Sebagian dari pelaku kuliner dengan kreatif meluncurkan produk-produk baru saat pandemi. Inovasi pun tercipta seraya menyiasati pasar dengan segmen berbeda.
Oleh
Dwi Bayu Radius
·5 menit baca
Pandemi mendesak pelaku usaha kuliner untuk luwes melewati celah-celah peluang yang semakin sempit. Sebagian dari mereka dengan kreatif meluncurkan produk-produk baru. Inovasi pun tercipta seraya menyiasati pasar dengan segmen berbeda.
Beberapa staf Hotel Mulia Senayan, Jakarta, mengamati sejumlah boks hitam dengan saksama, Jumat (28/8/2020). Mereka mengenakan pelindung wajah, sarung tangan, dan masker. Setelah dipastikan isinya komplet, kotak-kotak mengilap itu ditutup dan diantar ke lobi.
Pengendara mobil dengan sigap membuka pintu dan semua boks disusun dengan rapi di kursi tengah. Tak ada kontak fisik. Belum sampai lima menit, ia berlalu untuk mengantar paket-paket tersebut. Kotak-kotak lain silih berganti dikirimkan ke perkantoran dan perumahan.
Saat boks tersebut dibuka, aroma hidangan spontan merebak. Udang goreng, sambal, empal garing, dan nasi putih bertabur bawang goreng tampak menggiurkan. Ayam bakar bumbu cokelat dan sate lilit berwarna keemasan turut mengeluarkan semerbaknya.
Kotak cantik dengan panjang sekitar 30 sentimeter (cm), lebar 25 cm, dan tinggi 10 cm itu dilengkapi sendok, garpu, dan tisu. Potongan tomat dan selada segar ditempatkan di sudut boks itu tanpa sajian berkuah sehingga konsumen bisa menyantapnya dengan praktis.
Rully Rachman mengamati pengantaran tersebut. Ia lantas menjelaskan inovasi yang dimulai sejak Maret 2020 itu. “Begitu pandemi merebak, kami langsung antisipasi. Kami menyebutnya Mulia Economy Meals,” kata Director of Sales and Marketing Hotel Mulia Senayan itu.
Mulia Economy Meals diluncurkan dengan harga mulai Rp 60.000 per porsi yang terdiri dari nasi, sayur dan aneka pilihan lauk seperti ayam wijen soy sauce, ayam tauco pedas, ayam bakar bumbu rujak, ayam woku belanga, gurame bakar sambal mangga, dori goreng pesmol, dan tongkol sambal pete.
“Segmen Mulia Economy Class tetap kalangan menengah meski harganya lebih terjangkau dari menu reguler,” ucap Rully. Ia mencontohkan makanan yang termasuk favorit di hotel itu, pizza margherita seharga Rp 115.000 per porsi. Mulia Economy Meals bisa dipesan dan langsung diambil.
“Kami juga menyediakan pengiriman karena banyak orang risau keluar kantor dan rumah. Di fasilitas kesehatan, semua pegawainya bahkan tetap bekerja,” ujar Rully. Menu itu sudah disosialisasikan lewat media sosial, surel, dan situs resmi Hotel Mulia Senayan.
“Konsumen tetap bisa menikmati makanan kami. Pesanan setiap menu hampir sama banyaknya. Pemesan pengin coba makanan berbeda. Di-order bergantian,” katanya. Mulia Economy Meals sudah bisa dipesan dengan jumlah minimal 10 boks saja. Pemesan bisa membayar dengan transfer atau sewaktu mengambil pesanan.
“Setiap hari, selalu ada order. Kami setuju di saat pandemi ini dibutuhkan keluwesan pelaku usaha kuliner namun tetap mengutamakan kualitas,” katanya. Mulia Economy Meals menjadi fleksibilitas beradaptasi dan meraih potensi dengan ceruk pasar berbeda.
Penyesuaian serupa dilakukan AL’S Catering. Kini, jasa boga premium itu turut membidik pasar makanan yang simpel disantap, namun tetap lezat. Sejak April 2020, AL’S Catering memasarkan rice bowl seharga Rp 35.000 per porsi. Dengan order minimal 30 porsi saja, konsumen sudah bisa memesannya.
