Facebook Gugat Penjual ”Like” dan ”Followers” Palsu di Instagram
Facebook menempuh jalur hukum untuk melawan sejumlah perusahaan yang dinilai telah melanggar ketentuan penggunaan platform tersebut. Salah satunya terhadap mereka yang menjual ”like” dan ”followers” palsu di Instagram.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Guna menjaga kualitas aktivitas interaksi antarpengguna di platform media sosialnya, Facebook menempuh jalur hukum untuk melawan sejumlah perusahaan yang dinilai telah melanggar ketentuan penggunaan platform tersebut. Salah satunya perusahaan penjual ”like” dan ”followers” palsu di Instagram.
Pada Jumat (28/8/2020) dini hari waktu Indonesia, Facebook mengumumkan pihaknya bersama anak perusahaannya, Instagram, telah menggugat seseorang bernama Nikolay Holper melalui pengadilan federal San Francisco, Amerika Serikat.
Gugatan ini dilayangkan setelah Holper dan perusahaannya, Nakrutka, menjual ”like”, komentar, dan pengikut di platform berbagi foto dan video Instagram. Facebook mengatakan, Holper menggunakan berbagai situs web untuk menjual engagement palsu ini kepada pengguna Instagram.
”Kami telah memblokir akun Instagram yang digunakan oleh Holper dan layanannya. Kami juga telah memberikan peringatan formal bahwa (Holper) telah melanggar ketentuan penggunaan Facebook,” tulis keterangan resmi Facebook tersebut.
Meskipun demikian, hingga Jumat siang, situs Nakrutka—yang menggunakan bahasa Rusia—masih aktif. Bahkan, grup dalam aplikasi percakapan instan Telegram yang digunakan oleh Nakrutka masih terus memberikan promosi maupun informasi terbaru terkait layanan Nakrutka kepada klien maupun calon penggunanya.
”Domain Nakrutka.by sudah dinonaktifkan karena situasi yang tidak stabil di Belarus. Namun, ini tidak memengaruhi para klien yang berada di negara lain,” tulis Nakrutka pada Rabu (19/8/2020).
Dalam grup tersebut juga dijelaskan bahwa harga untuk seribu followers adalah 7 rubel atau sekitar Rp 1.300.
Ini bukan pertama kali Facebook dan Instagram mengambil jalur hukum untuk menghentikan layanan penjualan engagement di platform tersebut. Pada 2019, Director of Platform Enforcement and Litigation Facebook Jessica Romero menyatakan telah menggugat sebuah perusahaan dan tiga individu yang berada di Selandia Baru atas dugaan serupa.
”Aktivitas palsu tidak punya tempat di platform kami. Untuk itulah kami memfokuskan sumber daya yang signifikan untuk mendeteksi dan menghentikan perilaku semacam ini, termasuk menghentikan pembuatan akun palsu,” kata Romero.
Kode pemrograman berbahaya
Dalam kesempatan yang sama, Facebook juga mengumumkan bahwa untuk pertama kalinya, perusahaan yang berbasis di California, AS, tersebut menempuh jalur hukum di Inggris untuk menghentikan operasi dari sebuah perusahaan monetisasi data bernama MobiBurn dan perusahaan induknya, OakSmart Technologies, beserta pendirinya, Fatih Haltas.
Gugatan ini dilayangkan karena MobiBurn disebut Facebook tidak bersedia diaudit terkait pengelolaan data yang diolahnya dari pengguna Facebook.
Aktivitas palsu tidak punya tempat di platform kami. Untuk itulah kami memfokuskan sumber daya yang signifikan untuk mendeteksi dan menghentikan perilaku semacam ini, termasuk menghentikan pembuatan akun palsu.
Sejak awal 2020, Facebook menerapkan kebijakan di mana setiap pengembang aplikasi pihak ketiga yang menggunakan data dari Facebook untuk bersedia diaudit oleh Facebook.
”MobiBurn menolak diaudit setelah diketahui MobiBurn membayar pengembang aplikasi lain untuk menggunakan kode pemrograman berbahaya (software development kit/SDK) pada aplikasi tersebut,” kata Facebook.
Melalui aplikasi yang di dalamnya terdapat SDK berbahaya tersebut, MobiBurn kemudian dapat mengumpulkan data dan informasi dari ponsel pengguna dan kemudian mencocokkannya dengan data dari Facebook; termasuk nama pengguna, zona waktu pengguna berada, alamat surel, dan jenis kelamin.
Facebook tidak menyebutkan aplikasi apa saja yang memiliki SDK berbahaya dari MobiBurn tersebut.
MobiBurn mengatakan dalam pernyataan resminya, perusahaan tersebut hanyalah sebuah perantara di bisnis data. MobiBurn hanya menjual SDK yang dibuat oleh perusahaan lain.
”MobiBurn tidak memiliki akses terhadap data yang dikumpulkan tersebut. MobiBurn hanya memfasilitasi proses itu dengan mempertemukan pengembang aplikasi dengan perusahaan pengembang SDK tersebut,” kata MobiBurn.