Penjualan Mobil Naik Perlahan di Tengah Pandemi Berkepanjangan
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan membuat pelaku industri otomotif, khususnya mobil, di Indonesia perlu menghitung kembali target penjualan tahunan. Kenaikan penjualan memang terjadi, tetapi masih perlahan-lahan.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan membuat pelaku industri otomotif, khususnya mobil, di Indonesia perlu menghitung kembali target penjualan tahunan. Strategi memasarkan secara virtual harus dibarengi dengan cara pembiayaan yang tepat. Perlu campur tangan pemerintah untuk merangsang daya beli masyarakat.
”Kami mengusulkan kepada pemerintah untuk memberi kemudahan berupa stimulus kepada calon konsumen. Stimulus itu berupa potongan bea balik nama, yang umumnya sebesar 10-12,5 persen dari harga mobil, dan juga penundaan pajak progresif,” kata Stefanus Soetomo, Staf Ahli Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kamis (17/9/2020), di Jakarta.
Hal tersebut ia ungkapkan dalam program Kompas Talks bertema ”Strategi Industri Otomotif Bangkitkan Pasar Pascapandemi” yang terselenggara secara virtual. Acara itu turut menghadirkan pembicara Direktur Pemasaran Anton Jimmi Suwandy PT Toyota-Astra Motor; dan Direktur Pemasaran Toyota Astra Financial Services Wisnu Kusumawardhana.
Kami mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan kemudahan berupa stimulus kepada calon konsumen. Stimulus itu berupa potongan bea balik nama, yang umumnya sebesar 10-12 persen dari harga mobil, dan juga penundaan pajak progresif. (Stefanus Soetomo)
Gaikindo, menurut Stefanus, telah mengirimkan surat usulan kepada 34 pemerintah provinsi di seluruh Indonesia. Usulan itu diharapkan bisa memengaruhi keputusan masyarakat yang masih punya daya beli untuk membeli kendaraan roda empat secepatnya.
”Hingga hari ini sudah ada tanggapan dari delapan provinsi terkait peringanan bea balik nama, peringanan pajak progresif, dan lain sebagainya. Kami masih menunggu tanggapan dari provinsi lain. Kami sudah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri terkait hal ini,” lanjut Stefanus.
Stefanus memberi gambaran, industri otomotif terpukul cukup keras akibat pandemi Covid-19 sejak Maret. Penjualan pada April 2020 dia sebut sebagai yang terendah, yaitu 3.500 unit mobil saja. Padahal, di tahun sebelumnya, rata-rata mobil terjual hingga 85.000-90.000 unit per bulan.
Menilik kondisi sedemikian rupa, target penjualan mobil secara nasional untuk tahun ini dipatok di angka 600.000 unit saja. Angka tersebut merupakan koreksi dari yang sebelumnya 1,05 juta unit, alias turun sekitar 40 persen.
Memasuki semester kedua, angka penjualan mobil mulai merangkak naik secara perlahan. Stefanus menyebut, di tingkat wholesale (dari distributor ke diler), penjualan mobil mencapai 25.000 unit pada Juli, dan meningkat jadi 37.000 unit pada Agustus. Walau meningkat, angkanya masih jauh dari rata-rata per bulan di tahun sebelumnya.
”Di tingkat retail sales, peningkatannya tak terlalu besar. Oleh karena itu, ditambah kondisi pandemi yang masih berkecamuk hingga hari ini, kami perlu merevisi target capaian 600.000 unit di akhir tahun,” kata Stefanus.
PT Toyota-Astra Motor (TAM) adalah salah satu pemain utama industri otomotif yang kena imbas pandemi. Direktur Pemasaran PT TAM Anton Jimmi Suwandy menyebutkan, penjualan wholesale pada Mei merupakan yang terendah, yaitu 695 unit saja, atau turun hingga 95 persen dari angka normal. Angka itu naik perlahan hingga 8.600 unit pada Agustus.
Angka itu masih jauh dari normal. Namun, peningkatan itu menunjukkan bahwa permintaan (demand) masih ada. Pasar naik secara perlahan. (Anton Jimmi Suwandy)
”Angka itu masih jauh dari normal. Namun, peningkatan itu menunjukkan bahwa permintaan (demand) masih ada. Pasar naik secara perlahan,” kata Anton.
Ia menambahkan, Toyota melakukan banyak hal untuk menjaga tren tersebut, antara lain memperkenalkan produk-produk baru dan menggiatkan aktivitas secara daring.
