Pesepeda Berharap Tak Ada Rasa Takut Lagi di Jalan
Warga berharap keberadaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 turut memberi pengakuan serta perlindungan bagi pesepeda. Beberapa warga sulit menghilangkan rasa takut saat bersepeda di jalan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Munculnya regulasi tentang keselamatan bersepeda lewat Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 menarik perhatian publik. Sebagian pengguna sepeda berharap agar mereka dapat pengakuan di jalan sehingga mereka merasa lebih aman dan nyaman selama ketentuan itu ditegakkan.
Ketentuan yang mulai bergaung sejak Jumat (18/9/2020) itu mensyaratkan berbagai teknis kelengkapan dan larangan saat bersepeda di jalan. Beberapa yang ditegaskan ialah penggunaan lampu dan reflektor cahaya saat berkendara malam hari, juga kewajiban untuk pengadaan parkir sepeda di sejumlah lokasi fasilitas umum.
Pei (50), pesepeda asal Rawamangun, Jakarta Timur, memandang kemunculan aturan ini sebagai bentuk perhatian kepada publik. Sebab, menurut dia, selama ini belum ada payung hukum resmi yang menentukan standar keamanan saat bersepeda. Pei yang konsisten bersepeda sejak 2009 hingga kini kadang merasa takut apabila berada di jalan.
”Saya melihatnya regulasi buat pesepeda ini awal yang bagus. Jadi ada bentuk pengakuan publik untuk para pesepeda. Selanjutnya, mungkin tidak ada lagi pengendara motor atau mobil yang meremehkan keberadaan pesepeda,” tutur anggota komunitas Bike to Work ini saat dihubungi, Jumat (18/9/2020).
Perasaan tidak aman dirasakan pesepeda lain. Dames Alexander Sinaga (29), warga Palmerah, Jakarta Barat, ini merasa bersepeda di Jakarta sangat tidak aman dengan situasi lalu lintas yang ramai. Dia yang baru-baru ini rutin bepergian dengan sepeda punya pengalaman hampir ditabrak sepeda motor yang melaju kencang dari arah kiri.
”Malam itu saya melintas di lajur paling kiri dan menyalakan lampu, lalu ada pengendara yang hampir menabrak saya. Dia ngegas terus. Mungkin dia mengira saya yang harus mengalah pas menyeberang,” ujar Dames.
Dames merasa pengalaman bersepeda di Jakarta sangat kontras dengan apa yang dirasakan sewaktu di Australia, beberapa tahun lalu. Meski jalur sepeda di Australia tidak lebih baik saat itu, para pesepeda cenderung disiplin melintas di jalur yang tersedia.
Adanya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 mengatur tiga aspek inti, yakni persyaratan teknis sepeda, kepatuhan adab saat bersepeda, serta soal penyediaan fasilitas pendukung sepeda. Aturan ini merinci kelengkapan sepeda mulai dari sepatbor, bel, sistem rem, lampu, alat pemantul cahaya warna merah dan warna putih/kuning, serta pedal. Saat bersepeda di jalan, pengguna harus memastikan semua kelengkapan terpasang dengan baik.
Peraturan tersebut juga menegaskan adanya berbagai fasilitas pendukung, termasuk parkir sepeda yang wajib tersedia di fasilitas umum, sekolah, gedung perkantoran, dan pusat belanja. Parkir sepeda harus tersedia sedikitnya 10 persen dari kapasitas parkir keseluruhan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menuturkan, keberadaan fasilitas itu penting untuk mendukung perubahan kebiasaan masyarakat. ”Harapan saya pula, masyarakat bisa beralih dari penggunaan sepeda motor sehingga turut mendukung transportasi yang lebih ramah lingkungan,” tuturnya.
Pegiat komunitas sepeda Bike to Work (B2W), Julius Kusdwianartanto, berharap setelah ini ada respons dari sejumlah pihak untuk menyediakan fasilitas pendukung. Dia menekankan soal keamanan jalur sepeda selain di kawasan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat, yang sering diterobos pengendara sepeda motor.
Keamanan pesepeda sebenarnya telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam aturan ini ada hierarki keselamatan pejalan kaki dan pesepeda yang mesti diutamakan daripada kendaraan bermotor.
Begitu pun pada masa pandemi Covid-19, Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi turut memprioritaskan keselamatan pesepeda dan pejalan kaki. Pasal 21 pergub ini menyebutkan, semua ruas jalan diutamakan bagi pejalan kaki dan pesepeda sebagai sarana mobilitas penduduk sehari-hari untuk jarak yang mudah dijangkau.
Meski begitu, keluhan tentang rasa takut saat bersepeda di jalan terus dialami sebagian orang. Apabila terus begitu, Julius khawatir euforia sepeda yang terjadi saat ini hanya menjadi tren musiman belaka.