Kemerdekaan Rasa Hibrida
Asimilasi hidangan disuguhkan di Acta Brasserie dengan mendekonstruksi sajian konvensional. Menu itu diinterpretasi untuk disiapkan menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI.
Asimilasi hidangan disuguhkan di Acta Brasserie dengan mendekonstruksi sajian konvensional. Menu itu diinterpretasi untuk disiapkan menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI. Tak hanya bersantap, wawasan para tamu juga bertambah.
Tampilan makanan dari sejumlah daerah ditata dengan cantik. Acta Brasserie tetap dinamis dengan pramusajinya yang berlalu lalang. Mereka menerapkan protokol kesehatan dengan mengenakan masker, pelindung wajah, dan sarung tangan. Pengunjung yang memasuki restoran di Senayan, Jakarta, itu juga dicek suhunya.
Debora Erliano Yuza, Asisten Manajer Pemasaran Biko Group, perusahaan yang menaungi Acta Brasserie, ikut menyuguhkan masakan. Sesekali ia menyapa beberapa pengunjung dengan ramah. Di dapur depan, tiga koki memasak dengan lidah api sesekali membubung.
”Silakan dinikmati,” ujar Debora sambil menyuguhkan roti kecil berisi saus pecel beralaskan daun pisang di tenong kecil, Kamis (6/8/2020). Santapan renyah serupa burger kecil itu diletakkan di atas tumpukan kayu manis, kembang lawang, dan cengkeh kering.
Sajian pembuka tersebut disusul martabak foie gras. Penganan itu tergenang dalam saus gula aren dengan aksen hijau dari minyak daun bawang di tepinya. Di atas martabak, sepotong hati angsa bertaburkan daun ketumbar, telur ikan, dan potongan tipis lobak.
Saat dicicipi, daging itu begitu lunak, nyaris lumat dalam gurih yang sempurna. Paduan martabak orisinal dengan kulit renyahnya menjadi kaya rasa dengan potongan daging wagyu dan tahu. Di antara sedikit manis, sentakan pugasan yang ditata dengan elok ikut mencuat.
Hidangan ketiga, asinan Betawi lantas menjadi prelude dari rangkaian kuliner tersebut. Mereka yang menikmati suguhan itu menerka-nerka menu khas Nusantara bakal tersedia hingga pramusaji mengantar pencuci mulut. Dugaan itu tak keliru.
Hari kemerdekaan
”Konsep kami berawal dari Hari Kemerdekaan RI. Kami mau menawarkan makanan Indonesia yang dipengaruhi negara-negara lain,” kata Rui Yamagishi, pemilik Acta Brasserie. Martabak, misalnya, dibawa pendatang India. Sementara asinan juga dibuat masyarakat China pada masa lampau.
Aneka sayur racikan Rui itu tampak cantik. Juru masak yang menimba pengalaman di Indonesia, Jepang, dan Australia itu menggulung sawi asin, wortel, kubis, selada, dan bengkuang. Di atas asinan, ia menambahkan beberapa biji delima, gel tamarinda, dan peterseli.
Kudapan lonjong tersebut membendung saus kacang dengan rapi. Di sisi lain piring, kepiting soka goreng dan kacang tanah menyodorkan kerenyahan untuk menggantikan kerupuk kuning. Segarnya potongan-potongan berserat itu bercampur sedikit pedas dan manis.
”Kami bikin kuliner lokal yang biasanya ditampilkan sederhana naik kelas. Jadi, lebih memikat,” kata Rui sambil tersenyum. Hidangan berikutnya, laksa Betawi ditata dengan lontong, taoge, daun kemangi, mi kentang, dan telur rebus yang disiram kuah krem kental.
Saat kepala udang dikunyah, manis dan asin lalu bercampur cita rasa laut yang kuat. Beragam sajian tadi menjulurkan kejutan saat hidangan utama belum lagi disuguhkan. Campuran daun jeruk, serai, dan es dalam seloki menetralkan indera pengecap sebelum santapan selanjutnya tiba.
