Andry Susanto, Persistensi Pembuat Gelato
Meracik es krim dengan rasa dan tekstur yang benar-benar pas luar biasa susahnya. Asumsi Andry Susanto itu tak lantas membuatnya patah arang meski harus mencoba resep berkali-kali hingga ia bisa menyajikan gelato lembut.
Banyak jalan menuju Roma. Pepatah itu secara gramatikal berlaku bagi Andry Susanto yang mendalami pembuatan gelato langsung di negara asalnya, Italias. Ia pun ingin petani-petani lokal ingin menghasilkan komoditas berkualitas agar bisa diolah menjadi es krim khas Italia itu.
Beberapa karyawan Oma Elly tampak sibuk menyiapkan pesanan. Tak sampai lima menit merespons pesanan es krim nabati, mereka sudah mengepaknya dengan rapi. Kotak-kotak, makanan dalam kemasan, dan lemari pendingin terlihat di restoran yang buka sejak tahun 2018 itu.
Di belakang dapur, beberapa staf administrasi bekerja menghadap komputer. Andry terlihat sibuk hilir mudik atau mengetik dengan komputernya. Di sela berbincang, pemilik dan pendiri Oma Elly itu menyelinginya dengan berbagi pengetahuan. Ia pun sesekali bertutur tentang pengalamannya di Italia.
“Saya belajar kuliner, termasuk bikin gelato di Italia selama dua bulan. Oma saya juga orang Italia,” ucap Andry di Jakarta, Rabu (2/9/2020). Pengalaman pada tahun 2018 itulah yang menjadi bekal untuk memasarkan hidangan utama hingga pencuci mulut “Negeri Spageti” secara daring.
Aneka gelato tercantum pada menu Oma Elly seperti yoghurt, kopi, pisang coklat, coklat hitam, earl grey, karamel asin, selai kacang coklat, hazelnut, dan pistachio. “Ada pula sorbet yang menggunakan non-dairy (bahan bukan hewani). Rasanya macam-macam seperti buah, kopi, dan coklat,” katanya.
Ia selalu semangat saat berbincang-bincang mengenai gelato. Andry mengungkapkan keyakinan tentang kelezatan gelato dan sorbetnya. “Saya mau meluncurkan sorbet pir. Tekstur dan rasanya belum saya temui di Indonesia. Saya juga mau buat rasa melon jauh lebih enak dari buahnya,” ujarnya dengan riang.
Ia berencana meluncurkan bermacam es krim barunya, vegan gelato, kurang dari dua pekan lagi. Kemasan produk itu sedang dicetak. “Produk non-dairy di Italia sudah amat lazim. Saya belum ketemu sorbet yang benar-benar enak di Indonesia. Banyak orang pikir sorbet kayak es serut,” ujarnya sambil tertawa.
Andry mengemukakan sulitnya membuat es krim nabati. Persistensi menjadi kunci. Ia harus menabung hingga bisa membeli mesin gelato kecil pada awal tahun 2020. Harga mesin gelato tak murah. Andry enggan menyebutkan harga itu tetapi bisa setara beberapa mobil keluarga.
Ia pun menggunakan mesin pembeku gelato dalam 30 menit saja atau blast freezer. Jika tidak, proses itu memakan waktu seharian. “Gerakan sekarang, sebagian pembuat es krim menukar susu hewani dengan nabati seperti almond, kacang mede, dan kedelai. Lemak, misalnya, bisa dari minyak atau krim kelapa,” katanya.
Andry awalnya terpikir membuat hidangan itu karena penasaran membuat es krim nongula. Ia terbiasa membuat resep simpel. “Seiring berjalannya waktu, gaya saya masak semakin enggak ribet. Pakai bahan hanya yang diperlukan. Misalnya, mau masakan rasa bawang putih atau jamur, ya itu saja,” katanya.
Sorbet pir yang dibuat Andry pun tak menggunakan bahan bervariasi. Ia ingin konsumennya benar-benar menikmati rasa pir. “Orang pikir harus pakai kayu manis, gula, dan sedikit asam. Buat saya enggak begitu. Orang makan pir tapi formatnya es krim,” ucapnya.
