Vibrasi Asyik Kelas Musik
Kelas musik secara daring yang diampu para musisi menjadi kanal berbagi vibrasi positif musisi dengan penggemar, peminat, dan pemilik talenta musik.
Baru beberapa jam dibuka, kelas daring yang ditawarkan para musisi langsung penuh terisi. Kelas ini kemudian tak lagi sekadar soal bertahan hidup di masa krisis akibat pandemi. Kelas ini menjadi kanal berbagi vibrasi positif musisi dengan penggemar, peminat, dan pemilik talenta musik.
Musisi seperti gitaris Andre Dinuth, vokalis Mohammad Istiqamah Djamad atau kini dikenal sebagai Is Pusakata, dan pianis Sri Hanuraga adalah beberapa di antara sekian banyak musisi yang membuka kelas daring semasa pandemi. Tak hanya soal kemampuan teknis bermusik, kelas tersebut juga menjadi ajang ngobrol, curhat, dan bergembira bersama.
Sebagaimana terjadi di berbagai belahan dunia, pandemi telah menghapus panggung, tur, dan festival musik dari kalender sampai entah kapan. Laman Grammy.com pada 13 Maret 2020, mengutip Rolling Stones, menyebutkan, panggung pertunjukan merupakan sumber pendapatan paling banyak bagi para musisi.
Mereka pun memutar otak. Sebagian menemukan ”bakat” baru di luar musik, seperti kuliner. Sebagian lainnya bersetia pada keahlian mereka memainkan alat musik, menyanyi, atau menulis lagu dan membagikannya dalam ”ruang” kelas.
”Kebetulan nanti malam kelasnya mulai untuk batch 3,” kata Andre, memulai perbincangan, Rabu (26/8/2020).
Pandemi membuat pekerja kreatif, terutama musisi, tiarap secara finansial. Bulan April menjadi yang terberat bagi Andre. Ketika itu, penyanyi Glenn Fredly meninggal. Keduanya telah bertahun-tahun bermusik bersama. Pembatasan sosial berskala besar membuat dia semakin limbung.
”Bagi saya, jual alat kerja itu opsi terakhir. Saya cari ide. Kebetulan saya punya bakat mengajar. Beberapa kali saya bikin klinik saat tur di beberapa kota, bekerja sama dengan komunitas. Lalu terpikir bikin kelas daring,” ujarnya.
Awalnya, dia tidak tahu apa itu Zoom. Awalnya dia pun ragu, apakah bijak membuka kelas berbayar saat kondisi sedang sulit. Ekspektasinya hanya lima orang mengingat klinik luring berbayar cukup berat.
Bagi saya, jual alat kerja itu opsi terakhir. Saya cari ide. Kebetulan saya punya bakat mengajar. Beberapa kali saya bikin klinik saat tur di beberapa kota, bekerja sama dengan komunitas. Lalu terpikir bikin kelas daring.
Tak disangka, peminat kelas daring dengan biaya Rp 350.000 per orang membeludak hingga tiga batch. Andre pun membatasi kelas untuk 25 orang agar lebih efektif.
”Saya kaget karena ternyata melebihi ekspektasi. Pesertanya bahkan ada dari Kalimantan, Ambon, Sorong. Mereka di Indonesia timur bisa selesai sampai pukul 01.00. Kelasnya saya bikin ringan dan santai. Sambil bikin mi instan pun, ayuklah,” katanya sambil tertawa.
Andre merasa terharu karena tanpa perjumpaan secara fisik, keterikatan bisa terjalin. Selesai kelas, biasanya mereka jamming online. Pengetahuan didapat, kegembiraan pun didapat.
Aga, sapaan Sri Hanuraga, juga membuka kelas daring pada 29 April 2020 dengan tajuk Belajar Bareng: Mendengar, Meniru, Mengulik, Mainkan. Kelas terbagi dua sesi dengan materi pengetahuan dasar improvisasi jazz untuk semua instrumen. ”Enggak cuma piano saja,” ujar Aga, yang tak menyangka kelasnya langsung penuh hanya beberapa jam setelah ditawarkan via Instagram.
Kelas dibuka untuk maksimal enam peserta dengan biaya Rp 150.000 per peserta. Tiap pertemuan berdurasi 60 menit, terbagi 40 menit presentasi dan 20 menit sharing. Aga menyediakan dokumentasi kelas, mulai dari materi hingga kajian, yang dikirimkan kepada peserta.
Awal Agustus ini, Aga kembali menyelenggarakan kelas yang terbagi atas basic jazz improvisation dan basic jazz harmony. Sasarannya pemula yang ingin belajar jazz. ”Mengajar ini asyik juga. Sepertinya bentuk passion saya yang lain. Apalagi di tengah kondisi seperti ini, jangan patah semangat dan terus berkreasi,” imbuhnya.
Refleksi
Bagi Is Pusakata, kondisi sekarang ini tak lagi soal bertahan hidup. Dia banyak berefleksi tentang aktivitas musik, dan terlebih soal kehidupan.
”Semua orang sedang bertahan hidup. Kalau aku, bagaimana bisa tetap waras. Musisi enggak bisa ngapa-ngapain. Hanya dengan bikin orang senang, justru pintu rezeki dibukakan,” paparnya.