Salah satu produk baru Toyota adalah Corolla Cross yang meluncur di awal Agustus lalu. Mobil crossover SUV itu rupanya direspons positif oleh pasar. Pada bulan peluncurannya, mobil dengan kisaran harga Rp 457,8 juta-Rp 497,8 juta itu terjual 317 unit. Hingga pertengahan September, Corolla baru itu telah dibeli sebanyak 117 unit.
Agaknya, capaian itu membuat Toyota percaya diri meluncurkan produk baru. Menurut Anton, pihaknya masih punya produk-produk baru lain yang siap diluncurkan hingga akhir tahun, tinggal menunggu waktu yang tepat. Mobil baru lainnya yang sudah diluncurkan Toyota selama masa pandemi ini, yaitu varian baru Agya, Sienta, Innova TRD, Hilux, dan Yaris.
Pelayanan digital
Pembatasan interaksi antarmanusia selama pandemi ini mendorong Toyota mengoptimalkan pemasaran melalui internet. Mereka menjual mobil di situs resmi, dan juga di ranah marketplace daring, seperti Tokopedia. Situs resmi disebutkan dikunjungi hingga 2,5 juta kali di masa pandemi, meningkat sekitar 35 persen dibandingkan sebelumnya. Selain itu, Toyota juga sempat dua kali membuat pameran atau expo di jagat virtual.
”Di akhir Juli, lewat virtual expo terjual 250 unit mobil. Ini cukup besar, hampir sama kalau saya bikin pameran di mal. Itu baru dilakukan oleh diler di Jakarta saja. Pada Agustus kami ikut lagi pameran virtual, kali ini tingkat nasional, dan berhasil terjual sekitar 600 unit. Itu bukan sekadar SPK, tetapi sudah membayar booking fee, jadi sudah ada transaksi,” kata Anton.
Seluruh proses, dari memamerkan hingga pembayaran, terjadi secara digital, termasuk membayar uang muka. Pembeli juga bisa mengajukan kredit secara virtual. Hal ini dirasa penting karena sekitar 60 persen transaksi mobil terjadi secara kredit.
”Membayar cicilannya kami sarankan lewat digital. Memang masih ada pelanggan yang memilih menyetorkan langsung cicilannya, terutama di luar Jakarta. Mereka bisa datang ke kantor, tapi kasirnya berupa mesin setor tunai sehingga interaksi terjadi sekecil mungkin,” kata Direktur Pemasaran Toyota Astra Financial Services Wisnu Kusumawardhana.
Proses secara digital ini masih terus dikembangkan Toyota. Mereka berencana membuat aplikasi yang memungkinkan pengguna Toyota berkonsultasi dengan mekanik bengkel resmi. Selain itu, mereka juga sedang mengembangkan gerai virtual, yang memungkinkan calon pembeli seolah-olah datang ke gerai, tetapi sebenarnya berdialog lewat video call.
”Di Amerika Serikat, pelayanan konsumen via daring meningkat hampir 50 persen. Uji kendara (test drive) secara virtual yang masih kami pikirkan. Tempo hari di Jepang sudah mencoba menerapkan ini,” lanjut Anton.
Jika membeli kendaraan masih dirasa berat, Toyota menawarkan opsi berlangganan produk-produk mobilnya. Program baru ini diberi nama Kinto One, dan bisa diakses secara digital. Program ini bisa diibaratkan seperti berlangganan musik atau film via internet, tapi berwujud mobil.
Program ini sudah diperkenalkan di Indonesia sejak Juni. Peminatnya masih terbatas, terutama pada orang yang pernah tinggal di luar negeri, ataupun rumah tangga yang membutuhkan mobil tambahan. Jenis mobil yang disiapkan beragam, mulai dari tipe LCGC hingga mobil semewah Alphard. Skema berlangganan adalah solusi bagi yang sedang mempertimbangkan membeli mobil.
”Di negara maju, pola pikir penduduknya sudah cenderung mengutamakan pengalaman daripada kepemilikan. Kami masih berusaha mengenalkan program ini di Indonesia. Kami yakin ada perubahan mindset kepemilikan kendaraan di Indonesia,” kata Wisnu. (HEI)
Di negara maju, pola pikir penduduknya sudah cenderung mengutamakan pengalaman daripada kepemilikan. Kami masih berusaha mengenalkan program ini di Indonesia. (Wisnu Kusumawardhana)