Hubungan asmara antara pasangan berkewargaan Indonesia dan warga negara asing tidak selalu mudah. Pandemi Covid-19, disusul karantina wilayah, membuat pasangan yang berada di negara berbeda ini menjadi sulit bersua.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
Tak sedikit pasangan warga negara asing (WNA) dengan warga negara Indonesia (WNI) yang harus terkatung-katung akibat pandemi Covid-19. Tak sekadar harus menahan kerinduan berjumpa dengan pasangan selama berbulan-bulan, mereka bahkan harus rela menunda pernikahan.
Dalam beberapa pekan terakhir, tagar #LoveIsNotTourism mencuat di media sosial. Melalui tagar ini, para pasangan beda negara mengungkapkan keresahan mereka yang tak dapat berjumpa dengan pasangannya lantaran adanya pembatasan bepergian antarnegara selama pandemi Covid-19.
Bersamaan dengan hal itu, di Indonesia muncul sebuah petisi bertajuk ”Pertemukan Kembali Orang-orang Terkasih” yang dibuat oleh Tania N melalui laman change.org. Hingga Selasa (18/8/2020) sore, petisi ini telah ditandatangani hampir 500 orang.
Salah satu yang menandatangani petisi ini adalah Natasia Pasaribu (39), fotografer asal Bekasi, Jawa Barat. Selama delapan bulan, tepatnya sejak 15 Januari 2020, ia tak dapat bertemu dengan tunangannya, Mario Schwaiger (31), warga Gratwein, Austria.
”Musim panas ini seharusnya kami bertemu di Austria,” katanya saat dihubungi di Bekasi, Selasa pagi.
Pertemuan pada musim panas ini seharusnya menjadi pertemuan yang tak biasa bagi keduanya. Pasalnya, mereka akan mempersiapkan hal-hal teknis menjelang pernikahan.
Natasia dan Mario sudah berencana melaksanakan acara pemberkatan nikah di Bekasi pada 19 September 2020 dan acara pernikahan pada Desember 2020. Akan tetapi, larangan bepergian antarnegara selama pandemi Covid-19 ini membuat rencana tersebut nyaris gagal.
Natasia dan Mario pertama kali bertemu di Bekasi pada 2016. Kebetulan saat itu Mario diminta menjadi guru tamu di sekolah anaknya. Setelah beberapa tahun melakukan komunikasi jarak jauh, untuk pertama kalinya, Natasia mengunjungi Mario ke Austria pada Mei 2019.
”Selama tiga minggu di sana, kami merasa cocok dan berencana untuk pindah ke Austria pada 2020,” ujarnya.
Pada Juli 2019, Mario gantian berkunjung ke Indonesia selama satu bulan. Terakhir, giliran Natasia yang kembali mengunjungi Mario di Austria sejak awal Desember 2019 hingga pertemuan terakhir mereka pada 15 Januari 2020.
Lantas selama pandemi Covid-19 ini keduanya hanya bisa berkomunikasi melalui aplikasi percakapan, panggilan telepon, ataupun panggilan video. Perbedaan waktu lima jam antara Indonesia dan Austria membuat komunikasi keduanya menjadi tak mudah.
”Setelah hanya chattingan sampai Juli, akhirnya kami sempatkan buat saling teleponan dua kali sehari pas jam dia makan siang sama pulang kantor. Di sini kadang pukul tiga pagi,” ungkapnya.
Baik Natasia maupun Mario tengah mencari peluang agar bisa kembali bersua. Keduanya terus mencari informasi ke instansi-instansi terkait seperti Kedutaan Besar Austria di Indonesia dan kantor imigrasi wilayah.
”Sempat ada rumor Bali akan dibuka untuk internasional, tapi setelah saya cek ke maskapai, bandara, imigrasi, hingga agen perjalanan tidak ada informasi soal itu,” ujar Natasia.
Natasia berharap, Pemerintah Indonesia dapat memikirkan nasib pasangan-pasangan sepertinya, terutama yang sudah menentukan tanggal pernikahan. Bahkan, ia mengaku siap memenuhi dokumen-dokumen yang disyaratkan.
Nasib serupa juga dialami Agustina Iskandar (31), karyawan swasta asal Jakarta Selatan. Sudah sekitar lima bulan ini, ia harus berpisah dengan tunangannya, Lukas Crombach (26), yang merupakan warga negara Jerman.
Setelah sempat tinggal di Estonia selama tiga bulan, Agustina dan Lukas harus pulang ke negara masing-masing pada Maret. Saat itu, keduanya hendak mengurus sejumlah dokumen untuk persyaratan pernikahan.
”Selain mengurus dokumen pernikahan, aku juga harus pulang ke Indonesia buat memperpanjang visa. Ternyata setelah sampai di sini langsung ada karantina wilayah,” ujarnya saat dihubungi.
Karena terjebak di negara masing-masing, pasangan yang berkenalan di Bali pada 2017 ini akhirnya melangsungkan acara pertunangan secara virtual pada 24 Mei 2020. Padahal, sebelum pulang ke negara masing-masing, keduanya membayangkan akan menikah dalam kurun waktu tiga bulan setelahnya.
Hingga saat ini, keduanya masih menanti kepastian pembukaan kembali perjalanan antarnegara. Kalau benar Bali akan dibuka untuk WNA pada 11 September, dia akan langsung ke Bali pada 12 September. ”Nikahnya nanti bisa di kota mana pun. Kalau enggak di Bali, ya, Jakarta,” katanya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Agustina, Pemerintah Jerman sudah bisa mengeluarkan sweetheart visa atau visa khusus bagi pasangan yang belum menikah. Dengan syarat, pasangan tersebut harus menunjukkan dokumen-dokumen pendukung yang diminta.
”Pekan lalu, aku telepon Kedutaan Besar Jerman di Indonesia. Kata mereka, aturan itu belum dikeluarkan di situs mereka karena pihak Indonesia belum memperbolehkan warganya ke sana,” ungkapnya.
Secara umum, Agustina sepakat dengan upaya pemerintah untuk mengedepankan pencegahan penyebaran Covid-19. Meski begitu, ia berharap pemerintah bisa mempermudah warga negaranya yang berencana menikah dengan WNA.
Sebab, kalangan tersebut berbeda dengan para turis yang bepergian ke negara lain untuk berlibur semata. ”Apalagi Pemerintah Jerman sudah mengeluarkan lampu hijau tentang sweetheart visa. Tinggal menunggu lampu hijau dari Pemerintah Indonesia,” ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah mengeluarkan Permenkumham Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia pada 2 April 2020. Dalam Pasal 3 disebutkan, ada kategori WNA yang dikecualikan masuk ke Indonesia.
WNA yang dikecualikan tersebut adalah pemegang surat izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap, pemegang visa diplomatik dan visa dinas, serta pemegang izin tinggal diplomatik dan izin tinggal dinas. Selain itu, pengecualian juga diberlakukan bagi tenaga bantuan medis, awak alat angkut, serta pekerja pada proyek strategis nasional.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Teuku Faizasyah mengatakan, sejauh ini, aturan yang dirundingkan oleh Kemenlu dan sejumlah negara sahabat adalah terkait essential bussines travel. Dalam hal ini, Kemenlu akan bekerja dengan Kemenkumham untuk memfasilitasi kedatangan WNA yang ingin berbisnis atau berinvestasi.
”Hingga saat ini belum ada pengecualian, selain untuk kedatangan bisnis,” ujarnya saat dihubungi.