Is yakin soal makan dan minum bisa terpenuhi meskipun dia sudah berada di titik nadir. Tabungan sudah membunyikan alarm. Namun, dia tak ingin pesimistis.
Awal April lalu, Is merilis lagu ”Pejamkan Matamu”, sebuah refleksi agar manusia diam, merenung. ”Sebenarnya tanpa pandemi pun kami tetap bisa rilis secara digital. Tapi, aku memang jadi belajar rekaman. Padahal, 17 tahun bermusik, aku enggak pernah sentuh alat rekam sama sekali. Jadilah aku beli komputer, perangkat rekaman, les daring jarak jauh. Setelah itu baru berani buka kelas daring,” tutur Is, yang kini bermukim di Makassar, Sulawesi Selatan.
Semua orang sedang bertahan hidup. Kalau aku, bagaimana bisa tetap waras. Musisi enggak bisa ngapa-ngapain. Hanya dengan bikin orang senang, justru pintu rezeki dibukakan.
Juli lalu, Is membuka kelas berbagi tentang menulis lirik lagu. Kelas dibuka untuk 10 orang agar lebih intens dan efektif.
Kelas daring ini, menurut dia, adalah ruang baginya untuk berbagi energi positif. Bikin kelas daring, lanjut Is, perlu modal tidak sedikit. Pendapatan pun kadang tak sebanding dengan pengeluaran. Ketika dia memaknainya sebagai tempat berbagi, dia merasa bersyukur.
”Aku banyak dapat pesan pribadi, isinya ngaco. Mulai dari menawarkan tanah, mau beli lagu, sampai putus asa mau bunuh diri. Kalau cuma mikir angka, aku bisa ikut bunuh diri, nih,” guraunya.
”Ngamen”
Di luar kelas, para musisi menggelar pertunjukan di atas panggung lalu disiarkan secara daring. Seperti dilakukan Rieka Roslan melalui acara Halaman Musik Rieka Roslan. Panggung live digelar rutin tanpa penonton di Toba Dream Family Cafe & Live Venue di Tebet, Jakarta Selatan, dan disiarkan via Youtube dengan durasi 2-3 jam.
Tak hanya bernyanyi, mereka mengisi jeda antarlagu dengan berbincang akrab sambil sesekali bercanda dan mengajak penonton berdonasi. Dana yang terkumpul dibagikan merata kepada semua penampil, musisi, dan kru yang terlibat.
Rieka banyak mendapat curhat rekan-rekan musisi yang kesulitan akibat pandemi. Dia lantas menemui sahabatnya, musisi etnik Viky Sianipar, untuk mencari solusi dan lahirlah Halaman Musik. Sederet musisi ternama mengisi acara, di antaranya Titi DJ, Andy ”/rif”, Elfa’s Singer, Ikke Nurjanah, dan Andien.
Rieka menyebutnya ngamen daring. ”Buat musisi, namanya mengamen itu hal biasa. Saya, di awal karier, biasa tampil di rumah makan, dibayar makanan, juga disediakan kotak saweran. Kalau ada yang suka dengan lagu kami, pengunjung taruh uang,” ujarnya.
Dalam setiap episode Halaman Musik tercantum nomor rekening yang berfungsi sebagai kotak saweran. Penonton bisa mentransfer uang sebagai apresiasi.
Pelaku usaha di bidang tata suara, tata panggung, tata lampu, dan produksi, DSS (Don Sistem Suara) Indonesia, juga menggelar panggung live yang disiarkan via kanal Youtube.
”Tercetus Konser 7 Ruang. Kebetulan kami ada studio. Dengan sistem channeling, tujuh orang, kadang lebih, bisa bermain musik bersama dari ruangan berbeda. Jarak antar-ruangan bisa 3 meter,” tutur Direktur Marketing DSS Gya Anandini Hardono tentang konsep Konser 7 Ruang.
Penerapan protokol Covid-19, seperti pembatasan fisik dan pemakaian masker, membuat musisi bisa datang ke studio DSS dan tampil live, tidak direkam dari rumah. Konser 7 Ruang pertama digelar pada 27 April 2020, menghadirkan penyanyi Yuni Shara dan Nina Tamam.
Ketika itu, penonton harus beli tiket. Hasil penjualan tiket digunakan untuk membantu musisi dan bintang yang tampil. Namun, model tiket tidak terlalu berhasil dan diganti sistem donasi. Respons penonton justru positif.
”Waktu konser Harvey dan Elfa’s Singer, donasi mencapai Rp 50 juta. Waktu awal pandemi, itu sudah besar banget. Setelah itu, Uthe (Ruth Sahanaya) donasi mencapai Rp 116 juta, Mama Ina (Vina Panduwinata) Rp 120 juta. Dari musisi dan penyanyi berdarah Ambon malah sampai Rp 352 juta,” kata Gya.
Donasi yang terkumpul dibagi berdasarkan kesepakatan bersama dengan mengedepankan transparansi. Hingga kini sudah lebih dari 50 konser digelar DSS dengan melibatkan banyak artis dan musisi Tanah Air. Konser 7 Ruang setidaknya turut menjadi jalan keluar bagi pekerja kreatif bidang musik untuk bertahan di tengah pandemi.