Makanan itu juga berasalusulkan kedatangan penjelajah asing. Semur daging dirangkai dengan wortel yang dikaramelisasi olesan madu dan kerupuk beras sebagai substitusi nasi sehingga tak berasa begah. Aroma yang pekat menyelingi sedapnya saus kenari berwarna coklat cerah di dasar piring.
Sedapnya rempah juga tersesap dengan minyak semacam barbeku yang melumeri wagyu. Daging iga panggang dengan kematangan medium itu bertekstur marbling berkualitas yang empuk. ”Masakan itu juga berasal dari Belanda. Resep yang dibawa kemudian dicoba warga setempat. Jadilah semur,” kata Rui.
Masih lekat dengan ”Negeri Kincir Angin”, klapertar menjadi penutup yang paripurna. Krim kental yang lembut dengan harum kelapa dan rum raisin diapit biskuit mentega. Remahan kenari menambah legit potongan gula dan putih telur yang lumer dalam mulut. Sajian itu terlihat lucu karena bergoyang-goyang atau jiggling saat piring digoyang karena digerakkan.
Di restoran yang dikelilingi lapangan golf itu, suasana terasa rileks dengan alunan jazz ringan. Tamu-tamu berpakaian indah asyik bersenda gurau. Telaga di antara pepohonan rimbun menyejukkan pandangan dengan latar gedung di sela-sela rumah. Beberapa angsa hilir mudik di padang rumput.
Wawasan bertambah
”Paket tersebut akan kami hidangkan pada 15 dan 16 Agustus nanti. Tarif makan malam itu Rp 650.000 per orang, sudah termasuk red wine (anggur merah),” kata Rui. Pengunjung tak bisa langsung memesan karena reservasi harus dilakukan terlebih dahulu.
Rui menyiapkan beragam santapan yang akan disajikan bersama Ade Putri Paramadita dari Humas Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI). Selama sebulan, mereka menentukan hidangan-hidangan itu dan mencicipinya. Tak hanya bersantap, wawasan tamu-tamu juga bertambah.
”Nanti, kami juga jelaskan secara historis soal makanan-makanan itu. Harus registrasi karena paket itu bukan menu sehari-hari,” ucap Ade. Slot untuk 48 orang per malam disediakan dengan pilihan pada pukul 17.00, 19.00, dan 20.00. Mereka akan menerima buklet mengenai menu tersebut. Area bersantap pun dipisahkan dengan konsumen reguler.
Berdasarkan buku Kuliner Khas Tionghoa di Indonesia yang ditulis Nicholas Molodysky dan diterbitkan PT Visimedia Pustaka tahun 2019, banyak makanan dari China yang dianggap asli Indonesia. Makanan itu seperti bakso, kecap, bahkan taoco.
Moderator komunitas Jalansutra, Lidia Tanod, yang turut mencicipi santapan tersebut, menilai kreasi Rui dan Ade sungguh menarik. ”Garnish (pugasan), umpamanya, enggak hanya hiasan, tetapi juga meningkatkan rasa. Klapertar diatur supaya penampakannya keren,” ujarnya.
Santhi Serad, pendiri ACMI, mengaku paling suka dengan semur daging. Kenari menjadi kelebihan karena elemen itu dinilai sebagai kelokalan yang sangat kuat. ”Kenari itu Indonesia banget dan jarang diolah menjadi puree. Asinan Betawi juga dihias jadi cantik,” ucapnya.
Menurut Santhi, gagasan Rui sangat menarik. Tak semua orang Indonesia mengetahui bahwa sebagian makanan yang disantap sehari-hari berasal dari negeri lain. Melalui masakan, kita diingatkan bahwa Indonesia sejatinya adalah percampuran dari begitu banyak pengaruh budaya. Konsep asli hanyalah ilusi karena hibrida adalah keniscayaan.
Mari merayakan kemerdekaan rasa hibrida di piring kita.