Seorang pilot, Megah Putra Perkasa (45), menambal penghasilannya dengan berjualan mi yamin dan mi ayam. Sejak pandemi covid-19, jam terbangnya berkurang drastis sehingga dia harus kreatif mencari cara untuk bertahan.
Oleh
Dwi As Setianingsih
·5 menit baca
Mi ayam buatan Megah Putra Perkasa (45), pilot maskapai dalam negeri, membuka usaha mi ayam di Warung Majlis, Ruko Granada Square, BSD, Tangerang Selatan, Banten. Ia membuka usaha mi ayam sejak maskapai mengurangi jam terbangnya karena pandemi.Pandemi Covid-19 yang membuat orang membatasi perjalanan membuat pilot, seperti Kapten Megah Putra Perkasa (45), lebih sering berada di rumah karena jam terbang yang berkurang. Kuliner mi yamin dan mi ayam yang ditekuninya sejak April 2020 menjadi penyelamat keluarga di masa sulit ini.
Pada Rabu (16/9/2020) siang, Kapten Megah cekatan melakukan pekerjaannya. Kali ini bukan menerbangkan pesawat yang menjadi tanggung jawab utamanya sebagai pilot, tapi memasak mi yamin dan mi ayam ”produksi” Kepten Kitchen di Warung Majlis, Ruko Granada Square, BSD, Tangerang Selatan, Banten. Seragamnya kaus, celana panjang gombrong, dan sandal, lengkap dengan masker.
Tangannya terampil mencelupkan gulungan mi ke dalam panci berisi air mendidih, menuangkan mi yang sudah matang ke dalam mangkok, hingga memasak sayuran berupa sawi hijau dan taoge. Semua dilakukan dengan fokus dan serius. Ketika menyiapkan pesanan mi yamin, tangannya luwes mencampur mie dengan bumbu kecap menggunakan sumpit.
Dibantu adik iparnya, mangkok-mangkok mi pesanan itu lalu dilengkapi dengan potongan ayam, sawi hijau dan taoge, juga irisan daun bawang dan bawang goreng. Kombinasi warnanya menyiratkan rasa gurih, juga rasa manis pada mi yamin, berpadu dengan kesegaran sayuran.
Dalam mangkuk terpisah, ada kuah hangat berwarna kekuningan berisi pangsit dan bakso sapi. Uapnya membubung, menggoda indera penciuman dengan wangi kaldu dan jahe. Hobi memasak Kapten Megah yang sudah diakrabi sejak kecil tampaknya tercurah dalam mangkok-mangkok mi yang tersaji untuk pelanggan-pelanggannya.
Mi yang berukuran kecil dan agak pipih ini terasa gurih dengan tekstur yang tidak terlalu kenyal, juga tidak terlalu lembek. Pada mi yamin, cita rasa gurih manis yang pas terasa lebih mendominasi. Sementara untuk mi ayam, rasa gurih yang lembut terasa lebih kuat.
Potongan ayamnya, baik yang manis maupun yang gurih, terasa pas empuknya. Tidak terlalu lunak sehingga membuat potongan daging ayam mudah rontok. Cocok berpadu dengan kesegaran sawi hijau dan taoge yang tampaknya dimasak hanya sebentar untuk mendapatkan kematangan yang pas.
Cita rasanya semakin komplet dengan kuah gurih kaldu ayam dan jahe yang lembut dan hangat menyentuh rongga mulut. Mengingatkan pada rasa kuah ayam Hainan yang gurih berjahe. Bakso dan pangsitnya pun lembut, tak terlalu gurih dan kenyal. Sungguh semangkok mi yang benar-benar pas memuaskan lidah dan perut. Sang pilot rupanya juga memiliki tangan seorang chef.
Tanpa pengawet
Menurut penuturan Megah, mi yamin dan mi ayam racikan Kepten Kitchen sejak awal memang didesain tidak menggunakan pengawet dan penyedap. Oleh karena itu, cita rasanya terasa lebih halus meski tetap menggugah selera dengan penggunaan rempah-rempah asli.
Megah sengaja memilih membangun usaha kuliner karena permintaan pada makanan dianggap lebih ajek, di samping hobi memasak yang sudah dimilikinya sejak kecil. Bersama adik ipar, Megah fokus pada kuliner mi yamin dan mi ayam yang menurutnya memiliki banyak penggemar sehingga harapannya respons akan lebih positif.
Resep mi ayam dibuat oleh adik iparnya berdasar resep keluarga. Sementara resep mi yamin yang menjadi andalannya berkiblat pada mi yamin Sam’s Strawberry di Bandung yang merupakan favorit Megah dan anak-anaknya.
”Kalau pas di Bandung, saya suka berdiri di samping yang buat. Saya lihat benar cara buatnya, juga dari bumbunya. Lalu saya coba, test and trial, akhirnya dapat hasil seperti ini,” kata Megah. Untuk topping ayamnya yang bercita rasa manis, Megah berkiblat pada topping mi ayam Bu Tumini, penjual mi ayam yang sangat terkenal di Yogyakarta.
Selain tanpa penyedap dan pengawet, Megah juga menggunakan bahan-bahan segar dan berkualitas yang langsung dimasak begitu kembali dari pasar. Mi yang digunakan pun dibuat sendiri dengan takaran khusus untuk mendapat kekenyalan yang pas.
”Mi-nya enggak terlalu besar juga, jadi nikmatnya pas dikunyah beda. Masaknya juga enggak terlalu matang. Pas waktunya,” kata Megah. Hanya bakso yang hingga kini masih dibeli dari luar. Namun, tetap dipilih tanpa pengawet dan penyedap.
Bila sedang tidak terbang, sehari-hari Megah berada di Kepten Kitchen untuk melayani pembeli. Begitupun bila usai terbang. Megah biasanya langsung menuju warung untuk membantu istri dan adik iparnya. Kadang warung ramai, kadang juga sepi layaknya sebuah usaha pada umumnya.
”Enjoy aja. Saya merasa masak mi ini, kan, kerja. Menyajikan masakan itu seperti orang lagi perform, menampilkan performa kita. Terbang harus begini, buat mi juga begitu. Menampilkan yang terbaik,” kata Megah semangat.
Saat ini, jam terbang Megah memang sudah sangat berkurang. Dari rata-rata 100-105 jam per bulan menyusut hingga hanya 35 jam per bulan. Gaji yang dia terima pun sudah sangat berkurang. Kecil sekali.
Namun, Megah tetap bersemangat. Baginya, tak ada rasa malu saat harus melepas seragam pilotnya dan menggantinya dengan celana panjang dan kaus saat memasak mi. ”Sekarang yang paling penting saya kerja, istri tenang, anak-anak kumpul. Ini udah paling bahagia. Hikmah pandemi ini. Semoga Allah kasih rezeki di sini,” kata bapak empat anak ini.
Dari sisi produk, saat ini Kepten Kitchen pun terus berkembang. Selain mi yamin dan mi ayam yang dapat dinikmati di Warung Majlis, Kepten Kitchen juga menyediakan produk beku atau frozen. Sebagian sudah melanglang hingga ke Malang, Bandung, Surabaya, hingga Palembang. Mirip dengan pembuatnya, seorang pilot yang selalu melanglang buana.... (DOE)