Dampaknya, posisi mengemudi Rifat jadi sejajar dengan pilar B.
Antiroll bar di bagian bawah pintu depan agak tersembul sehingga untuk masuk dan keluar mobil ini kaki perlu diangkat lebih tinggi. Ini sungguh merepotkan bagi keperluan sehari-hari. Namun, ukuran pintu yang besar dan bukaannya yang lebar khas Xpander memberi akses lebih mudah dibandingkan mobil reli pada umumnya.
Karena dimensi mobil ini di atas rata-rata mobil AP4 lainnya, penyesuaian perlu diterapkan. Cross member di bagian kolong dibuat khusus untuk mobil ini. Pembuatan cross member khusus ini yang menyebabkan Xpander AP4 urung menjajal trek pertamanya pada Agustus 2019 di Selandia Baru.
Pemilihan suspensi juga jadi faktor penting mengurangi kelimbungan mobil. Suspensi yang dipakai bisa meregang (travel suspension) hingga 9 inci atau 4 inci lebih panjang dibandingkan yang dipakai di Lancer Evo untuk reli di Group N.
Peregangan sedemikian rupa memungkinkan mobil mengayun nyaman ketika bermanuver ketat dan melahap gundukan. Itulah kenapa kami tidak merasa mual waktu dibawa mengepot.
Agaknya masih cukup lama melihat kiprah mobil reli bikinan Indonesia ini berlaga di kejuaraan resmi. Agenda reli dalam negeri dan internasional masih terhenti akibat pandemi Covid-19. Berkahnya, tim Xpander Rally Team jadi punya waktu lebih panjang menguji ketahanan mobil.
”Di balapan enggak boleh pakai mobil yang benar-benar baru. Istilahnya, harus sudah ada baret-baretnya dulu. Saat ini sudah tiga kali uji coba di sirkuit tanah di Serang, sirkuit kombinasi tanah dan aspal di Meikarta, dan sekarang di Sentul,” ujar Rifat.
Mengutip situs rallysportmag.com, sebuah Volkswagen seri Polo berspesifikasi AP4 harus diuji sejauh 12.000 km sebelum ikut balap di ajang Australian Rally Championship pada 2018. ”Jadi, yang bisa dilakukan sekarang sebelum ada kejuaraan, ya, testing terus sampai siap balapan,” ucap Rifat.
Berapa biaya membangun sebuah mobil berspesifikasi AP4? Rifat tak menyebut angka. Anggaran banyak terserap karena membangun mobil baru. Harga gearbox sekuensial dan gardan yang ia pakai, katanya sampai Rp 750 juta, atau hampir setara dengan tiga mobil utuh Xpander Cross varian terendah. Dalam sebuah video Youtubenya, Rifat pernah berseloroh, ”Xpander gue bisa dapat dua Ferrari bekas.”(HEI)