Andry mengamati banyaknya gelato di Indonesia yang menggunakan base atau semacam bahan dasar untuk membuat es krim. “Jadi, base ada campurannya seperti pengembang dan pengikat. Baru, ditambah rasa. Kalau saya bikin resep benar-benar dipertimbangkan komposisinya,” katanya.
Es krim yang memakai pengembang akan menggumpal saat mencair karena zat-zat pengikatnya. Setiap es krim Oma Elly harus dicoba berkali-kali. “Rata-rata, gelato yang saya buat baru dijual setelah lima kali eksperimen. Masih mending karena tiramisu saya jual, itu dari resep yang ke-60,” katanya.
Andry berpendapat gelato sangat saintifik. Keseimbangan menjadi kunci. Tanpa perpaduan yang pas, pembuatan gelato bakal gagal. “Kadar lemaknya harus 6-12 persen. Gula 12-24 persen. Solidnya juga diperhatikan. Kalau aturannya enggak diikuti, jadi cair atau bentuknya aneh,” ucapnya.
Orang umumnya berpikir makanan itu lembut karena krim atau lemaknya. Andry menilai miskonsepsi terbesar soal gelato juga lezat karena menggunakan krim. “Gelato itu minus 12 derajat Celcius tapi tetap lembut. Sebenarnya, gula yang bikin empuk,” katanya.
Gula adalah komponen penahan beku yang alami. Ia mencontohkan Vodka dengan kandungan alkohol 40 persen tak membeku. “Kalau dimasukkan freezer (rak pembeku) tetap cair karena Vodka itu semacam gula. Sama kalau kita campur air 40 persen dan gula 60 persen diaduk, enggak beku,” katanya.
Andry harus menentukan takaran gula yang pas sehingga teskturnya sesuai keinginan tetapi tidak sampai terlampau manis. “Proses itu susah banget. Kalau resep sudah jadi tinggal produksi tapi meracik resepnya yang pusing,” katanya seraya tergelak.
Ia berupaya mematok harga terjangkau atau mulai Rp 25.000 per 100 gram. Rasa menjadi kekuatan utama namun bahan-bahan es krim tak mesti spesial. “Mungkin bisa ditemukan di dapur biasa. Saat awal menjual es krim, saya enggak promosi. Masa Lebaran pun begitu tapi penjualannya menggembirakan,” ucapnya.
Ia hendak mematahkan asumsi yang menyamaratakan tingginya kalori es krim. Saat tinggal di Italia, Andry melihat warga rata-rata makan es krim setidaknya sekali setiap hari. “Gelato itu kalorinya normal. Enggak jauh beda dengan kopi susu kekinian,” katanya.
Ia pun membuat gelato dengan basis yang sama seperti kopi, gula, dan krim. Gelato yang dijual Andry mengandung 112 kalori per 100 gram. “Tergolong sedikit. Kopi susu setara satu cangkir mengandung 130 kalori, belum pakai gula. Kalau pakai tiga sendok teh gula, tambah 60 kalori,” ucapnya.
Ia memaknai es krim nabati yang kian diminati sebagai indikasi meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi makanan sehat. “Mereka ingin lebih banyak menyantap makanan natural. Edukasi mengenai gelato yang bisa dinikmati semua kalangan pun meluas,” ujarnya.
Andry juga ingin petani-petani bisa diakomodasi. Komoditas-komoditas agrobisnis yang bermutu bisa dimanfaatkan untuk es krim. “Produk petani yang baik diberi panggung. Saya enggak bisa bikin gelato enak tanpa buah berkualitas,” ucapnya.
Andry menyambut gembira banyaknya UKM yang membuat es krim nabati. Pembuat es krim itu juga sudah memperhatikan artigianale. “Malah, bikin saya semangat. Senang. Tak hanya produsen-produsen besar yang berkembang. Cita rasa gelato jadi meningkat,” ujarnya.
Andry pernah pula menjadi vegan selama dua bulan. Ia menilai, paling penting bukan tak mengonsumsi daging tetapi menjaga kesehatan. “Sayangi badan. Ada orang berhati-hati. Enggak makan hewan mungkin berdampak positif untuk lingkungan tapi kalau makan gorengan sama saja bohong,” katanya.