Antisipasi Lonjakan Permintaan, Sinar Mas Land Siap Luncurkan Kluster Freja Tahap Kedua
Resesi ekonomi menjadi sebuah kekhawatiran. Pasar properti diharapkan kembali menggeliat. Sinar Mas Land melihat peluang menggerakkan pasar properti dengan menghadirkan rumah tapak seharga di atas Rp 1 miliar.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Hanya dalam hitungan sekitar dua pekan, kluster terbaru Freja House garapan Sinar Mas Land di kawasan BSD City, Tangerang, Banten, hampir habis terjual. Dari total 180 unit yang dibangun, penjualan rumah dua lantai tersebut telah mencapai 98 persen. Bahkan, pekan ini akan dibuka kembali kluster Freja Suites sebagai tahap kedua di area yang sama.
Berbeda dengan kluster Freja House yang memiliki luas lahan 40 meter persegi dengan desain dua kamar tidur, Freja Suites memiliki lahan sedikit lebih, yakni 50-60 meter persegi. Keduanya sama-sama tersedia dalam pilihan fully furnished, hanya bedanya bangunan tahap kedua ini sudah didesain dengan tiga kamar tidur.
Dhony Rahajoe, Managing Director President Office Sinar Mas Land, yang dihubungi Kompas di Jakarta, Kamis (13/8/2020), mengatakan, ”Sebelum menunjukkan desain besar Sinar Mas Land terhadap kehadiran dua kluster Freja, kami terlebih dahulu mencermati adanya pembatasan sosial berskala besar. Beberapa sektor mengalami perlambatan signifikan, seperti akomodasi dan perdagangan.”
Namun, sektor teknologi informasi (TI) dan e-dagang tumbuh 10,99 persen secara year on year (YoY). Sementara untuk industri perumahan dan properti (realestat dan konstruksi), pertumbuhan juga masih positif. Tren pertumbuhannya dari 2,2 persen YoY di kuartal II 2020 bisa menuju ke 3,0 persen.
Faktor strategis
Menurut Dhony, ada dua hal dilihat Sinar Mas Land sebagai faktor strategis dalam desain besar kluster Freja saat ini. Di sisi skala mikro, ada kombinasi antara lokasi BSD yang saat ini sudah mulai kelihatan wujud ekosistem digitalnya dengan infrastruktur telekomunikasi yang baik untuk bekerja dari rumah (WFH) dan inovasi produk, harga, serta cara pembayaran yang dirancang agar cocok untuk segmen usia 27-35 tahun. Mereka menjadi sasaran penjualan karena mereka bermain di sektor TI dan e-dagang.
Terbukti, Freja House tipe 4 habis terjual kepada segmen usia tersebut. Kini, Freja Suites siap menciptakan permintaan baru.
Dari sisi skala makro ekonomi, kata Dhony, industri perumahan dan properti optimistis menghadapi isu kemungkinan resesi, apalagi sektor industri ini potensinya sangat besar dalam mendorong Indonesia untuk bangkit. Industri ini merupakan bagian penting dalam pembangunan karena terkait penyediaan rumah yang layak dan sehat beserta prasarana dan sarana umum serta jaringan utilitas yang sangat dibutuhkan.
Kontribusi terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 2,77 persen pada tahun lalu sudah mampu menggerakan ekonomi domestik berupa penciptaan 30 juta tenaga kerja lokal dan 90 persen konten material lokal di 175 industri ikutan. Jika Indonesia mampu menyamakan kontribusi PDB dari 2,77 persen menjadi 8-10 persen, menyamai atau lebih sedikit dibandingkan Thailand, maka akan terjadi empat kali lipat pertumbuhan tenaga kerja ataupun empat kali lipat pertumbuhan 175 industri domestik ikutannya.
Menurut Dhony, multiplier effect sektor ini juga sangat signifikan. Jika dibuat simuasi, ketika kita membangun rumah seharga Rp 1 miliar, sekitar 20 persen nilainya akan kembali ke pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk pajak (PPN, PPh, PBB, BPHTB, pajak hotel, parkir, pajak-pajak bahan bangunan dan jasa, serta sebagainya). Kemudian sekitar 64 persen untuk biaya material bangunan dan upah konstruksi dan sisanya 16 persen untuk menggerakkan industri, mulai dari perencanaan, perancangan desain, biaya-biaya penjualan, pembiayaan/KPR, perawatan gedung, jalan dan taman, pengelolaan kawasan, manajemen, dan sebagainya.
Pengamat properti, Ali Tranghanda dari Indonesia Property Watch (IPW), secara terpisah, menjelaskan, hasil survei IPW telah menunjukkan pertumbuhan pasar properti di sejumlah segmen. Komposisi unit terjual pada segmen harga di bawah Rp 300 juta, misalnya, pada kuartal II-2020 mencapai 38,3 persen atau naik 9,9 persen dibandingkan kuartal I-2020 sebesar 28,5 persen.
Sementara, penjualan unit properti di atas Rp 1 miliar pada kuartal II-2020 mencapai 14,1 persen atau naik tipis 1,4 persen dibandingkan kuartal I-2020 mencapai 12,7 persen.
Selanjutnya, segmen harga Rp 501 juta-Rp 1 miliar mampu mencapai sebesar 25,3 persen pada kuartal II, menurun 7,2 persen dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 32,5 persen. Begitu pula segmen harga Rp 301 juta-Rp 500 juta mencapai 22,3 persen atau menurun 4,0 persen dibandingkan kuartal sebelumnya yang mampu mencapai 26,3 persen.
Kondisi pasar perumahan Jabodetabek-Banten sebagai benchmark pasar perumahan nasional sejak pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menunjukkan pertumbuhan signifikan. Proyek-proyek dengan brand yang sudah kuat di pasar relatif mengalami peningkatan penjualan lebih tinggi.
Pergerakan pasar perumahan kuartal II-2020 secara umum cukup menggembirakan di tengah kondisi saat ini. ”Beberapa fenomena pergerakan pasar saat ini sulit untuk dijelaskan secara pasti, paling tidak dalam jangka pendek, karena pasar bergerak sangat dinamis. Kondisi ini masih harus diwaspadai. Pasar belum memperlihatkan pola pergerakan yang stabil,” ujar Ali.
Prediksi pasar properti menunjukkan kemungkinan terjadinya peningkatan pada kuartal berikutnya asalkan kondisi pandemi ini tidak semakin buruk. Sebagian pengembang yang menyasar pasar di kisaran Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar terjebak dalam segmen harga ”tanggung”. Di beberapa lokasi, pasokan rumah dengan kisaran harga tersebut menjadi terlalu tinggi di tengah penurunan daya beli.
Sebaliknya, di wilayah dengan harga tanah yang sudah tinggi, celah pasar di segmen ini cukup besar. Namun, pengembang sulit memasok rumah di segmen ini, kecuali dengan melakukan resizing luasan. Beberapa pengembang diperkirakan akan mulai coba meluncurkan produk baru di kuartal ketiga untuk mengambil celah pasar ini.