Sebelumnya, AL’S Catering hanya menerima pemesanan off-site catering (makanan disiapkan di dapur lalu dibawa ke lokasi acara). “Kalau sebelum masa pandemi, kami hanya menawarkan servis off-site catering dengan minimum spending (belanja) Rp 8,5 juta,” ucapnya.
Sekarang, orang-orang tak mengadakan pesta di rumah sehingga AL’S Catering menawarkan rice bowl dengan kemasan higienis. Hidangan itu berisi pilihan lauk pauk yang disajikan dengan aneka bumbu menarik, salah satunya Korean BBQ Rice Bowl.
“Konsumen dapat menikmati ayam panggang bumbu Korea yang disajikan dengan bayam, wijen, dan tauge. Khas Korea,” ucap Andra. Selain itu, AL’S Catering sekarang mempromosikan produknya lewat toko daring. Katering tersebut pun menyasar segmen pelanggan yang lebih luas.
“Kiatnya, kami melakukan apa saja untuk melewati masa pandemi. Biasanya, kami tak menerima pesanan nasi boks. Sekarang, kami kerjakan,” kata Andra. Protokol kesehatan adalah prioritas dengan mewajibkan masker, pelindung wajah, dan pembersih tangan untuk seluruh karyawan AL’S Catering.
Paling penting, sesuai protokol kesehatan. Sekarang, banyak klien kami yang menggelar akad nikah hanya untuk 20-30 pax (orang),
Bahkan, jika tak bisa mencuci tangan di rumah konsumen, pegawai AL’S Catering membawa wastafel portabel sendiri. Tren pernikahan tahun ini amat simpel. “Paling penting, sesuai protokol kesehatan. Sekarang, banyak klien kami yang menggelar akad nikah hanya untuk 20-30 pax (orang),” katanya.
Beberapa waktu terakhir, lazim pula terlihat sejumlah penjual menjajakan makanan di tepi jalan. Mereka menyorongkan kotak berisi makanan ke arah pengendara. Sekilas saja melirik logo yang tercantum pada kemasan itu, pengemudi akan tahu kalau makanan yang dijual buatan produsen kuliner global.
Edo Pratama ikut meliuk di masa pandemi dengan diferensiasi produk. Pemilik katering Qaqa Boga yang biasanya menghasilkan hidangan siap santap itu memproduksi makanan beku sejak akhir Juni lalu. Peningkatan penjualan produk itu sangat pesat.
“Saya bisa menjual hingga 180 bungkus per pekan saat ini. Waktu awal menjual makanan beku, hanya 60 bungkus per pekan,” ucapnya. Makanan paling laku ikan bakar dengan pilihan sambal dabu-dabu atau rica. Harga produk itu hanya Rp 35.000 per bungkus dengan berat sekitar 300 gram.
“Rata-rata, ikan bakar terjual sekitar 20 bungkus per pekan. Saya menjual hampir 20 menu makanan beku. Tinggal dihangatkan,” ujarnya. Menu lain seperti oseng cumi asin, tumis daun singkong rebon, ayam kecap limo, sambal goreng teri kacang, dan bakwan malang.
Pendiri Aku Cinta Makanan Indonesia Santhi Serad mengungkapkan sejumlah usaha makanan kini mengincar konsumen yang lebih luas dengan ekspansi segmen. “Sejumlah hotel saja sudah membuat nasi kotak. Sebenarnya, sedih juga,” ucapnya.
Santhi lalu menyebut salah satu hotel bintang lima di segitiga emas Jakarta yang sekarang membuat makanan dalam boks tersebut. “Demi keberlangsungan hidup karyawan-karyawannya. Rata-rata, banyak karyawan yang sekarang bekerja paruh waktu,” ujarnya.
Mereka tak dibayar penuh karena durasi bekerjanya tak seperti dulu. Masalah tak menjadi ringan dengan sekadar diferensiasi produk tanpa punya keunggulan. “Kompetisinya pun sekarang berat lantaran persaingan harga yang sangat ketat,” katanya.
Moderator Komunitas Jalansutra Lidia Tanod berpendapat, bagi pemilik usaha katering saat ini, paling penting pemasukan bisa diperoleh. “Wajar bila di masa pandemi ini, kedigdayaan seberapa besar pun rasanya harus agak merunduk. Tekan ego sedikit demi bisa bertahan,” ucapnya.